2. Baby Kayla

15.2K 1.9K 53
                                    

“Dean!”

“Ssssst!” Dean lekas menempelkan telunjuk ke bibir dan memaksa Felix, salah satu penghuni panti yang sepantaran dengannya, tutup mulut. “Pelankan suaramu.”

Kami bertiga tengah berada di gang yang letaknya tidak jauh dari panti. Felix izin kepada perawat akan mengajakku ke puskesmas dengan alasan gigiku nyeri. Ini semua merupakan rencana Dean agar aku bisa pergi ke Kota Metro.

Bingung, ya?

Baiklah akan aku jelaskan secara terperinci. Dean bersedia menolongku mencari Ronan. Orang waras pasti menolak permintaan balita sepertiku, tetapi berhubung ini Dean yang memiliki jiwa sosial setingkat Tokyo Tower, maka semuanya bisa terjadi. Bukan sekali dua kali Dean melakukan tindakan di luar logika pahlawan, melainkan berkali-kali. Dulu ada salah satu anak yang mengeluh dirinya merasa tidak aman setiap kali pulang sekolah. Perawat maupun teman-teman yang lain mengabaikan keluhan anak tersebut, tapi beda cerita dengan Dean. Dia mendengar dan sengaja membeli jam tangan dan memodifikasi jam tersebut demi bocah itu.

Tahu, apa yang terjadi kemudian? Yup, ternyata bocah itu menjadi sasaran penculikan. Untung Dean sudah memasang pelacak di jam tersebut hingga memudahkan pihak berwenang menemukan si bocah. Otak Dean memang luar biasa!

Kasusku sama seperti bocah itu. Tinggal mengeluh, maka Peri Dean akan melakukan keajaiban!

“Kamu sinting, ya?” Felix mendelik. Dia masih menggendongku seolah Dean akan menjualku ke penimbun organ tubuh. “Omongan balita kamu dengarkan? Besok dia bilang ayahnya seorang presiden, pasti kamu percaya begitu saja!”

“Felix,” Dean memperingatkan, “jaga suaramu. Kalaupun ayahnya Kayla seorang presiden, maka itu jauh lebih bagus.”

Dean berjongkok, menarik resleting dan mulai mengeluarkan jaket dan peralatan gendong. “Sini,” katanya memberi intruksi kepada Felix, “Kayla harus pakai jaket. Jangan sampai dia kedinginan.”

“Kamu gila! Sinting!” Felix menggerutu, meski begitu dia tetap mengamini perintah Dean. Dengan hati-hati ia meletakkanku dan membiarkan Dean memasang jaket bertudung....

“Nah, lucu, bukan?”

Senyum di wajah Dean terlihat puas. Hahahahahaaaa-aku ingin menangis! Dari sekian model baju yang bisa dipilih Dean, dia justru mengambil jaket berbulu warna putih lengkap dengan tudung yang dihiasi telinga kucing. Aku makin tenggelam! Orang hanya akan bisa melihatku sebagai gumpalan kapas!

“Baby Kayla, lucunya,” puji Felix yang sudah jatuh pada pesona keimutanku. “Dengar, ya! Dean, kamu harus segera kembali begitu bertemu dengan lelaki itu!”

“Oke!”

“Kalau dia seorang bapak berengsek, jangan serahkan Kayla!”

“Paham.”

Felix? Siapa yang mengajari pemuda manis ini kata-kata kasar?

***

Semua kursi di bus telah memiliki penumpang. Aku duduk bersama Dean dan beberapa kali harus menahan malu karena ada ibu-ibu yang berusaha mengambil fotoku. Andai saja Dean memilih jaket normal, maka setidaknya harga diriku bisa kulindungi.

Jarak antara Kota Metro dengan kota yang kutinggali kira-kira perlu sekitar dua puluh menit. Itu bila naik bus. Dean memilih bus daripada kereta api karena kami berdua belum memiliki tanda pengenal. Bus merupakan transportasi teraman dan termudah yang bisa dipilih oleh Dean.

Beberapa kali Dean menyuapiku roti dan berkata, “Sabar, ya? Sebentar lagi kita sampai.”

Berhubung ini Dean, salah satu calon pemilik masa depan cerah, aku percaya saja alias tinggal jadi tim penggembira. Sudah kubilang, ‘kan, bahwa Dean itu berotak encer? Dia bahkan mempersiapkan segalanya secara matang mulai dari perlengkapan balitaku, uang, dan alamat. Tentu saja kami butuh alamat Ronan!

VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang