Chapter 41 || BAD LUCK

355 27 1
                                    

"Tristan,ini sudah hampir tengah malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tristan,ini sudah hampir tengah malam. Seharusnya Andrew sudah sampai sejak sore tadi kan? Apa dia kabur lagi? ponselnya juga tidak bisa dihubungi," Lily berjalan mondar mandir didepan Tristan yang hanya memandangi keluar jendela. Tristan bukanlah tipe seorang ayah yang akan melepaskan anaknya tanpa mengawasi mereka. Sama halnya dengan Brianna yang selalu ia pantau melalui mata-mata yang bekerja untuknya,begitupun terhadap Andrew.

Tristan memerintahkan seseorang untuk mengawasi Andrew sejak hari pertama ia tahu Andrew berada di Italy. Dan beberapa jam setelah pesawat mereka mendarat,orang itu memberitahu Tristan bahwa Andrew sedang duduk tersungkur didepan bandara setelah ia membantu seorang anak perempuan. "Sayang,kau tidur lah. Aku akan menjemputnya dibandara," ucap Tristan sambil mengecup pelipis Lily perlahan. "Apa maksudmu? Andrew masih ada dibandara? Aku ikut!" seru Lily. Tristan menggelengkan kepalanya lalu memeluk Lily untuk menenangkannya, "Kalau kau ikut,anak itu akan berpura-pura tegar dan tidak akan bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan," jelas Tristan perlahan. "Tapi,aku ibunya Tristan. Kenapa dia harus berpura-pura?" Lily nampak tidak mengerti dengan maksud suaminya.

"Sayang,Andrew itu sedang menapaki tahap menuju pendewasaan. Berbeda dengan Brianna yang hobinya curhat dan mengutarakan semua apa yang ia rasakan,Andrew bahkan tidak pernah mengeluh sakit saat dia jatuh dan berdarah. Egonya sebagai laki-laki sangat kuat,sama sepertiku. Aku hanya akan terbuka pada ayah,karena aku tidak ingin menyakiti ibu jika ia tahu aku sedang tidak baik-baik saja." Lily mengerti maksud Tristan,selama ini dia terlalu mengkhawatirkan anak-anaknya,sampai ia lupa bahwa hal itu akan menjadi sandungan untuk anak-anaknya bisa terbuka padanya. "Baiklah,jemput anak kita. bawa dia makan ke tempat makan favoritnya,dan katakan bahwa aku tidak khawatir dan percaya ia baik-baik saja," airmata jatuh diatas pipinya. Ternyata begitu sulit saat seorang ibu harus merelakan anaknya tumbuh dewasa,batinnya.

***

Penerbangan terakhir malam itu sudah lewat hampir 2 jam yang lalu,namun Andrew masih saja duduk dilantai melamun. Pikirannya kosong hingga tidak sadar bahwa waktu sudah lewat tengah malam. Suara klakson menyadarkannya dari lamunan, "HEI KID!!" Andrew mendongak,melihat kearah sebuah mobil mercy berwarna merah menyala yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Ia menyeringai ketika memperhatikan bahwa ayahnya sedang melambaikan tangan dengan memakai kacamata hitam dimalam gelap seperti ini.

"Ngapain ngesot disitu? mau jadi penunggu bandara? masuk!" seru Tristan. Andrew menghela napasnya dan berdiri sambil mendorong koper yang dengan cepat ia masukkan kedalam mobil ayahnya. "Mobil baru nih?" goda Andrew. Tristan hanya terkekeh angkuh dan menancapkan gasnya. "Ibu tahu gak? ntar kayak tahun lalu,ayah bobo dibasement lagi loh," ucap Andrew mengingatkan. "Diem aja,ntar ibu tau sendiri kok." Andrew menyeringai lalu kembali muram. Tristan melirik,menemukan ekspresi tidak biasa putranya. Ia lalu berbelok tajam dan memutar arah. "Loh,kenapa balik yah?" tanya Andrew kebingungan.

"Ayah ingin ajak kamu ke tempat favorit ayah," jawab Tristan. "Kemana lagi yah? aku capek." Andrew benar-benar tidak mood untuk menghadapi ayahnya sekarang. "Percayalah padaku," jawab Tristan. Setelah berputar-putar,mereka berdua tiba disebuah club malam tua yang sepi pengunjung. Andrew semakin bingung sekarang,sepertinya kata ayah tadi, ia akan membawaku ketempat favoritnya? 

"Ini tempat favorit ayah?" Tristan mengangguk. "Apaan sih? Gak banget ngajakin ke tempat beginian,"protes Andrew. Tristan lalu melepaskan kacamata yang ia pakai lalu meletakkannya diatas dasbor. "Kau tahu kenapa tempat menjijikkan ini bisa menjadi tempat favorit ayah? Karena ayah bisa mendapatkan semua informasi yang ayah butuhkan ditempat ini," jelas Tristan. Andrew semakin bingung dan kembali melihat tempat menyedihkan itu,saat kemudian, tiba-tiba Andrew tersentak. Ia mengerjapkan matanya berulang-ulang untuk kembali memastikan bahwa penglihatannya tidak bermasalah.

Pria itu,dia yang mengambil Athea tadi. Pria gemuk brengsek!

Andrew hendak keluar dari mobil ketika tangan Tristan menghadang pintu dan langsung menutupnya paksa. "Ayah! aku harus keluar!" sergah Andrew. "Dan melakukan apa? kau akan melakukan apa?" tanya Tristan dingin. Andrew terdiam,ia merenung dan membenarkan pertanyaan ayahnya. Apa yang bisa ia perbuat sekarang? "Apa kau tahu hukum yang mengatur soal hal ini? apa kau yakin pria itu benar-benar bukan ayahnya? apa kau cukup kuat untuk membantu dan melindungi gadis kecil itu disaat kau saja belum bisa bertanggung jawab atas dirimu sendiri?!" ucapan ayahnya seperti sebilah pisau yang menusuk Andrew tepat dijantungnya. Membuatnya kesakitan namun tidak berdaya.

"Ambil dan gunakan kacamata itu." Perintah Tristan terdengar seperti titah dari seorang raja. Andrew mengambil dan langsung memakainya tanpa bertanya. Tiba-tiba Andrew terkesiap. Ternyata kacamata yang dipakai ayahnya bukan sekedar kacamata hitam biasa, Andrew bisa melihat informasi mengenai Athea dari kacamata yang ia pakai,lengkap dengan foto,passport dan visa ibu Athea. Terkejut,Andrew melepaskan kacamata itu dan memandang ayahnya dengan tatapan horor. "Ayah,bagaimana ayah bisa mendapatkan informasi ini?"

"Sudah ayah bilang kan? Tempat ini adalah sumber informasi yang selalu bisa ayah andalkan,bahkan orang yang sedang kau cari bisa saja ada disini," jelas Tristan. Ia menoleh dan menatap Andrew dengan tatapan serius. "Jika kamu ingin melakukan sesuatu,entah hal itu untuk menolong atau menyakiti seseorang,yang harus kamu lakukan pertama kali adalah tahu apa yang akan kamu lakukan details by details. Yang terpenting,kamu harus yakin disaat kamu melawan mereka,kamu tidak akan kalah. Artinya,kamu harus lebih kuat dari mereka,fisik dan mental."

Andrew mengepalkan tangannya,ia benci mengatakannya tapi yang ayahnya katakan benar. Saat ini Andrew tidak punya kekuatan apapun. Dia tidak mungkin menarik ayahnya dalam hal ini,dan dia tidak punya pilihann lain selain menunggu sampai ia cukup kuat untuk mengalahkan orang-orang mengerikan seperti mereka.

"Ayah...," panggil Andrew dengan suara bergetar. Tristan menoleh,bersiap mendengar permintaan yang mungkin saja akan merubah segalanya. 

"Setelah aku menyelesaikan masalahku disini,bisakah aku segera kembali ke Italia?" Tristan membeku. Matanya fokus memandangi manik cokelat putranya yang menunjukkan tekad kuat yang tidak akan goyah . "Apa kau tahu apa yang terjadi jika kamu pergi kesana?" tanya Tristan merendahkan suaranya. "Tidak. Tapi aku yakin,kakek akan membantuku untuk mencapai tujuanku. Aku tahu ayahpun bisa,tapi ibu pasti akan melarangku melakukannya. Dan aku tidak ingin menjadi anak yang menyakiti hati ibunya," kata Andrew tegas. 

Tristan tertunduk mendengar perkataan putranya. Dia tidak punya pilihan lain selain menyerahkan keputusannya kepada Andrew. Tapi disisi lain,dia tidak rela melepaskan putra bungsunya begitu saja. "Andrew,apa kejadian hari ini begitu menyakitkan bagimu sampai kau harus mengambil tindakan sejauh itu?" Saat mendengar pertanyaan itu,Andrew merasakan sensasi nyeri yang menyakitkan di ulu hatinya. Benar,kehilangan gadis kecil itu didepan matanya,seketika itu juga memporak porandakan dunianya.

"AKU KEHILANGANNYA TEPAT DIDEPAN MATAKU,AYAH!" Andrew meluapkan rasa sakitnya yang menggerogotinya sejak tadi. "Dia menatapku putus asa,Athea..,Athea meminta tolong lewat tatapan matanya padaku,tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa. Apa ayah tahu bagaimana rasanya? Kehilangan seseorang yang mungkin saja memiliki kesempatan untuk hidup bahagia,tapi direnggut karena ketidakmampuan seseorang untuk menyelamatkannya?" Andrew menumpahkan airmata untuk pertama kali dipelukan ayahnya.

Tristan menyambut rasa sakit yang dirasakan putranya dengan mencoba mengobatinya bagaimanapun caranya. Ia menepuk-nepuk pundak Andrew, "Baiklah. Setelah kau menyelesaikan masalahmu di Boston, ayah akan urus kepindahanmu ke Italy. Tapi,berjanjilah satu hal pada ayah." Tristan mendorong tubuh putranya dan menatap tajam kearah manik cokelat yang berkaca-kaca itu, "Berjanjilah,kau tidak akan pernah mengotori tanganmu dengan darah siapapun. Berjanjilah kau akan bertanggung jawab atas pilihan hidupmu tanpa menyakiti orang lain," ucapan Tristan jelas dan tegas. 

"Aku berjanji,ayah."

To be continued❤️



INNOCENT PLAYBOY [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang