Albert's POV
Aku menatap mahluk di depanku tidak percaya. Dia memakai gaun hitam yang tertutupi sebuah jubah panjang berwarna hitam. Tudung jubah itu menutupi sebagian wajahnya.
Di tangan kirinya memegang seruling yang berwarna hitam. Mungkin kah dia?
"Ka-kamu siapa?! Kamu mau apa ke rumah anak-ku?!"
"Aku--"
"Ka-kau malaikat kematian yang dibicarakan itu ya?!" potong ku.
"Ya ...," jawabnya dengan wajah datar.
"Kau mau membunuh Ara?!" teriak ku tidak percaya. Lebih tidak percaya karena aku melihatnya. Bukankah dia mahluk tak kasat mata?! Sejak kapan aku bisa melihat hal-hal aneh?!"Ng ... tidak," jawabnya dengan wajah super datar.
Apa mahluk ini tidak memiliki ekspresi? Menyeramkan.
"Kenapa aku bisa melihat dirimu?!" tanyaku bingung.
Dia tidak menjawabku. Dia malah menembus pintu rumah Ara dengan santai.
"Hey! hey! Tunggu aku!" great, sekarang bagaiamana aku masuk?! Ah, ya, aku tahu dimana seorang Ara menyimpan kunci cadangannya.
Di bawah karpet! Aku segera mengangkat karpet dan menemukannya. Aku memasukannya ke lubang kunci dan memutarnya. Membuka pintu dan masuk kedalamnya. Ah, bahasa ku berbelit banget ya?
"Halo!! Nona Malaikat Kematian ... anda dimana?" tanyaku. Aku memutari rumah yang tidak pernah aku masuki.
Ah ya! Ara dimana?!
"Ara!! Ara!!" aku segera memutari seluruh ruangan di rumah ini. Tidak ada! Dia kemana!
"Malaikat Kematian! Ara dimana?! Kau bawa kemana Ara ku!" teriak ku panik.
Ia terlihat melayang di ujung kamar Ara. Apa hanya perasaanku? Ia terlihat seperti sedang berpikir keras.
"Aku tidak tahu," jawabku cuek."DIMANA ARA?!" teriaku. Jauh lebih panik.
Dia terkejut dan segera menunduk. Kepalaku miring ke kiri. Melihat wajahnya yang amat datar itu. "Ara dimana ...," gumamku.
Aku terduduk di sebuah sofa yang sudah robek di sana-sini. Kehidupan yang tidak menyenangkan ya? Putriku ... maafkan aku.
"Tuan ... maaf," katanya.
"Tuan? Maaf?" tanyaku tidak mengerti.
Dia tampak berpikir. Setelah beberapa saat dia menjawab. "Bolehkah aku mengikuti dan membantu mu selama beberapa saat?" tanyanya.
Aku menggeleng tidak percaya. Malaikat Kematian? Akan membantu dalam hal apa?
Matanya yang dingin itu ..., aku merasakan kehangatan di dalamnya. "Ya, boleh."
===
Laura's POV
Aku gila! Serius! Ah! Sisi positifnya aku bisa terus bersama Addy. Wujudku yang menyeramkan ini. Bagaimana jika Addy tahu kalau aku bukan lagi manusia?
Ah! Sudah! Bagaimana dengan sekolahku?! Apa jadinya nanti?! Ah! Aku hipnotis saja nanti satu sekolah!
Aku mengikuti Addy dari belakang. Menatapnya. Aku tersenyum. Senang bisa sedekat ini dengan dirinya. Ingin aku berlari dan memeluknya.
"Kau tahu kan dimana Ara?" tanyanya.
"Tidak," jawabku cepat.
Dia berbalik dan menatapku. Meminta jawaban yang sebenarnya. Ah, aku benci kebohongan ini. Aku ingin terus bersamanya! Aku masih menyayanginya! Aku tidak bisa menjauhinya.
Ini gila! Tadi pagi aku bilang tidak mau menganggu kehidupannya! Sekarang! Apa?! Aa!
"Aku punya sebuah kejujuran," kataku. Aku mengehela napas beberapa kali.
"Apa?" tanyanya.
Aku melepas jubahku. Menatapnya dengan mata hitamku. Mata hitam kamu bertemu. Bayangan diriku yang menyeramkan terlihat di dalam mata hitam bening miliknya.
"Addy, ini aku!" kataku.
Ia menggeleng dan segera berlari. Ia takut. Aku tersenyum miring. Dengan ini ... ia akan meraih kebahagiaan barunya. Meski tidak ada aku di dalamnya.
Aku menyerah. Jika di dunia nyata tidak bisa terlihat.
"Hey, keputusan mu adalah membuat Addy mu takut ya?" tanya Rendo.
"Kenapa kau muncul tiba-tiba mulu! Bagaimana dengan pekerjaanmu itu?!"
"Ah, aku sudah keluar dari kelompok itu," katanya.
"Hah?! Kenapa?" tanya ku.
"Tidak apa-apa," jawabnya.
Aku mengambil jubah hitamku dan memakainya. Menutupi wajahku yang tampak mengerikan ini.
"Apa kau yakin dengan keputusanmu?" tanya Rendo.
"Ah, ya, ti--"
Rendo menarik tanganku. "Kau mau bawa aku kemana?" tanyaku.
"Kau tidak boleh seperti ini," katanya.
"Bagaimana dengan sekolahmu? Kemana saja kau selama dua hari?" lanjutnya lagi."Ah, ya itu ..., hey! Kenapa kau jadi bawel banget?!" teriak ku kesal.
"Kemana?" tanyanya dengan wajah datar.
"Di rumah, meratapi nasib, lalu aku mendapat hukuman tidak dapat berubah untuk sementara waktu," jawabku.
Dia berjalan perlahan, sedangkan aku melayang rendah di sampingnya. Dia ini apa?! kenapa berbeda?!
Dia berhenti. Aku segera berhenti dan menatapnya bingung. Kaki ku yang tidak menyentuh tanah ini cukup menyulitkan aku agar tetap diam di tempat.
Dia menatapku. Mata onyx nya bertemu dengan mata hitam ku. Membuat aku bingung. Tidak mengerti maksud dari tatapannya.
"Aku punya rahasia," katanya.
"Ah, apa itu?"
"Kau yakin ingin tahu?" tanya nya.
Aku mengangguk pelan. Dia mendekat. Dia menyentuh tanganku. Mengenggamnya erat. Angin dingin berhembus.
"Aku bukan Rendo," ucapnya dengan nada dingin.
=====
TBC~ 6 Juli 2015
By : Chaphine
A/N : Hayoloh gantung /disepak readers/ Sampai ketemu minggu depan!
KAMU SEDANG MEMBACA
Laura Melody
ParanormalAku hanyalah seorang gadis bodoh yang percaya bahwa Melodi Kematian akan membawaku pada kebahagiaan. Namun yang terjadi, bukanlah seperti yang aku harapkan. [B E S T R A N K : #2 in Paranormal] P.s: Karya lama banget, belum revisi pula.