Sumpah aku tidak sengaja menempelkan ingus di pakaian Ronan. Terjadi begitu saja. Sempat tercetus ide pura-pura tidak peduli, tapi itu tidak perlu aku lakukan karena Ronan mengambil tisu dan membersihkan wajahku dari air mata serta ingus. Dia terlihat baik-baik saja. Masih tampan, gagah, dan berwibawa. Minus satu, ingus kering di kemeja. Bukti kejahatan otentik. Sial.
Ronan bahkan masa bodoh dengan perengutanku setiap kali memperhatikan ingus laknat. Hasrat orang dewasa dalam diriku bergejolak, ingin demo, dan mempertahankan reputasi yang telanjur rusak. Bagaimanapun juga balita sepertiku butuh menjaga harga diri.
Terlepas dari insiden ingus, aku sangat menikmati perhatian Ronan. Dia menyuapiku sarapan dan tampaknya tidak memiliki niatan menghabiskan waktu dengan cara orang kaya. Tahu, ‘kan? Main golf, belanja jam tangan mewah, atau minum-minum sampai ginjal hancur. Papaku justru memilih menghabiskan Minggu bersamaku.
Aha Minggu! Panti pasti sedang merayakan ulang tahun Aine. Sekarang aku tidak perlu mencemaskan posisi antagonis teri! Aku bebas! Ahahahaha!
“Apa yang sedang kamu pikirkan, huh?”
Kami tengah berada di toko pakaian khusus anak-anak. Pegawai toko sibuk membawa bermacam contoh pakaian, kaos kaki, serta sederet perlengkapan anak. Ronan duduk santai di kursi, membiarkanku berada di pangkuannya seperti boneka. Sebelum berangkat ke toko, Bibi Eliza telah mengganti pakaianku dengan rok merah muda serta kaos bertudung warna merah. Ronan pun telah berganti pakaian yang terlihat santai, tapi tetap elite. Yup, kemeja ingus telah lenyap.
“Papa, Dean dan Felix. Boleh minta tolong?”
“Hmmm,” Ronan menggumam sembari merapikan pita di rambutku, “mereka terlihat menjanjikan. Papa tidak mungkin mengabaikan anak berbakat.”
‘Hei, aku balita. Mana paham soal bisnis?’
Berarti Ronan telah melakukan sesuatu, sesuatu yang baik, kepada kedua penyelamatku. Tanpa mereka, Dean dan Felix, sudah pasti aku akan terperangkap dalam lingkaran plot! Mana bisa aku diam saja saat telah berada di posisi aman? Tentu harus balas budi dong kepada mereka.
“Sir, Anda sudah menentukan pilihan?” tanya manajer toko yang kini berdiri tidak jauh dari Ronan. Dia menunjuk beberapa pakaian yang dibawa oleh pegawainya. “Atau, saya akan rekomendasikan beberapa produk yang sesuai dengan permintaan Anda?”
Kedua mataku rasa-rasanya akan terdorong ke luar. Walau tidak melihat label harga yang terselip di keliman baju, tapi aku yakin semua barang yang mereka tawarkan nilainya ada yang mencapai satu juta lebih! Wow jiwa miskinku merana.
Ronan memberi intruksi kepada salah satu pegawai supaya membantuku berganti baju. Gaun yang Ronan tunjuk memiliki desain yang imut, tapi amit-amit aku nggak ingin pakai juga sih! Tipe gaun ala peri lengkap dengan sayap kupu-kupu! Tambahkan sepasang sepatu bersayap. Hei tolong jangan injak reputasi balitaku!
Semua orang mulai ber-aww, termasuk manajer. Lelaki itu, manajer, menyentuh dada seolah ada Cupid yang telah memanah jantungnya. Ronan pun tanpa ragu mengeluarkan ponsel dan berkali-kali memotretku.
Oh harga diri balita. Harga diri....
Ronan membeli apa pun yang ia sukai tanpa bertanya kepadaku. Dia bahkan jauh lebih menyeramkan daripada Felix begitu dihadapkan dengan pakaian balita. Tidak tahu saja sepanjang orang-orang memandangiku dengan mata berkaca-kaca dan wajah tersipu.
Tampilan visual Kayla masuk kategori menggemaskan. Rambut berwarna jahe, mata hijau yang ternyata kuwarisi dari Ronan, dan ... hmm semoga ke depannya aku punya tubuh seksi. Dulu tinggiku seratus enam puluh sentimeter. Sekarang pun ketika menjadi Kayla keinginan memiliki tinggi badan seratus enam puluh sentimeter pun masih besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)
FantasyBagaimana bisa aku terjebak dilema sebagai antagonis sampingan? Sebagaimana takdir seorang antagonis walau kelas receh sekalipun; kalah saing dengan female lead, dicuekin male lead, kemudian mati sengsara akibat terlalu sering membuat siasat licik...