20th Melody

3.6K 292 0
                                    

A/N : Mulmed ada Ana versi pelayan di dunia gelap(?)

---00---

"Kenapa Nona senyam-senyum? Pasti tadi ada ap--"

"Jangan berisik Ana!" seru Laura kesal. Mukanya menjadi merah perlahan.

"Aku nggak nyangka mahluk seperti kalian akan saling mencairkan es yang beku."

Laura mengendikan bahu. "Aku pun begitu."

Laura mengalihkan pandangannya keluar jendela. Pikiran melayang entah kemana. Terutama, karena kenyataan bahkan Laura adalah seorang malaikat kematian.

"Masa depan memang harus dipikirkan, tapi jangan sampai lupa untuk menikmati masa kini," ujar Ana. Paruhnya membuka dan menutup cepat.

Laura tersenyum kecil. "Kau benar juga ya."

"Kak Alaa!!" seru Tamara yang langsung memeluk Laura dari belakang.

"Mara ...," ujar Laura seraya berbalik dan mengusap kepala Tamara.

"Kak!! aku mau main ... jalan-jalan!" serunya bersemangat.

"Kamu mau jalan-jalan ke---"

"Ara sayang! Kita jalan-jalan ke---" ujar Albert yang tiba-tiba masuk, memotong pertanyaan Laura.

"Addy?" Itu bukan dari mulut Laura, melainkan dari mulut kecil Tamara.

"Tama?"

"Addy!!" Tamara segera berlari memeluk Albert dengan erat. "Tama kangen!"

Laura sendiri tak memgerti dengan kejadian itu. Apa? Tamara adik kandungnya? Bagaimana bisa, Laura tak mengingat satupun tentangnya?

Setelah Tamara dan Albert selesai berpelukan. Laura bertanya, "Bisa jelaskan apa yang terjadi?"

----00----

Laura menatap langit bertaburan bintang yang indah. Ia memejamkan matanya dan merasakan semilir angin menerpa wajahnya lembut.

Ia tak menyangka, bahwa Tamara dan adik kandungnya, ternyata Tamara lahir sehari sebelum insiden itu, dan Mom membawa pergi Tamara bersamanya.

Aku sama sekali tak tahu. Tak ada yang memberitahuku apakah aku segitu gak pentingnya? batin Laura.

"Ara sayang, kamu memikirkan apa?" tanya Albert lembut.

Mereka bertiga kini berada di salah satu bangku taman. Laura tengah menatap langit, Albert tengah menatap kedua putri kesayangannya, Tamara tengah menikmati cokelat yang dibelikan Albert dengan nikmat.
"Bukan apa-apa, kenapa Addy gak pernah bilang kalau aku punya adik?" tanya Laura dengan nada datar.

Albert terdiam. "Maaf ...."

"Apa kata maaf mampu mengubah apa yang telah terjadi?" tanya Laura dengan nada dingin.

Albert terdiam. Ia mengalihkan pandangannya pada bintang-bintang indah di langit sana. Sunyi menyapa mereka. Tak ada suara yang timbul, kecuali Tamara yang tengah asik berbicara sambil makan cokelat.

Laura menghela napas panjang. "Nggak ada gunanya aku marah, marah juga gak akan mengubah apa yang telah terjadi."

Albert tersenyum kecut mendengarnya. Nada kekecewaan terlontar dari mulut putrinya itu. Kecewa karena dirinya tak pernah memberitahukan satu fakta yang penting.

"Ara, kita main ke sana yuk?" Laura menunjuk sebuah tempat ramai dan berkelap-kelip dengan lampu. Di dalamnya terdapat bianglala yang begitu indah.

Tamara dengan mata berbinar itu mengangguk dengan semangat. Tangannya segera meraih tangan Laura yang dingin. Senyuman lebarnya membuat sudut bibirnya tertarik ke atas.

Albert perlahan mengikuti kedua putrinya. Helaan napas berat keluar dari kedua mulutnya. Sesaat kemudian senyumannya kembali mengembang.

Laura berjongkok, agar posisinya sejahar dengan Tamara kecil. "Mara mau naik itu 'kan?"

Tamara mengangguk antusias. Laura tersenyum, kemudian pandangnnya teralih pada Albert. "Naik itu ya?"

"Ya," jawab Albert.

Tangan kecil Tamara meraih tangan Laura dan menariknya kebarisan antrian. Tamara melompat-lompat kecil kergirangan, penuh semangat.

Ketika kaki Laura akan melangkah, sebuah gulungan tak kasat mata mubcul begitu saja dihadapan Laura. Ia menghela napas panjang dan melirik Albert. "Aku harus pergi."

Genggaman Tamara menguat. Ia tau Laura akan segera pergi, dan ia tidak mengizinkannya. Laura yang menyadari sikap Tamara itu segera berjongkok dan mencium kilat pipi Tamara. "Kakak pergi sebentar."

Laura berlari dan menggerakan tangannya perlahan, merubah wujudnya. Gaun berwarma merah dengan sebuah tudung panjang berwarma hitam kembali muncul.

Laura segera melayang rendah menuju danau. Dalam waktu singkat, ia telah tiba di sana. Tampak seorang gadis twintail tengah duduk termenung sendiri. Tangannya sesekali melemparkan batu kerikil di sekitarnya ke dalam danau. Isak tangis gadis itu terdengar samar.

Laura terdiam. Ia hanya memutar serulingnya perlahan dan bersiap. Gadis itu melangkah mendekati danau yang ada di hadapannya. Matanya menatap kosong ke depan.

Prang!

Laura melotot sesaat, namun kemudian datar kembali. Sebilah pisau ia jatuhnya kan dari tangannya.
"Kenapa? Kenapa Dad lebih memilih Laura dari aku?"

Deg!

"Apa maksudmu?" tanya Laura tanpa sadar.

Gadis twintail itu berbalik. Jenny menatap Laura, dan Laura menatap Jenny.

---

TBC, 31 Desember 2015

A/N : Author disini!! Eh iya katanya mau Hiatus kan? O.o Aku update karena mau bilang kepada readers tercinta ...

"SELAMAT TAHUN BARU 2016 MOGA DI TAHUN DEPAN LEBIH LEBIH DAN JAUH LEBIH BAIK DAN BERHASIL DARIPADA TAHUN INI."

Big Hug,
Icha.


Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang