Fourteenth Melody

3.7K 309 8
                                    

Laura melayang ke rumah. Kaki polosnya menyentuh tanah yang dingin. Detik itu juga Laura kembali menjadi manusia. Tangannya membuka pintu.

"Welcome home, My Littel Girl," sapa seseorang di balik sofa.

Laura mengedip. Ia segera berlari dan menubruk orang yang sedang duduk santai sambil menikmati coffee itu. "Addy! Ngapain malem-malem di sini?" Laura cukup kaget dengan kedatangan tamu tak di undang. Malam-malam sudah ada di rumahnya.

"Runita pergi menginap selama tiga hari, Jen juga pergi entah kemana, jadi aku juga ingin pergi bertemu Ara!" seru Albert senang. Tingkahnya seperti anak kecil sangat bertolak belakang dengan wajahnya yang--sangat--berwibawa itu.

Laura menjatuhkan diri di atas tubuh ayahnya itu. Ia tersenyum lebar, matanya berbinar menatap Albert. "Addy nekad!" Laura mengerucutkan bibirnya lucu.

Albert tersenyum. Tingkah lucu putrinya selalu bisa membuatnya tertawa. "Aku boleh nginep di sini 'kan Ara?"

Laura tidak menjawab. Ia memeluk Albert. Perlahan matanya terpejam. Tidur di dalam dekapannya Albert. Seekor burung hinggap di bahu Albert.

"Good Night, sayang." Albert mengecup kening putrinya. Anggap saja kejadian menghilangnya Laura kemarin telah membuka matanya.

Ia tidak akan pernah meninggalkan Laura lagi. Ia akan memulai hidup baru dengan Laura.

====

Matahari menembus masuk melalui jendela-jendela di rumah Laura. Membuat Laura membuka matanya perlahan. Laura bangun dan mengucek matanya.

"Selamat pagi, Ara!" sapa Albert.

"Pagi, Addy," sahut Laura. Kakinya melangkah menuju kamar mandi kesayangannya. Menyalakan air shower dan mulai membersihkan diri. 

Albert menuju dapur. Ia segera memasak sarapan untuk dirinya dan Laura. Membuat nasi goreng ala Albert. Beberapa menit kemudian, Laura keluar dengan sudah berpakaian santai miliknya. Ia segera duduk di meja makan dan menunggu Albert menyelesaikan kegiatan memasaknya.

"Aku merindukan nasi goreng, Addy!"seru Laura. Albert tersenyum dan menaruh satu porsi nasi goreng ke hadapan Laura. Tanpa banyak berkata-kata, Laura segera melahap nasi goreng itu.

"Enyak!" serunya sambil mengacungkan jempol.

"Siapa dulu yang masak," ucap Albert membanggakan dirinya.

Laura memutar bola matanya malas. Ekspresinya kembali menjadi datar. Ia membula sebuah gulungan yang kembali muncul di hadapannya.

"Seorang pasien rumah sakit kanker akan meninggal, pukul 08.00."

"Seorang wanita akan meninggal karena sebuah kecelakaan, pukul 09.00."

"Jadi ... kita mau kemana hari ini?" tanya Albert. Gulungan tak kasat mata di hadapam Laura segera menghilang.

"Aku ada tugas Addy," ucap Laura lesu.

Albert menatap Laura bingung. Namun, beberapa detik kemudian Albert mengerti. "Addy masih penasaran, bagaimana kamu mendapatkan kekuatan itu, apa itu menyedihkan?"

"Aku mendapatkannya saat aku benar-benar tidak ingin ada lagi di dunia," jelas Laura dengan wajah datarnya. Ana dalam wujud burung gagak menempel di bahu Laura.

Albert menatap Ana bingung. Ia tidak mengerti karena di bahu Laura menempel seekor burung gagak. Laura menangkap wajah bingung Albert.

Jadi ia membuka suaranya, "Ah, ya, dia itu Ana, pelayan ku di dunia gelap."

Albert hanya bisa ber-oh meski tidak sepenuhnya mengerti. Laura tersenyum, lalu kembali berwajah datar. Perubahan raut wajah yang aneh dan sangat cepat.

"Ah, aku banyak tugas hari ini," keluh Laura. Sebuah gulungan kembali muncul di hadapannya. Menampilkan empat tugas sekaligus.

"Aku akan menunggu, sampai kau menyelesaikan semua tugas mu, Ara," ucap Albert penuh kasih sayang. Laura segera merubah wujud dan melayang pergi.

Ana juga mengikutinya dalam wujud burungnya. Meski, ia menghilang di tengah jalan. Ia ingin melihat dunia manusia dengan jelas.

Laura kembali menatap manusia yang terbaring di sana. Untuk kesekian kalinya, Laura memainkan melodinya. Ketika melodi di mulai, pasien itu mengalami kejang-kejang danketika melodinya berhenti, pasien itu telah tiada.

"Melodimu sangat indah untuk menghantarkan kematian ...," puji cahaya yang berasal dari gadis itu.

Laura menatapnya datar. "Aku hanya bertugas."

Di sisi lainnya Albert sedang duduk manis di atas kasur Laura sambil memandangi seluruh isi kamar Laura. Matanya melirik buku diary milik Laura.

"Jangan buka sesuatu yang bukan hak mu," ucap seorang dengan kedua sayap di sisinya.

Albert mengedip. "Bagaimana kau masuk? Dari mana asal sayap itu?!"

Rendo terkekeh. "Aku ber-eksperimen membuat mantra, dan aku menemukan ini," ucap Rendo. Ia juga memandangi isi kamar Laura yang sangat bersih.

"Keren 'kan?" Rendo menatap hasil karyanya. Di punggungnya terdapat dua sayap berwarna cokelat, seperti matanya.

"Kenapa kau terlihat? Nanti kalau orang-orang lihat bagaimana?" tanya Albert.

"Ah, aku sudah memantrai Oom makanya Oom bisa lihat ini," jelas Rendo.

Albert mengangguk-ngangguk mengerti. Ia mengangumi sayap indah yang ada di belakang punggung Rendo. "Ah, bagaimana Oom bisa di sini?" pertanyaan Rendo membuat Albert kembali ke dunia nyata.

"Ah, aku bermain ke sini! Aku mau memperbaiki hubunganku dengan Laura," kata Albert penuh semangat.

Senyuman tipis terbentuk di wajah Rendo. Setidaknya Laura akan bahagia sekarang. Karena ayahnya telah kembali berada di dekatnya.

* * *

Laura sudah melayang cantik di sebuah jalan. Kaki polosnya menyentuh tanah. Ia mengamati seseorang yang akan ia berikan sebuah melodi. Saat mata Laura menagkap seorang wanita. Napasnya tercekat. Sebuah keluarga bahagia.

Ayah, ibu, dan anak mereka yang berumur 5 tahun. Wajah mereka sangat berseri. Laura memandangi wanita yang sedang bicara dengan putri kecilnya.

"Mommy ...," ucap Laura lirih. Ia mengamati bayangan hitam yang mengelilingi tubuh wanita itu.

Ayah dari keluarga kecil itu pergi. Anak kecil nya meregek ikut. Ia berlari ke jalan raya. Laura segera memulai permainan melodinya. Sang Ibu yang merupakan Mommy Laura berlari. Ia mendorong anak kecil tadi ke tepi. 

Ibu itu segera tertabrak sebuah mobil berkecepatan tinggi. Laura menghentikan permainannya. Meski lagi itu belum selesai. Ia hanya ingin bicara dengan ibunya. Untuk terakhir kalinya.

Laura melayang mendekati ibu itu. Ia membuka tudung yang menutupi wajahnya. "Mommy, aku tidak menyangka ini adalah pertemuan terakhir kita."

Ibu itu mengedip. Kepalanya terasa sakit sekali. Ia bahkan melihat darahnya dimana-mana. Namun, sesuatu di depannya menarik perhatiannya. Matanya melotot menatapnya.

"Kau membunuhku?!"teriak Ibu itu.

TBC---Senin, 31 agustus 2015--

A/N : Hola! Apa kabar kalian? Huehehehee yap! Icha update lagi nih! Silahkan dinikmati /eh/ dan silahkan menunggu kelanjutannya minggu depan! See you readers!

Laura MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang