13. Karma

9.8K 1.4K 13
                                    

Pulang dari acara reuni SMA (yang akhirnya kuketahui) berkedok pamer cucu perutku makin buncit. Ronan bahkan sampai menggodaku. “Kayla, siapa saja yang menawarimu makan, huh?” Tentu saja aku hanya sanggup menjawab dengan serdawa hebat. Tidak sopan papa yang satu ini. Jelas putrinya kebanyakan makan dan kesulitan mempertahankan kelopak mata agar tidak menempel, masih sempat dia mempertanyakan misteri perut buncitku! Oke, aku mirip Po. SIAP MELAKUKAN KUNGFU!

Dampak negatif kebanyakan makan bagi balita: Sakit.

Hahaha akhirnya aku kena karma karena terlalu baik. Jelas dong aku terlalu baik! Setiap kali ada nenek dan kakek yang menawariku makan, langsung kuterima. Makan tanpa memikirkan perut. Sampai rumah langsung muntah dan demam. Ronan membawaku ke rumah sakit dan di sana rasanya tidak enak. Beberapa kali aku curiga yang tengah bergelantungan di dekat gorden sebagai “penunggu”. Sontak aku pun menangis histeris. “Buhuuuu Papaaaaaa!”

Lupakan reputasi. Tidur di ranjang rumah sakit, sekalipun kelas VIP, tetap mengerikan.

Hanya ketika pulang saja aku merasa aman. Ronan tampaknya memutuskan melarang Richard membawaku ke mana pun. Terbukti dari suatu hari ketika Richard bertamu (dan kali ini Papa bisa memberi ceramah dalam bungkus kepentingan memperingatkan orangtua mengenai keselamatan balita).

“Ayah, Kayla tidak boleh makan terlalu banyak.” Begitu kata Ronan kepada Richard yang langsung disambut dengan:

“Aku hanya menawarinya puding,” Richard membela diri.

“Dan?”

“Kue,” jawab Richard dengan suara seperti mencicit, “mungkin temanku gemas melihat Kayla kemudian menawarinya jeruk.”

“Lalu?” Kali ini Ronan memicingkan mata.

“Antoni memberi Kayla puding.”

Haha sudah kuduga. Kakek melempar bola tanggung jawab ke tangan temannya.

Selain itu ada dua kakek yang juga bertamu ke rumah. Kakek Antoni dan Kakek Otto. Kakek Antoni hanya berkunjung selama beberapa menit. Dia menghadiahiku pot berisi tanaman kaktus mungil dengan bunga berwarna merah muda.

“Balita tidak boleh main kaktus, Om,” Ronan memperingatkan. “Bisa-bisa dia kena tusuk.”

“Aku, kan, memberinya bukan hanya demi Kayla, melainkan untukmu juga,” Antoni membela diri. “Lagi pula, kaktus sangat cocok dengan karaktermu.”

Saat itu Ronan tidak mengatakan apa pun. Diam seribu bahasa.

Pada kesempatan berikutnya, barulah Otto tiba. Berbeda dengan Antoni, dia tidak membawa kaktus! Hanya sekeranjang buah.

“Uwaaaa!” seruku riang. Mataku pasti berbinar melihat buah-buah ranum yang menggodaku: “Kayla.... Oh Baby Kayla, silakan makan kami.” Bahkan nyanyian mereka terdengar merdu dan lezat. Hehe biarkan aku makan sebutir plum!

Belum sempat aku melangkahkan kaki, Ronan terlebih dahulu meraihku dan menjauhkanku dari keranjang buah dalam buaian Otto.

Ronan telah melakukan kejahatan BESAR. Dia berani menjauhkan balita dari sumber kebahagiaan yakni, makanan.

“Selamat siang, Ronan.”

Otto memamerkan senyum manis, amat manis, hingga rasanya ada cahaya menyeruak keluar dari dirinya. Oh apakah merpati yang terbang di sekitarnya itu nyata? Mengapa tiba-tiba aku mendengar suara musik yang sering dipakai dalam acara Mr. Bean?

Ronan mempersilakan Otto duduk. Bibi Eliza meraih keranjang buah, ia kembali ke ruang tamu guna menjamu Otto dengan secangkir kopi dan sepiring kue.

“Bagaimana dengan Kayla?”

“Sehat,” jawab Ronan. Dia membiarkanku turun dari pangkuannya dan berlari ke arah Otto. “Bagaimana bisa Paman tahu kalau Kayla sakit?”

“Orang tua yang satu ini paham caranya memanfaatkan koneksi,” ujar Otto dengan bangga. Dia menunduk, mengamatiku yang kini menyentuh lutut, dan senyum di wajahnya pun makin mengembang. “Kayla, lain kali jangan makan apa pun dengan porsi terlalu banyak, ya?”

“Ugyuuuu.” Tergantung. Di masa depan pasti aku akan menemukan cara makan banyak tanpa cemas sakit perut. Ini semua karena tubuhku masih mungil. Ketika dewasa dengan tinggi seratus enam puluh sentimeter jelas makan banyak bukan masalah! Uhuhuhu aku akan tumbuh tinggi dan seksi. YES!

“Oh dan aku datang kemari bukan dengan tangan kosong,” Otto melanjutkan.

Otto meraih ponsel dan mengetik sesuatu. Tidak lama kemudian ponsel milik Ronan pun berdering.

Hmmm apa mereka sedang bertukar surat cinta?

“Ini?” Kerutan di kening Ronan semakin dalam. Kedua matanya memicing, bibir terkatup rapat, dan sekilas aku melihat otot di rahang Ronan berdenyut-denyut.

“Anggap saja sebagai bantuan,” sahut Otto. Dia kini membiarkanku naik ke pangkuannya. Seekarang aku mulai menganggap kaki Otto sebagai Dinding Rose! Hahaha aku mengangkat tangan dan berandai tengah menjadi salah satu pasukan pemberantas kejahatan. “Kamu butuh informasi mengenai istrimu, betul? Aku tidak sungkan menyerahkan daftar orang yang dulu, oh maksudku, orang yang seharusnya merawat bayimu saat ini.”

Aku tidak terlalu paham dengan identitas Kayla selain sebagai karakter teri yang mati tragis karena tidak tahu malu. Ingatanku mengenai kerabat Kayla pun tidak jelas. Pasti informasi yang sekarang berada di tangan Ronan berisi mengenai ibuku dan oknum tertentu? Begitu?

“Orang yang berani menelantarkan Kayla pasti tidak sayang dengan nyawanya,” kata Otto. Dia membantuku berdiri tegap di pangkuannya. Bahkan tidak keberatan ketika aku tanpa sengaja (atau sengaja sih) menepuk pipinya. Ehehehe kapan lagi bisa menyentuh wajah orang kaya? “Kamu bisa menemukannya di kolong perlindungan lelaki ‘itu’.”

“Aku tidak menyangka Lawrence suatu hari berbaik hati menawariku pertolongan,” Ronan menyindir. Kali ini dia meletakkan ponsel di meja. Tatapannya menajam saat menyadari aku menampilkan cengiran lucu, alias, cengiran ketika sedang berusaha menjadikan seseorang sebagai pengikutku! AYO TUNDUK DAN PATUHLAH DI BAWAH KEPEMIMPINAN RATU KAYLA!

“Lawrence hanya memiliki bocah lelaki bandel, sementara White dan Montez ternyata juga mengikuti rekam jejak Lawrence,” Otto mengeluh, menumpahkan kekecewaannya. “Tidak seperti Collin. Kalian memiliki Kayla.”

Padahal Otto punya Sean White. Dia, kan, tokoh utama. Aku ingin berkata, “Tenang, Kek. Di masa depan Sean akan sering SKJ dengan Aine. Pasti engkau akan mendapatkan bayi-bayi mungil.” Namun, yang keluar dari mulutku justru, “Hiyaaaaa!” Karena mataku menangkap kehadiran permen lolipop di saku Otto.

Oh permen! Surgaku!

“Kakek, permen,” rayuku.

“Kayla, tidak bisa,” Ronan melarang.

Semangat balita padam. Aku menunduk, pura-pura lemas. “Papa, permen.”

“Apa kamu ingin pergi ke dokter gigi?”

Asal dokternya sabar aku sih oke. “Ugyuuuu.”

“Rayuanmu tidak mempan, Nak.”

Mengapa papa yang satu ini antimakan permen? Makan sebutir tidak akan membunuhku.

Adapun yang bisa membunuhku ialah, Sean White. Berbeda dengan perlakuan Sean kepada Aine yang akan membunuhnya dengan cara manis; di ranjang sampai tersengal dan encok; perlakuan Sean kepadaku—bila tidak hati-hati—akan seperti Zeus yang membinasakan pasukan monster ke dalam Tartarus!

Hiiiis diskriminasi dalam peran ini mengesalkan. Aku tidak tertarik dengan adegan panasnya, tapi kesejahteraan Aine. Bodo amat dengan tarian kedua sejoli itu, yang penting aku bisa mendirikan partai, eh salah, aku bisa hidup!

“Hmmm permen,” kataku dengan nada sendu.

Balita tetap butuh permen!

Selesai ditulis pada 11 Februari 2023.

Halo, teman-teman.

Semoga sukaaaaaaa! Love youuuuuuuu!

Salam hangat,

G.C

VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang