17th Melody

3.5K 295 11
                                    

Laura's POV

Aku sedang memakan steak. Ah, sejujurnya, aku tidak pernah makan ini. Aku juga sama sekali tidak berminat makan ini. Tapi, karena Rendo mengajak aku ke sini dan ini gratis jadi beginilah.

"Bagaimana enak?" tanya Rendo.

Aku mengangguk. Senyuman tiba-tiba terbentuk. Aku benar-benar gila. "Enak!" seruku sambil mengacungkan jempol.

Rendo tersenyum. Tangan besarnya mengenggam erat tanganku. Aku tersentak, dengan segera aku menundukan kepala. Sebut Laura gila. Laura dengan wajah datar, merasakan panas di pipinya.

"Aku baru tahu ... mahluk kayak kamu bisa blushing," ledeknya.

Aku mendatarkan ekspresiku. "Nggak usah bawel." Dengan santai aku memainkan sebuah seruling ku. Seruling ku hanya satu kok! Seruling kematian.

Rendo terkekeh. Dia menarik tanganku ke seenaknya. Dih! Enak banget! Mentang-mentang kita udah--

"Aku--"

Rendo menatap Laura penuh dengan semangat. Ia menatap dalam mata hitam Laura. Membuat Laura semakin gugup.

"Aku ingin mencari kebahagiaan ... bersama dirimu," ucapnya pada akhirnya.

Rendo tersenyum dan langsung memeluk Laura erat. "Aku juga mencari kebahgiaan bersama mu Laura Angelica."

--pacaran.

"Ren ... lepaskan tanganku," ucapku.

"Kenapa sayang?" tanya Rendo dengan suara sok imut.

"Ih! Geli dengernya! Jangan pake sayang!" keluhku. Aku menarik tanganku paksa.

Dia menatapku bingung. Meminta penjelasan. "Ada tugas," jelasku. Aku segera belari mengerjakan tugas ku.

Laura's POV end

* * *

Rendo tersenyum. Menatap kepergian Laura. Ia sudah resmi berpacaran dengan Laura. Dua orang berwajah datar saling menyayangi satu sama lain. Unik.

Rendo berjalan keluar dari mall. Matanya menatap rembulan yang bersinar terang di sana.

"Rendo!"

Rendo menoleh ke sumber suara. Ia mendapati Jenny sedang berlari menghampirinya.

"Ya, kenapa tadi lo kabur?" tanya Rendo.

"Ah, itu--aku pikir Laura bukan manusia," jawab Jenny. Sedetik kemudian dia melotot dan menampar mulutnya sendiri.

"Dia itu resmi menjadi pacarku sekarang, kenapa kau berpikir dia bukan manusia?" tanya Rendo dengan wajah datarnya.

"Ah, itu, aku hanya--" ponsel Jenny berdering. Dia segera berlari kembali. Alis Rendo terangkat satu.

Rendo tersenyum sendiri. Pikirannya melayang dimana ia berani mengungkapkan perasaan aneh yang menyerang hatinya. Hati nya yang dingin dan penuh luka. Siapa sangka matahari yang menerangi hatinya adalah Kegelapan? Mahluk dari dunia gelap.

Laura Angelica.

"Lo kesambet?" tanya Fredy.

Rendo menatapnya datar. "Nggak."

"Sejak kapan seorang Rendo si es tersenyum?" tanya Fredy. Matanya mencoba mencari kebenaran dari mata Rendo yang dingin itu.

"Sejak aku menemukan matahari gelap ku," jawab Rendo percaya diri.

Fredy menatap Rendo beberapa detik. Meneliti perasaan rekannya yang amat dingin itu.

"Lo pacaran?!"

Rendo tidak menjawabnya. Ia memasukan kedua tangannya ke dalam saku. "Aku sudah lama tidak bermain, apa ada tugas?"
* * *

Pagi ini, Laura di kejutkan oleh adanya Rendo di depan pintu rumahnya.

"Kenapa kau ada di sini?" tanya Laura dengan wajah datarnya.

"Menjemput pacarku." Rendo tersenyum tipis.

Ketika Laura melihat senyuman Rendo, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Tersenyum.

Rendo menarik Laura menaiki motornya. melaju dengan kecepatan yant cukup cepat.

"Jika kau tidak melambatkannya--" tangan Laura memeluk erat Rendo, "--aku dengan senang hati memainkan sebuah melodi untuk mu."

Rendo menelan ludahnya. Perlahan tapi pasti ia melambatkan kecepatannya. Laura menyeringai melihat Rendo yang takut.

Malaikat Kematian, tetaplah Malaikat Kematian.

Mereka berdua sampai di sekolah. Tangan Rendo mengenggam tangan Laura erat. Laura yang merasakan hal aneh terjadi, segera melepaskan genggamannya.

"Lo pacaran sama Laura? tanya Fredy yang tiba-tiba berada di depan mereka.

Rendo tersenyum dan segera menjawab. "Iya."

Jenny yang--biasanya--bawel kini diam. Ia masih tidak mengerti apa yang terjadi pada Laura. Itu hal yang sangat mustahil. Eh--apa mungkin ... tidak! Itu tidak mungkin! batin Jenny.

* * *

Jenny melangkah perlahan. Ia diam-diam mengikuti Laura yang berjalan pulang. Ia penasaran dengan Laura. Apa dia benar-benar manusia? batin Jenny.

Jenny mengendap-ngendap perlahan. Ia 'kan mempunyai pekerjaan sampingan membunuh, jadi mengendap-ngendap bukanlah hal yang sulit.

Laura sendiri berjalan perlahan di depan sana. Menuju rumahnya yang kecil dan nyaman. Sepertinya Albert masih ada di rumahnya. Tapi..., entahlah.

"Addy!" seru Laura.

Jenny meremas pisau yang ia genggam. Di sana ada seseorang yang selalu berwajah datar kepadanya. Laura juga berwajah sangat datar. Kedua orang berwajah datar itu menampilkan ekspresinya masing-masing.

Senyuman, tawa, kehangatan.

"Aku tahu, kau di sana, keluar lah!" teriak Laura.

Membuat jenny mengerjap. Ia menunduk dan berjalan mendekat. "Ma-maaf."

Albert meneliti wajah gadis di hadapannya. Wajahnya menjadi datar begitu tahu siapa yang berada di hadapannya. "Kenapa kamu di sini Jen? Apa Ibumu yang menyuruhmu mengawasi Ayah."

Laura menatap Albert tidak percaya. "Jenny ..., saudari tiri aku?"

Albert menghela napas. "Aku tidak tahu."

Jenny mengenggam pisaunya erat. Ia berlari begitu saja meninggalkan Laura dan Albert.

Laura menghela napas. Matanya menatap Albert nanar. "Addy, dia pernah mau membunuh Addy."

"Dari mana kau tahu? Apa? Bagaimana bisa?" tanya Albert tidak mengerti.

Laura tidak menjawab. Ia segera masuk ke dalam rumahnya tanpa berkata apapun. Tanpa menjelaskan apapun kepada Albert.

Laura masuk ke dalam kamarnya. Masalah nya terlalu rumit. Jenny psychopath, ia anak Addynya..., dan dia pernah ingin membunuh Addy, batin Laura. Laura menghela napas beberapa kali.

"Kau kenapa Ara?" tanya Albert. Tangannya beberapa kali mengetuk pintu kamar Laura.

Laura menggeleng perlahan. Ia membuka pintu dunia gelap. Perlahan ia masuk ke dalamnya dan menghilang.

Albert menghela napas. Ia membanting tubuhnya ke sofa. Mata hitamnya menatap langit di luar sana yang tampak cerah dan indah.

---TBC, Minggu 11 Oktober 2015---

A/N : Duh, maaf baru update T^T ada yang merasa tergantungkan olehku(?) Btw, cerita ini abal banget ya? Aku jadi terhura sama kalian yang masih setia menanti nih cerita absrud. Oke basa-basinya kelar! Bhay!

Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang