Aku Dariel Adeleigh, putra kedua dari pasangan Devano Adeleigh dan Maria Shannet.
Orang-orang selalu bilang aku beruntung lahir di keluarga ini, punya Ayah yang sukses dengan firma hukumnya, Ibu yang seorang pensiunan dokter spesialis dan juga Kakak yang super jenius.
Kalau dilihat dari kaca mata mereka aku ini mungkin memang beruntung, aku sendiri juga menyadari kalau aku ini lebih beruntung dibandingkan anak-anak lain di luar sana, tapi kehidupan ku yang sering mereka cemburukan tidaklah seindah itu.
Keluarga ku yang terlalu sempurna membuat ku merasa kecil, merasa bukan apa-apa dibanding mereka terlebih lagi Kakak ku.
Aku tidak ingat kapan perasaan ini mulai muncul, tapi kalau boleh jujur perasaan ini agak menyiksa ku, meski lama kelamaan aku mulai terbiasa tapi tetap saja aku ini manusia biasa, kadang rasa iri, rasa insecure pasti datang menerpa ku jika di sekeliling ku dipenuhi orang luar biasa.
Aku akui aku iri terhadap Kakak laki-laki ku yang jenius, dia tidak pernah terlihat kesulitan dalam pelajaran, beradaptasi dan juga bersosialisasi sangat berkebalikan dengan ku.
Aku tidak bodoh, aku masuk jajaran orang cerdas di sekolah ku tapi kalau dibandingkan dengan Kak Darius, aku kalah telak.
Kak Darius hanya berbeda 5 tahun dari ku, di saat aku kelas 1 SD seharusnya saat itu dia kelas 6 SD tapi karna Kak Darius jenius, Kak Darius justru sudah persiapan masuk SMA saat itu.
***
Aku memutar bola mata ku jengah, lagi-lagi Mama sibuk dengan Kak Darius. Padahal hari ini aku ada pentas di sekolah bertemakan Ibu. Mama tidak bisa hadir karna Mama sibuk menemani Kak Darius persiapan untuk lomba.
Itu baru persiapan bukan lomba sungguhan, tapi kenapa Mama tidak bisa menyisihkan waktunya sebentar saja untuk mampir ke sekolah ku. Agar aku bisa memberikan bunga pada Mama saat lagu yang ku nyanyikan di atas panggung bersama teman-teman ku selesai. Tapi Mama tidak datang, aku hanya berdiri diam di atas panggung sementara teman-teman ku yang lain sudah turun dari panggung untuk memberikan Ibu mereka setangkai bunga dan memeluk Ibu mereka.
Aku menengok ke arah samping ku di mana ada anak laki-laki lain yang juga tidak turun dari panggung, seingat ku Ibunya sudah meninggal saat melahirkannya jadi dia tidak punya Ibu. Aku punya Ibu tapi rasanya seperti tidak punya.
Acara telah selesai, setangkai bunga itu masih ku genggam saat mobil jemputan ku datang. Di dalam mobil aku hanya bisa memandangi bunga tersebut sampai mobil memasuki area rumah ku.
Saat aku masuk ke rumah yang ku lihat pertama kali adalah Mama yang baru keluar dari kamar Kak Darius membawa nampan berisi gelas kosong. Sepertinya Mama baru selesai memberikan Kak Darius Snack agar Kak Darius tidak jenuh saat belajar.
“Kau sudah pulang, bagaimana acaranya? Maaf ya Mama tidak bisa datang, Mama tidak bisa tenang kalau tidak mengawasi persiapan perlombaan Kakak mu.” Mama menaruh nampan itu di counter lalu melangkah mendekati ku, Mama melihat ada bunga di tangan ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost in Lust [END]
RomanceMau nilai bagus? Olivia punya cara untuk mendapatkannya selain belajar, yaitu dengan memberi blow job pada dosen killer yang pelit nilai. Jika blow job memuaskan maka nilai pun memuaskan.