Rendo mengetuk-ngetuk pulpennya ke meja. Berusaha mendengarkan guru itu menjelaskan. Namun, ah, percuma. Pikirannya terus melayang.
Laura Angelica. Entah kenapa, rasa penasaran lebihnya terhadap Malaikat Kematian itu berkembang menjadi perasaan aneh yang Rendo sendiri tidak yakin.
Rendo menyukai Laura? Rendo menyukai Malaikat Kematian itu?
"Alfrendo Geodiatama! Apakah kau mendengarkan aku?!" teriak Bu Lana dari sepan kelas.
"Ah, iya, maaf, Bu!" sahut Rendo.
Bu Lana segera melirik pintu keluar. Berbicara melalui tatapan mata tajam kepada Rendo. Rendo mengerti dan segera keluar dari sana.
Rendo memasukan kedua tangannya ke dalam saku. Ia menatap langit yang cerah. Rendo tersenyum, ia melihat lukisan indah di awan sana.
Ponsel nya bergetar. Dengan segera Rendo mengangkatnya. "Halo?"
"Lo dimana? Kita ada tugas lag--"
"Gue sibuk, temen gue ilang, gue mau cari dia."
"Lha? Terus masa gue cuma berduaan sama cewek maksud ini!"
"Hey apa maksud lo Kafred!"
"Apa?! Lo panggil gue Kafred! Gue bikin mulut lo jadi kerupuk Jennaiya!"
"Jennaiya?! Teraniaya kali! Mulut lo bakal gue jadiin makanan anjing gue!"
"Ah, kalian malah ribut di telepon," Rendo mengehela napas, "udah deh, Bye." Rendo memutuskan sambungannya.
Yah, karena pada kenyataannya. Laura sudah leyap di telan bumi begitu saja. Ah, saat Rendo cari ke rumahnya pun tidak ada. Ia khawatir.
Padahal, apa ia mengkhawatirkan seseorang non manusia itu? Bukankah dia jauh lebih hebat dari manusia biasa seperti Rendo?
Akhirnya, dengan perasaan khawatir yang meledak. Rendo memutuskan kabur dari sekolah dengan mengendap-ngendap. Rendo segera berlari dan menuju rumah Laura.
"Hah ... hah ...," Rendo mengatur napasnya.
"Kamu tahu dimana Laura putriku?" tanya seseorang dengan jaket.
"Oom Albert? Bagai--"
"Aku kabur, aku ingin mencari putri kecilku," potongnya.
"Apa maksudmu dari kabur?" tanya Rendo tidak mengerti.
"Ah, ya, jangan bicara di sini," kata Albert sambil berjalan lurus ke depan. Rendo mengikutinya dari belakang. Albert berhenti di sebuah lorong sepi.
"Ada apa? Bisa tolong jelaskan padaku Oom?" tanya Rendo.
"Jadi begini ...."
===
Laura menatap kondisinya. Satu malam terkurung di dalam sel yang berhasil menyengel kekuatannya. Bahkan, sekarang ia tidak bisa bermain seruling dengan baik.
Kaki Laura berkaitan dengan sebuah rantai yang terhubung dengan sebuah batu yang sangat besar. Usaha yang ia lakukan sia-sia. Ah, sepertinya semua besi yang berada di sini menyegel kekuatannya secara sempurna.
"Apa yang kau mau dariku?" tanya Laura.
"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Laura lagi.
"KENAPA KAU MENGURUNG KU SEPERTI INI?!" teriaknya.
"Kau harus menghidupkan kembali istriku," kata orang bertopeng itu.
"Apa?! Aku ini Malaikat Kematian?! Aku tidak bisa menghidupkan jiwa!" katanya kesal.
"Pepatah mengatakan bahwa kau bisa ...."
"PEPATAH ITU SALAH! AKU TIDAK PERNAH BISA MENGHIDUPKAN JIWA!" teriak Laura frustasi.
===
"Aku di paksa menikah dengan cewek itu," jelas Albert.
"Ke-kenapa? Lalu Laura di tinggalkan begitu saja?" tanya Rendo tidak percaya.
"Kau tidak akan percaya, mereka sangat kejam," kata Albert.
Rendo melongo. Kehidupan memanglah amat jahat.
"Aku sangat amat menyayangi Ara ... ah, ya, bagaimana bisa KAU TIDAK TAHU DIMANA DIA?"
"Dia tidak masuk sekolah ..., aku khawatir padanya," kata Rendo.
"Apa kau menyukainya?" tanya Albert.
"Hah?! Apa maksudmu?" tanya Rendo tidak mengerti.
"Kau menyukai Ara 'kan?" tanya Albert.
"Pertanyaan macam apa itu!" keluh Rendo.
"Okay, bercanda. Kita harus mencari Ara dari mana?" tanya Albert.
"Kau tidak harus lari dari rumah Tuan Albert, aku bisa mencarinya," kata Rendo.
"Ah sudah terlanjur." Senyuman aneh milik Albert pun mengembang.
"Ah, terserah ...," kata Rendo. Ia melangkahkan kakinya. Setelah beberapa menit berjalan ia berhenti pada sebuah rumah sederhana yang amat kecil. Ini runahnya.
"Ini rumah kamu, Ren?" tanya Albert.
"Ah, iya, rumah ku buruk, jangan masuk kalau tidak mau," ucap Rendo dengan wajah datar kesayangannya.
Albert terkejut dengan kata-kata Rendo. Ah, dia memang anak yang unik, batin Albert. Ia mengikuti Rendo masuk ke dalam rumah. Meski dari luar terlihat sangat berantakan. Namun, di dalamnya sangat rapi.
"Rumahmu rapi sekali," puji Albert.
Rendo tidak menjawab. Ia hanya duduk di sebuah sofa di ruang tamu. Ia menatap lurus ke dalam mata Albert.
"Oom bisa melihat Laura dalam wujudnya yang sekarang kan?" tanya Rendo.
Kening Albert berkerut bingung. "Wujudnya yang seka---" mata Albert melotot lebar, "---Laura itu Malaikat Kematian?"
Rendo mengangguk dan menatap lurus mata hitam itu. Mata hitam yang mirip dengan punya Laura.
"Itu bohong kan? Putriku hanya manusia," kata Albert tidak percaya.
"Kau tidak tahu? Malaikat Kematian terpilih dari seorang manusia yang berduka, tidak ada kebahagiaan dalam hidupnya, makanya ia bertugas membawa duka bagi para manusia," jelas Rendo.
Albert menatap nya tidak percaya. "Lalu sekarang dimana Laura?"
Rendo menatap langit biru di sana. "Aku tidak tahu ... kita harus mencarinya."
"Bagaimana caranya mencari dia dalam wujud non manusia?" tanya Albert.
Suasana kembali menjadi hening. Mereka berdua sibuk dalam pikiran masing-masing.
"Ah ya, ada satu cara."
===
TBC~ Senin, 13 Juli 2015 @9.48 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
Laura Melody
ParanormalAku hanyalah seorang gadis bodoh yang percaya bahwa Melodi Kematian akan membawaku pada kebahagiaan. Namun yang terjadi, bukanlah seperti yang aku harapkan. [B E S T R A N K : #2 in Paranormal] P.s: Karya lama banget, belum revisi pula.