BAB 30: DI SURABAYA..

977 209 314
                                    

~ Happy Reading ~




Semalam mereka baru sampai saat jam sudah menunjukan pukul 10.30 malam. Dan saat tiba di rumah ternyata Ayah dan Ibu Raline sudah tidur. Karena kondisi kesehatan Ayah Raline yang belum begitu sehat, jadi mereka memutuskan untuk menyapa keesokan hari.

Seperti pagi ini.

Jerome dan Raline yang masih mengantuk terpaksa harus bangun pagi buta karena sudah menjadi kebiasaan di keluarga Raline untuk bangun saat matahari belum terbit terlalu tinggi.

Sebenarnya dulu Raline terbiasa bangun di bawah jam enam pagi. Tapi semenjak pindah dan merantau ke Jakarta, dia jadi lebih sering bangun siang. Apalagi kalau ada kelas siang, dia pasti baru akan bangun dari tidurnya saat jam sudah menunjukan pukul delapan pagi.

"Ini ya pacarmu yang sering di omongin sama Dimas, nduk?" tanya Ayah sambil meneliti penampilan Jerome dan atas sampai bawah.

"Iya, Yah. Ini namanya Jerome, dia juga temen nya Mas Dimas." jawab Raline.

Jerome langsung menyapa Ayah dan Ibu Raline dengan tutur kata yang sopan.

"Saya Jerome, pacarnya Raline dari Jakarta. P-pangapunten saya ndak ngabari kalau mau kesini." ucap Jerome dengan menggunakan bahasa jawa yang dia pelajari sedikit.

Dari nada nya terdengar bergetar menandakan kalau cowok itu tengah menahan gugup.

Raline memiringkan tubuhnya mendekati Jerome yang duduk di sampingnya. Dia berbisik dengan pelan, "nggak usah pakai bahasa jawa juga gapapa kok, Yang. Ayah sama Ibu bisa ngomong pakai bahasa Indonesia kok."

Jerome tiba-tiba jadi panik. Dia lupa kalau sebelumnya Raline sudah pernah memberitahu nya kalau Ayah dan Ibu nya bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar. 

Dia merutuki dalam hati karena merasa konyol di hadapan Ayah dan Ibu nya Raline. Entah apa yang sedang dipikirkan beliau tentangnya. Mungkin Jerome akan mendapat nilai minus dari calon mertua.

Eh... Calon mertua?

"Saya pernah tinggal di Jakarta juga kok. Dulu, pas kuliah saya jadi orang Jakarta. Kalau kamu ngajakin saya ngomong pakai logat anak Jaksel juga saya bisa." kata Ayah nya Raline.

Jerome langsung tersenyum canggung. Rasanya usaha nya untuk menghafal kosakata bahasa jawa tidak berjalan dengan baik.

"Gimana keadaan ayah sekarang? Kenapa nggak ngabarin aku kalau ayah masuk rumah sakit? Ibu juga kenapa nggak ngasih tau ke aku?" ucap Raline memulai topik obrolan yang jauh lebih penting.

"Ayah udah baik-baik aja kok sekarang. Rasanya badan ayah udah enteng setelah lihat anak wedhok ku sing ayu dewe."

"Maafin Ibu ya, Rell. Bukannya Ibu nggak mau ngabarin kamu, tapi waktu itu Ayah bilang jangan ngabarin pas Ayah masih kritis. Takut kamu panik dan nekat pulang ke Surabaya."

"Iya gapapa, Bu. Tapi lain kali kabarin aku juga kalau ada apa-apa disini."

"Jadi apa yang di omongin Dimas bener toh?" celetuk Ayah tiba-tiba.

Jerome dan Raline kembali dilanda serangan panik begitu nama Dimas disebut. Mereka berdua saling bertatapan dalam diam.

"Bener apa nggak, Rell? Dimas bilang katanya kalianㅡ"

"Itu nggak bener, Om. Saya cinta kok sama Raline. Saya serius punya hubungan sama Raline." sahut Jerome cepat dengan nada tegas.

Ayah dan ibu nya Raline sontak langsung terdiam sambil menatap ke arah Jerome. 

[2] HATI dan WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang