Eleventh Melody

4.4K 348 9
                                    

A/N : Mulmed ada Alen! Xxixixi!!

====

Alen mengusap keringat yang mengucur dari dahinya. Ah, sudah lama ekali ia tidak bertarung seperti ni.

"Sebenarnya apa mau mu? Pak tua," kata Alen. Oh, lucu memang, Alen meledek tua pada pria bertopeng itu. Padahal Alen sendiri umurnya sudah 110 tahun.

"Aku? Aku mencari melody untuk membangkitkan istriku," kata Pria bertopeng itu.

"Melody kematian hanya membawa duka, tidak akan membawa kebahagiaan," kata Alen.

"Aku tidak akan percaya, sebelum aku mencobanya sendiri."

"Apa maksudmu?" tanya Alen.

"Maksudku--" pria itu menyeringai, "--aku akan memainkan sendiri melody itu untuk istriku."

Alen melotot lebar. Naas memang, karena Laura yang terkena semua ini. Malaikat Kematian yang masih baru seperti Laura harus mengalami hal seperti ini.

"Tidak akan ku biarkan kau melukai Lara!" seru Alen kesal. Ia bertepuk tangan beberapa kali. Bola-bola hitam itu terlempar secara sempurna menuju Pria itu.

Namun, Pria itu dengan cepat menghindar. Ah, menyebalkan, batin Alen. Suara melody yang indah terdengar. Membuat pergerakan Pria itu berhenti. Laura datang sambil memainkan melodynya.

Alen bertepuk tangan, mereka berempat kembali ke rumah Rendo. Albert dan Rendo kembali ke dalam tubuh mereka. Serta Laura yang telah di cabut masa hukumannya.

Laura kembali menjadi manusia. Demikian Albert yang berhenti melihat mahluk tak kasat mata.

"Ah, aku akan menjaga mu terus Lara! Hati-hati yah! Terima kasih atas pertarungan yang menyenangkan!" kata Alen.

Suara tepuk tangan Alen menghilang, demikian juga dirinya dan kucing hitam itu. Laura segera kembali menjadi manusia. "Ah, akhirnya aku menyentuh tanah," kata Laura.

"Kau harus berhati-hati Laura, dia sudah mengincarmu," pesan Rendo.

"Terima kasih atas pesannya," kata Laura.

"Ara ... ayo kita pulang!" seru Albert sambil mengambil jaketnya.

Laura menganguk dan tersenyum. Ia menggengam tangan Albert dan berjalan dalam tenang. Kehangatan kembali mengalir diantara ayah dan anak itu.

"Dadah Addy!" seru Laura sambil melambaikan tangan.

Albert melambaikan tangan dan segera melangkah kembali ke dalam penjara--ah rumahnya itu. Bodoh memang. Laki-laki yang berpendidikan tinggi di peralat oleh seorang wanita.

Namun, inilah kehidupannya. Benar-benar luar biasa.

===

Laura's POV

Ah, akhirnya aku kembali menjadi manusia dan kembali ke rumah ini lagi. Di tahan di dalam penjara menyebalkan itu sungguh menyebalkan. Ah, apaan sih bahasanya aneh.

Aku bersiap untuk bersekolah lagi besok. Sungguh untuk pertama kalinya seorang Laura Angelica merindukan sekolah.

"Seorang anak akan meninggal karena keracunan makanan Pukul 13.00"

Tugas? Ah, aku merindukannya! Segera aku -kembali- merubah wujudku dan melayang. Kembali mengerjakan tugas itu menyenangkan.

Seperti biasanya, aku segera melayang cepat mengikuti naluri kematian yang aku punya. Sebagai Malaikat Kematian Newbie aku cukup baik 'kan? Hehehe.

Dengan cepat aku memainkan melody istimewa untuk dirinya. Anak itu terlihat sangat polos dan baik. Ah? Aku merasakan ada yang aneh di sini.

Anak itu ... dia terlihat kelaparan. Di depannya ada seorang pria dengan baju hoddie. Pria itu memberikan roti itu. Aku melihat aura hitam mencekam. Mataku membesar melihat.

Ku mohon jangan mati sekarang.

Anak itu menatapnya ragu. Pria itu pergi. Aku melihat seringaian jelas di wajahnya. Ia bersembunyi di balik tembok sana.

Maafkan aku.

Aku segera melayang. Menyakinkan diri sendiri bahwa ini hanya tugas yang harus aku jalankan. Ku mainkan melody ku untuk dirinya. Dia terhipnotis dan segera memakannya.

Sedetik kemudian dia terjatuh. Ironisnya, pria tadi mendorongnya. Membuat anak itu terdorong ke jalan. Mobil pun langsung menabraknya dalam hitungan detik.

Semua orang yang ada di sana langsung panik. Seringaian kembali tercetak pada pria itu. Ia segera pergi. Aku memincingkan mataku. Ah, pria itu memegang sekantung darah.

"Arie!!" teriak seorang ibu. Membuat aku mengalihkan pandangan. Menatapnya iba.

Ibu itu menoleh. "Kau mengambil anak ku?"

"Ada seseorang yang membunuhnya, ini bukanlah kecelakaan," kataku. Aku segera melayanh menjauh.

Itu bukan kewajiban dan pelanggaran. Itu hanya keiinginanku untuk membantunya, mungkin.

"Habis menyelesaikan tugas lagi ya?" tanya Rendo.

Aku kaget dan hampir menamparnya untuk kedua kalinya. Aku menatap mata hazelnya. Ah, ini sungguh Rendo. "Maaf," ucapku.

Aku segera melayang ke belakang tembok dan berubah. Rendo segera menarik tanganku. "Kau mau bawa aku kemana?"

Dia tidak menjawab. Dia mengacuhkan aku. Menyebalkan. Aku tersenyum miring. Ia segera melepaskan tangannya dari tanganku yang panas.

"Apaan sih? Aku mau ngajak kamu jalan-jalan!" katanya dengan wajah marah.

"Siapa suruh gak bilang? Siapa juga yang mau jalan-jalan?" aku menyilangkan tangan di depan dada.

Mata hazelnya menatap mata hitamku dalam. Aku mengerjap. Seolah terlempar ke tempat aneh. Ah, apaan sih ini?

"Ikut dan jangan bawel," katanya.

Dengan--sangat--terpaksa aku menurut. Membiarkan dia menggengam tanganku dan membawa aku pergi. Perasaan nyaman dan tenang menjalar. Apa-apaan ini? Apa yang terjadi?

Rendo mengajak ku masuk ke sebuah toko aneh yang menjual berbagai benda tajam. "Mau ngapain?" tanyaku.

Dia melepaskan tangannya dan pergi begitu saja. Dasar menyebalkan. Aku memutuskan untuk melihat-lihat koleksi pisau-pisau keren yang ada di sini.

Ah, ya, dia bekerja sebagai pembunuh bayaran. Jadi? Inilah tempatnya membeli barang yang penting.

Tatapanku terpaku pada sebuah pisau kecil yang memiliki ukiran rumit. Namun, anehnya, pisau itu terselip di antara batu. Aku sepertinya sering melihat ukirannya, tapi dimana ya?

"Kau mau yang itu?" tanya Rendo. Aku tidak menjawab. Aku memandangi pisau itu.

"Ah, apa itu di jual?" tanya Rendo pada kakek tua penjaga toko.

"Kalau kau bisa mencabutnya, aku memberi mu gratis," kata kakek itu. Senyuman anehnya mengembang.

Rendo berjalan perlahan. Aku mengikutinya dari belakang. Tangannya terjulur ingin mencabut pisau yang menurutku cantik itu.

"Jangan--aku saja," kataku sambil menahan tangannya.

Dia menatapku beberapa detik, lalu mengedip. Dia mundur dan mempersilakan aku untuk mencabutnya. Aku segera menjulurkan tanganku. Menyentuh pisau itu dan mencabutnya dengan mudah.

"Tidak mungkin! Pergi! Kau bukan manusia!" teriak kakek itu. Ia terlihat ketakutan.

Tbc~ Senin, 10 agustus 2015

====

A/N : Olaaa ada yang kangen aku? /plak/ iya-iya icha bilang icha bakala hiatus 2 minggu tapi tangan icha tetep gatel buat update hahaha XD

Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang