Fifteenth Melody

3.3K 311 4
                                    

Laura menggeleng. "Ini takdir, aku hanya--memainkan melodi kematian." Air matanya ia tahan sekuat tenaga.

Tangan ibu itu mengelus pipi Laura sebisa mungkin. Karena Laura saat ini tembus pandang. Ayah dari keluarga kecil bahagia tadi segera duduk di tempat Laura.

"Maafkan aku, aku hanya bertugas Mommy," ucap Laura. Ia mulai memainkan melodi kematiannya lagi.

Sebuah cahaya keluar dari tubuh Ibunya. Ia tersenyum dan menyentuh pipi Laura. "Maafkan Mommy, aku ibu yang jahat."

Laura memandangi kepergian roh ibunya dalam diam. Ia mengenakan kembali tudungnya. Menatap langit yang cerah. Tak lama kemudian, matanya kembali tertuju pada jasad Ibunya.

Seorang anak kecil memandanginya bingung. Anak kecil tadi ... adik tiri Laura. "Papa! Kok di citu ada olang?" tanya anak itu lucu.

"Hah?! Mana sayang? Nggak ada," jawab Ayah itu sambil menangis tak karuan.

"Mama! Di citu ada olang 'kan? Kenapa Mama tidul?" tanya anak itu sambil menepuk pipi Ibunya.

Laura menatap mereka dengan datar. Namun, matanya terbalak setelah menyadari hal aneh. Laki-laki--suami ibunya--tidak melihatnya. Anak---adik tirinya--melihatnya.

Bukan 'kah keluarga orang yang pergi, akan melihat sosok Malaikat Kematian? Tapi ... Kenapa Pria itu tidak melihatnya?

Sebenenarnya semua ini apa?

Laura melayang pergi menjauh, kembali ke rumahnya. Wajahnya kembali datar. Ia terdiam beberapa saat, ketika sampai di depan rumah. Kondisi halaman yang berantakan membuatnya bertanya-tanya.

Laura menggerakan tangannya dan merubah wujudnya. Ia melangkahkan kakinya masuk seraya membereskan semua hal yang berantakan. Ah, tepatnya halamannya berantakan secara keseluruhan.

"Kamu ...," ujar seseorang dengan suara serak.

Laura menoleh ke arah sumber suara dan menatap datar sosok itu. Sesosok perempuan berpakaian mini dengan tatapan tajam.

"Iya? Ada apa dengan aku?" tanya Laura seraya berdiri menatap datar wanita tadi.

"Kenapa kamu menghancurkan rumah tanggaku. Anak kecil," ujarnya.
"Kenapa kau menghancurkan hidupku?" tanya Laura dengan tatapan datar.

"Hentikan! Run! Kamu gila!" teriak Albert.

Bruk!

Runita mendorong Albert kembali masuk ke dalam rumah. "Kau harus pulang denganku nanti," ujarnya tak terbantahkan.

"Addy ...," gumam Laura.

"Apa? Addy? Hahaha!" dia tertawa terbahak-bahak. "Lucu sekali!"

Laura tak mengubris Istri Addynya yang kejam itu. Mata hitamnya menatap lurus Albert yang meringis.

Wanita ini gila, batin Laura.

"Kau tak bahagia bukan? Bagaimana jika aku menghabisimu?" ujar Runita seraya berlari dan menusuk sebuah jarum kepada Laura.

"Ara!" teriak Albert panik.

"Selamat tinggal," ujar Runita seraya berlalu pergi.

"Kau gila?!" bentak Albert seraya bangkit dan mengangkat tubuh wanita mungil itu.

"Aku memang gila, karena aku mencintamu. Itu adalah bukti bahwa aku mencintaimu dan bisa meleyapkan siapapun yang menganggu keluarga kita," ujarnya seraya cuek berjalan pergi.

Albert mematung.

Uhuk! Uhuk!

Albert menoleh dan mendapat Laura sedang memuntahkan cairan berwarna kehitaman dari mulutnya. Matanya membulat sempurna.

"Kau tak apa-apa, Ara?" tanya Alber seraya mendekat.

"Ya, aku tak apa-apa Addy," ujar Laura.

"Fuh ...," Albert menghembuskan napas lega. "aku bersyukur kau bukan manusia lagi."

Laura tersenyum kecil dan berjalan masuk seraya di rangkul Albert.

***

"Mom, sudah gila?!"

"Tidak aku tidak gila."

"Kau membunuh seseorang yang paling Dad, sayangi!"

"Lalu kenapa? Masalah?"

TBC, Jumat 11 September 2015.

A/N : Hola! Maaf terlambar update ..., dan maaf kalau ini pendek banget ..., something banget ketika udah ngetik panjang-panjang dan lenyap gitu aja :') Icha mohon maaf atas part kali ini :')

Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang