Bab 28

38.1K 3.1K 159
                                    

Olivia keluar dari ruang interogasi setelah berjam-jam diberikan pertanyaan berulang-ulang untuk menjebak Olivia.

Meski Nicole sudah mengaku sebagai pelaku dan tertangkap basah saat sedang memukul kepala Jason yang hancur dengan golf. Bukti lain tetap dikumpulkan, termasuk kesaksian Dylan dan juga Olivia.

Memang detektif tidak mudah dibodohi, mau selihai apapun Olivia dan Dylan berdusta, keadaan TKP dan kesaksian Olivia dan Dylan dibandingkan dengan teliti.

Ada beberapa hal yang dianggap janggal, salah satunya adalah percikan darah yang ada di pakaian Olivia dan Nicole. Darah di pakaian Olivia lebih mirip percikan darah yang terciprat dari korban yang dipukuli dan Nicole lebih mirip darah yang dibalur secara sengaja ke tubuh dan pakaiannya.

Tapi Olivia memberikan alibi bahwa percikan darah pada dirinya saat kejadian itu karna Olivia berada di dekat Ayahnya saat Ayahnya dipukuli oleh sang Ibu. Olivia beralibi ia masih shock sehingga tidak bisa bergerak dari posisinya dan melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Ibunya memukuli wajah Ayahnya hingga hancur tak berbentuk wajah manusia lagi.

Nicole juga serupa diberikan pertanyaan berulang-ulang, pertanyaan bagaimana cara Nicole menghabisi nyawa Jason. Untuk pertama kalinya dalam hidup Nicole, Nicole merasa bersyukur akan sesuatu yang Jason lakukan yaitu mematikan CCTV.

Mungkin tujuan Jason mematikan CCTV pada malam itu agar ia bisa leluasa melecehkan Olivia tanpa perlu pusing akan tertinggal bukti yang bisa memberatkannya. Tapi siapa sangka keputusan Jason itu justru memudahkan Nicole untuk memalsukan fakta yang terjadi malam itu.

Saat sidang keputusan hakim, Nicole melihat ke arah Olivia dan Dylan yang juga hadir dalam persidangan. Mereka memandang Nicole dengan tatapan bersalah, sedih, kecewa tapi berbeda dengan Nicole. Nicole tersenyum pada Dylan dan juga pada Olivia untuk pertama kalinya bahkan saat hakim mengetuk palu memberikan hukuman dua belas tahun penjara.

Dylan menangis histeris saat hakim memukul palunya, Dylan ingin berlari memeluk sang Ibu tapi Ibunya sudah lebih dulu diborgol dan dibawa pergi.

Olivia memandang punggung Dylan yang bergetar karna tangisannya, Olivia ingin memeluk Dylan namun Olivia terlalu malu untuk melakukannya. Dylan jadi harus tumbuh tanpa sosok Ibu dan Ayah karna ulah Olivia, kalau saja Olivia bisa menahan amarahnya sejenak saja mungkin Nicole tidak akan perlu menggantikan Olivia berada di penjara.

Tapi siapa kira kalau Dylan justru dengan sendirinya berbalik dan memeluk Olivia, menangis dalam pelukan Olivia hingga Olivia tanpa sadar juga ikut meneteskan air mata.

“Kak.. Mama kak..” tangis Dylan di pelukan Olivia, Olivia hanya bisa membalas pelukan Dylan erat. Olivia merasa bersalah sekali pada Dylan.

Darius tidak bisa diam saja melihat Olivia tertekan, meski Olivia tidak mengatakannya Darius bisa melihat semua dari wajah Olivia. Darius maju selangkah, merangkul Olivia dari belakang dan mengusap lengan Olivia lembut.

Darius berusaha memberikan Olivia dukungan, keputusan yang Olivia ambil sudah benar.

***

“Kenapa Ma? kenapa Mama menolong aku?”

Itu pertanyaan yang pertama kali lolos dari mulut Olivia saat ia akhirnya diperbolehkan untuk pertama kalinya mengunjungi Nicole yang kini menjadi tahanan lapas.

Nicole menatap tajam Olivia seolah memperingatkan Olivia untuk tidak bicara sembarangan, ada sipir penjara yang menjaga.

“Anggap saja ini permintaan maaf Mama karna tidak pernah bisa melindungi mu dari Papa, Mama selalu diam setiap kali kau disiksa. Sekarang pulang lah dan jangan pernah kembali kemari, begitu pula dengan Dylan jangan biarkan dia menemui ku kemari. Jalani hidup kalian dengan tenang tidak perlu pikirkan Mama di sini dengan begitu masa depan kalian bisa aman.”

Olivia menggelengkan kepalanya, ia sedih melihat Nicole mengenakan pakaian tahanan. Seharusnya ia yang di sana dengan seragam tahanan itu bukan Nicole.

“Olivia.. jangan merasa bersalah, kau tidak bersalah. Kau sudah melakukan apa yang benar, kau berhasil melakukan apa yang selama ini tidak berani Mama lakukan. Mama harap kau dan Dylan bisa hidup normal dan bahagia di luar sana, tidak usah pikirkan Mama di sini karna Mama baik-baik saja dengan Isabella di sini. Kau hanya perlu jalani hidup mu seperti biasanya dan juga tolong.. tolong jaga Dylan. Dylan sangat sayang padamu dan Mama juga tahu kalau kau menyayanginya.”

Nicole berusaha keras untuk tidak menangis, “Tolong pastikan Dylan makan teratur, sekolahnya juga pastikan tidak berantakan. Dylan kemungkinan akan dibully di sekolah karna kasus keluarga kita. Dia pasti sangat butuh kau di sisinya, selama ini kau yang paling dekat dengan Dylan bahkan lebih dari Mama sendiri. Mama yakin Dylan pasti akan mendengarkan mu dengan baik. Dan juga..”

Nicole terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya, “Jaga kesehatan mu juga Olivia, kuliah yang serius jangan main-main kau satu-satunya yang Dylan miliki sekarang. Tidak masalah kalau nilai mu tidak sempurna yang terpenting kau bisa mengejar impian mu, sekarang pulang lah dan jangan pernah kemari lagi.”

Olivia menggelengkan kepalanya menolak, bagaimana bisa Nicole semudah itu menyuruh Olivia untuk menjalani hidupnya seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa sedangkan Nicole mendekam di penjara akibat ulah Olivia sendiri. Bahkan Nicole melarang Olivia untuk sekedar menjenguk, ini tidak adil.

Olivia memang sejak kecil selalu mengharapkan kasih sayang Nicole, selalu berharap suatu hari Nicole akan berpihak padanya dan membelanya dari kekerasan yang Ayahnya berikan tapi bukan begini caranya.

“Aku pasti akan menjaga Dylan, aku juga akan kuliah dengan benar. Aku tidak akan main-main lagi tapi aku akan tetap mengunjungi Mama begitu pula dengan Dylan, Mama suka atau tidak suka aku akan tetap datang. Aku pergi sekarang dan aku akan kembali lagi Minggu depan, jaga kesehatan Mama.”

Olivia bangkit berdiri bersamaan dengan waktu kunjungan yang habis, Olivia keluar dari area lapas dan berlari menghampiri Darius yang sudah menunggu di depan mobilnya.

Olivia berlari ke arah Darius yang sudah membuka lebar tangannya. Olivia menenggelamkan dirinya di dalam pelukan Darius dan menangis di sana. Sekarang Olivia tidak ragu lagi untuk menangis di depan Darius, tak ragu lagi untuk menunjukkan sisi lemahnya pada Darius karna seburuk apapun Olivia, Darius tetap berada di sisinya dan mencintainya.

Darius mengusap lembut punggung Olivia, “Kita harus pulang, Dylan pasti sudah menunggu kita di rumah kita.”

Ya, rumah kita.

Rumah yang sudah Darius siapkan untuknya bersama Olivia dan Dylan.

2 bab lagi tamat👍

Lost in Lust [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang