Albert menghela napas saat tiba di depan rumahnya. Ia segera masuk dan duduk di depan Tv tanpa dosa. Ah, ini rumah bukan penjara, batinnya.
"Kau dari mana saja? Bermain dengan putri kecilmu lagi?" tanya Wanita itu. Kedua tangannya di silangkan di depam dadanya.
"Jangan berisik!" kata Albert setengah berteriak. Tubuhnya terlalu lelah untuk berdebat.
"Kau juga punya seorang putri yang harus kau urus di sini!" kata wanita itu.
Albert tidak menjawab. Ia bangkit dan menuju ke kamar. Masuk ke kamar dan mwmbanti pintu itu dengan kencang. Ia membanci hidup di dunia yang penuh sandiwara ini.
Berberapa tahun yang lalu wanita itu datang dan membawa seorang bayi. Mengaku-ngaku bahwa itu adalah putrinya. Ah, padahal Albert baru saja berlibur bersama dengan Laura. Istrinya marah dan ia pergi.
Wanita itu kejam, iya mengusir Laura dan mengancam akan melakukan apa saja agar Laura tidak menganggu hidupnya. Akhirnya, dengan sangat terpaksa Albert memindahkan Laura ke rumah kecil yang ia beli.
Albert pun dilarang bertemu dengan Laura. Laura juga tidak mengetahui hal ini. Albert ingin ia membencinya. Namun, Laura tetap menyanyanginya.
Itu membuat Albert merasa dia-lah ayah yang paling buruk di muka bumi ini.
====
Laura menganga karena kakek penjaga toko itu melompat dan berlari menjauhi toko. Kening Laura berkerut dalam. Tenggelam di dalam pikirannya. Sampai Rendo menyadarkannya.
"Sepertinya karena itu," kata Rendo. Ia menoel bahu Laura. Membuat Laura menoleh.
Pisau milik Malaikat Kematian
Mata Laura membulat. Ini milik Alena? tanyannya dalam hati. Pantas kakek itu lari terbirit-birit. Karena 'kan ini memiliki sihir yang kuat.
Hanya Malaikat Kematian yang bisa mencabutnya. INI ALAT MALAIKAT KEMATIAN YANG SEBENARNYA! SEPERTI DI DALAM BUKU! teriak Laura dalam hati. Genggamannya mengerat. Ia menggengam pisau itu dengan erat.
Dengan ini, ia resmi menjadi Malaikat Kematian.
Pisau kecil itu perlahan menyatu dengan aura hitam milik Laura. Menyatu dengan serulingnya. Cahaya hitam memenuhi ruangan itu. Perlahan gaun milik Laura lenyap. Tergantikan oleh sebuah jubah yang benar-benar panjang dan menutupi keseluruhan wajahnya. Aura hitamnya semakin dingin.
Serulingnya juga berubah bentuk. Serulingnya berwana hitam dengan ukiran perak yang rumit.
Suara tepukan tangan yang sangat familiar untuk Laura terdengar. Ia menoleh dan mendapati Alen bertepuk tangan dan tersenyum. "Kau telah menemukan benda penting yang telah aku hilangkan," katanya.
"Senjata itu sangat kuat dan dapat berubah seperti kemauan pemegangnya," kata Alen menjelaskan.
Laura mengerjap. Ia segera menarik Rendo dan berpindah tempat ke rumah Laura.
"Maaf, kita harus pergi, sebelum ketahuan," kata Laura. Laura kembali merubah wujudnya menjadi manusia.
Rendo tersenyum. "Tidak apa-apa."
Mata hitam Laura menangkap jelas senyuman Rendo. Tanpa sadar, kedua sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis. "Terima kasih."
* * *
Laura membuka matanya perlahan. Ini adalah hari dimana dia akan bersekolah lagi. Rindu sekolah! seru Laura dalam hati.
Laura bangkit dengan semangat. Membersihkan diri dan menatap dirinya di cermin. Seragam berwarma hitam kotak-kotak merah ini sangat cantik.
Seragam sebuah SMA yang unik?
Laura segera keluar rumah. Ia berjalan perlahan menahan dinginnya udara pagi. Kembali menjadi seorang siswi.
"Hai," sapa Rendo. Ia berdiri di depan gerbang sekolah.
"Kau menungguku?" tanya Laura.
"Kenapa tidak?" Rendo tersenyum. Entah ada angin apa, tapi ia benar-benar tersenyum.
"Ada apa denganmu?" tanya Laura dengan wajah datarnya.
"Aku juga tidak mengerti," jawab Rendo sambil melangkah masuk ke sekolah.
Laura berjalan tepat di belakang Rendo. Itu karena jalan Rendo yang terlalu cepat.
BRUK!
"Aw! Kenapa berhenti tiba-tiba?" Laura mengusap keningnya. Sesungguhnya itu tidak sakit.
"Jadi ini? Si gadis yang menarik perhatian Rendo?" tanya seorang gadis. Ia menyilangkan tangannya di depan dada.
Laura mengintip dari balik tubuh besar Rendo. Seorang gadis yang merupakan juniornya. Memakai seragam kotak-kotak yang sama dengan Laura. Rambutnya di ikat ala ponytail.
Rendo menatapnya datar. "Ada apa? Sejak kapan kau menjadi juniorku?"
"Sejak lima menit yang lalu," jawab gadis itu. Ia mendekat dan tersenyum manis ke arah Laura.
"Hai, aku Jenny!" serunya riang.
Laura menatapnya datar. "Laura Angelica."
Jenny tersenyum manis. Tangannya terjulur ingin menjabat tangan Laura, namun, di urungkan karena tatapan datar Laura.
"Aku Fredy," kata suara berat dari belakang mereka bertiga. Tampak seorang senior menatap Laura tajam.
Laura menatap kakak kelas aneh itu. Mata nya bisa melihat dua orang ini sama-sama menyimpan pisau di tempat rahasia mereka.
"Kalian bertiga membawa pisau," kata Laura.
Mata Fredy dan Jenny melotot. Memandang Laura dengan tatapan tajamnya.
"Kau bercanda?" tanya Fredy sambil tertawa hambar.
"Tidak, aku melihatnya, sungguh kalian tidak kreatif dalam menyimpan barang," ucap Laura. Kakinya melangkah meninggalkan tiga orang unik itu.
Ia berhenti dan berbalik. "Benda kesayanganmu hampir jatuh," ucap Laura. Ia menatap lurus Jenny.
"Bagaimana dia bisa tahu?" tanya Jenny.
"Dia spesial," jawab Rendo.
==TBC. Kamis, 20 agustus 2015==
A/N : Hauuu!!!!! Okey. Icha lupa updte kemarin karena 17 agustus'an :v okey maafkan keterlambatan update ini ..., btw, emang ada yang nungguin cerita absurd milikku ini? :'v
KAMU SEDANG MEMBACA
Laura Melody
ParanormalAku hanyalah seorang gadis bodoh yang percaya bahwa Melodi Kematian akan membawaku pada kebahagiaan. Namun yang terjadi, bukanlah seperti yang aku harapkan. [B E S T R A N K : #2 in Paranormal] P.s: Karya lama banget, belum revisi pula.