Chapter 38 || GOLD

388 29 1
                                    

"Hidungnya sangat mirip denganku ya? rambutnya juga gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hidungnya sangat mirip denganku ya? rambutnya juga gelap. Dia sempurna,Lily. Terima kasih," Tristan mengecup kening Lily sambil memeluk pundaknya,mereka berdua terpukau dengan anugerah yang saat ini sedang mereka gendong dipelukan mereka. Seorang putra tampan yang akan menjadi adik kecil Brianna. 

"Semua anak kita sama denganmu,sayang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Semua anak kita sama denganmu,sayang. Sepertinya,DNA milikku kurang berbakat,sampe gak ada satupun anak kita yang sama denganku," canda Lily cemberut. "Tenang aja sayang, kan kita masih punya satu anak lagi diatas sana," jawab Tristan. Lily terperanjat dan melihat suaminya dengan tatapan  tidak percaya. "Kamu masih mau nambah lagi?" tanya Lily membelalak. Tristan balik menatap istrinya dengan tatapan bingung, lalu menjawab, "Why not?"

"Why not pantatmu!!!" seru Lily kesal. Hari ini adalah hari terakhir Lily menginap dirumah sakit,besok dirinya akan kembali kerumah bersama putra kecilnya. Namun,walaupun sudah 3 hari sejak kelahirannya,Lily dan Tristan masih belum memberikan nama untuk putra mereka. 

"Lily,besok setelah aku mengantarmu dan putra kita pulang kerumah,aku harus pergi bersama Sean dan Pete." Lily sedikit terperanjat,ia merasa informasi yang Tristan berikan saat ini terlalu mendadak. Gosh! dirinya baru saja melahirkan dan sudah harus ditinggalkan suaminya? "Kemana? Jangan bilang kau kembali bergabung di CIA?" sergah Lily.

"Tidak sayang. Maaf aku belum memberitahumu,tapi ini soal emas itu." Mata Lily terbelalak. Ia benar-benar sudah melupakan soal emas itu. Sejak ia berhasil menghukum Amber dan harus kembali mengubur keluarganya,Lily bahkan lupa soal pencarian emas. "Kamu sudah menemukannya?" tanya Lily antusias,tapi dengan cepat ia membumkam mulutnya karena sadar ia bicara dengan nada yang terlalu lantang. 

"Aku sudah menemukannya. Kamu tidak akan percaya dimana ayahmu menyimpan emas itu," ucap Tristan seraya tertawa. Lily mengerutkan dahinya karena dia benar-benar penasaran dan tidak mau menunggu terlalu lama, "Tristan! Dimana?!?" tanyanya kesal. Tristan kemudian mendekatkan wajahnya disamping telinga Lily lalu ia berbisik, "Tempat aku menjemputmu ketika kau lari meninggalkan aku." Tristan lalu menjauh dan menatap Lily dengan tatapan intens. Lily membulatkan matanya lalu menutup mulutnya dramatis, "Queensland? dirumahku? Tapi,mustahil. Paman arthur sudah mencari emas itu disana,mereka bahkan menyewa ahli dan menggunakan alat bantu canggih tapi tidak apapun disana,Tristan." Lily meragukan keberadaan emas itu,bisa saja Tristan keliru karena rumah itu adalah tempat pertama dimana Arthur dan Jen melaksanakan pencarian.

Tristan lalu tersenyum seraya mengambil putra mereka dari gendongan Lily dan membawa bayi mungil itu kedalam tempat tidurnya yang ada disamping tempat tidur Lily. Tristan mengecup bayinya yang sedang tertidur pulas dan meletakkannya dengan sangat lembut dan pelan, "Kamu disini dulu ya? Giliran ayah dulu buat cuddling sama ibumu,jangan egois loh. Ibu juga punya ayah," bisiknya. Tristan lalu berjalan kearah Lily,melepaskan sepatunya dan naik keatas tempat tidur sempit itu dengan posisi berbaring dipelukan istrinya.

"Hmm..tumben.." gumam Lily. "Apanya yang tumben? Aku selalu kangen sama kamu setiap hari. Dan saat mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu waktu kamu pergi begitu saja,benar-benar membuatku trauma." Tristan mengatakannya dengan tulus,manja namun tetap terdengar jantan dan maskulin. Lily tidak akan pernah terbiasa dengan penosa yang dikeluarkan suaminya.

"Sebenarnya,apa yang membuatmu lari saat itu? Apa kamu berpikir aku akan menolakmu dan anak kita?" tanya Tristan dengan nada serius. Lily akhirnya ikut berbaring dan menyampingkan tubuhnya agar bisa memeluk Tristan dengan erat. "Saat itu aku sangat ketakutan. Aku takut karena selama hubungan friends with benefit yang kita jalani saat itu,aku sebenarnya sudah menyimpan rasa cinta dan sayang padamu." Tristan terperanjat,ia menoleh kearah Lily lalu bertanya, "sejak kapan?" Wajah Lily mulai memerah,ia sangat malu mengakui hal ini padanya tapi mungkin saat ini adalah saatnya Lily mencurahkan semua isi hatinya pada suaminya.

"Sejak pertemuan kita ditoilet club di Boston," jawabnya tersenyum malu. Tristan bangkit dan duduk menghadap Lily. "Kau bercanda," balasnya tidak percaya. Lily mengikuti Tristan bangkit dari tempat tidur dan duduk seraya memegang tangan Tristan. "Aku serius. Saat melihatmu di club malam itu,jantungku berdebar dengan begitu cepat. Aku juga tidak tahu kenapa bisa seperti itu,biasanya aku tidak akan mudah berdebar untuk pria manapun,tapi saat melihatmu,jantungku tidak bisa kukendalikan. Lalu aku melihat kau bersama wanita itu berjalan menuju toilet wanita,saat itu aku memang ingin pipis,tapi sebenarnya masih bisa ku tahan. Yang tak bisa ku tahan adalah rasa cemburu saat  melihatmu bersama wanita jalang itu. Entah apa yang kupikirkan tapi saat itu aku begitu ingin memisahkan dirimu dari jalang itu,jadi aku mendorong kalian hingga kau terpental kedalam closet." Lily terkekeh saat ia menjelaskan duduk kejadian sebenarnya saat ia bertemu pertama kali dengan Tristan.

Tristan terpana dan diam karena terkejut dengan pengakuan istrinya. Sepertinya,ia juga harus melakukan sebuah pengakuan pada Lily,agar adil. "Sayang,kau tahu? Malam itu bukanlah kali pertamanya kita bertemu." Lily tersenyum semringah lalu menjawab, "Aku tahu. Pertemuan kita yang pertama kan saat kau menghajar Sean kare---" ucapan Lily terpotong oleh kecupan singkat Tristan dibibirnya. Lily tampak terkejut namun menyukainya.

"Salah. Jawabannya adalah coffee shop tempatmu bekerja." Lily tertawa pelan dan memukul pundak suaminya yang ia kira sedang bercanda. "Coffee shop apanya..,jangan becanda ah. Garing loh sayang,"sergahnya.

"Di Seattle. Aku pesan semua menu yang ada dicoffee shop itu karena katamu semuanya enak,jadi aku membeli semuanya. Apa kau ingat?" ungkap Tristan akhirnya. Lily termenung sesaat lalu mengepakkan tangannya seperti anjing laut ketika ia akhirnya mengingat kejadian bertahun-tahun lalu.

"Kau...si pembuka rejeki!!!" seru Lily. "Pembuka rejeki?" Tristan bertanya dengan ekspresi kebingungan. "Ia,pembuka rejeki. Saat kamu memborong semua menu yang ada disana,selama sebulan penuh menu-menu itu habis terjual setiap hari. Semua karyawan bahkan bosku menyebutmu sebagai si pembuka rejeki. Wow,aku benar-benar tidak menyangka kalau itu dirimu," ucap Lily sambil mengusap pelan wajah suaminya.

"Saat itu,aku sudah merasa tertarik padamu. Sama seperti kau,aku juga berdebar dengan debaran yang sangat berbeda. Aku tidak menghiraukannya hingga aku melihatmu kembali diclub malam itu. Wanita yang kuajak ke toilet hanyalah alat untuk memancingmu. Aku sengaja agar kita bisa bertemu karena aku tidak ingin kehilanganmu saat itu." Setelah saling mengungkapkan perasaan dan pengakuan mereka yang sebenarnya,Lily maupun Tristan hanya duduk berhadapan dengan tatapan terpana yang luarbiasa.

"Sepertinya,kita memang ditakdirkan untuk terjebak bersama,sayang." Lily terkekeh lalu memeluk Tristan dengan begitu erat. Tristan memejamkan matanya dan bersyukur atas sumber kebahagiaan yang Tuhan percayakan untuknya. Jalan hidup mereka seperti telah diatur sedemikian rupa agar bisa tetap saling bertemu dan pada akhirnya bersama seperti saat ini.

"Sayang,jadi emasnya dimana?" tanya Lily lagi. Tristan berdeham lalu akhirnya menjawab, "Di septic tank rumah kalian."

"HEEEHHHH?!?!"

To be continued❤️

Kalo emasnya bau tengik masih pada mau gak kalian? Hayo hayo 🥲🤣

INNOCENT PLAYBOY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang