Hari H ulang tahun Aine kesembilan. Aku sangat bersemangat karena selain bisa mengenakan gaun merah, prospek mengenai makan dan menutrisi diri terlihat indah. Tenang saja gaunku bukan tipe Madam K kok. Pasti aman bagi kesehatan jantung. Kan tidak enak bila nanti aku berkeliaran dan disangka tengah mengutuk seantero ruangan dengan tawa HIHIHIHIHI!
Gaun yang aku kenakan memiliki atasan yang memamerkan sepasang lengan lobakku. Roknya pun mengembang. Setiap kali berputar, maka rok pun akan mengikuti gerakanku. Rambutku yang panjangnya hanya sampai bahu itu pun dihias oleh sebuah pita. Intinya, aku cukup keren sebagai balita lima tahun. I’m the best! Oh rasanya lagu 2NE1 bisa menjadi pengiring aksi heroik kemunculanku. Aku akan berjalan dengan congkak seperti seekor merak jantan yang tengah melakukan aksi pamer.
Lalu, ada Ian!
Ian pun mengenakan pakaian bagus. Dia pasti mendapat tugas dari Richard dan Ronan mengenai harus menempeliku ke mana pun. Oke, tidak masalah. Lagi pula, acara diadakan di salah satu hotel. Dia pasti akan sependapat denganku mengenai aksi mengenyangkan perut saat kondangan. Eh Aine, kan, belum menikah. Jadi, akan aku koreksi: Aksi memperbaiki gizi.
Akan tetapi, perkiraanku meleset. Jangankan makan, Ronan secara terang-terangan memonopoli ruang gerakku! Bahkan pasangan Hertz saja mati-matian berusaha menahan tawa ketika melihatku yang selalu berada dalam gendongan Ronan.
“Ronan, aku peringatkan jangan menarik perhatian.”
Aron memercayakan Aine kepada istrinya. Bintang utama acara itu ternyata merajuk karena Ronan tidak memperbolehkanku berdiri di dekat Aine dengan alasan takut tertimpa kue ulang tahun. Maklum, kuenya saja tingkat empat. Sekarang Aine masih bisa dibujuk bermain dengan yang lain setelah acara potong kue. Namun, melihat dari betapa sering Aine melirik kepadaku ... hmm jadi populer memang melelahkan.
“Putriku terlalu mungil,” Ronan membela diri. Sempat-sempatnya dia menempelkan pipi ke kepalaku. Sungguh pemandangan yang amat tidak elegan bila dilihat dari kacamata orang dewasa. “Bagaimana kalau dia tergencet anak-anak yang lain?”
“Dia tidak akan tergencet,” Aron mendesis. Sepertinya dia tidak keberatan membenturkan kepala Ronan dan berharap bisa menemukan letak kesalahan dalam sirkuit otak milik Ronan. “Ian saja bisa berbaur dengan anak-anak, lantas mengapa Kayla tidak boleh?”
“Ian keponakanku, sementara Kayla bayiku.”
“...”
Oh begitu. Semoga Ian tidak mendengar percakapan ini. Bisa-bisa dia memutuskan menyeberang ke kubu lawan sebagai bentuk pemberontakan masa muda.
“Orang bilang aku tidak bisa membedakan antara memanjakan anak dan membuatnya terbiasa jadi tidak berdaya kemudian bergantung kepada pertolongan orang lain,” gerutu Aron sembari menyugar rambutnya menggunakan jari. Wuuhuuu jari Om Aron indah. Persis jari-jari seorang pianis. OM, TOLONG BELAI KEPALAKU! “Kayla akan kesulitan beradaptasi dengan orang lain. Kamu tahu itu, ‘kan?”
“Dia tidak perlu mengemis perhatian siapa pun,” seloroh Ronan, tidak mau mengalah. “Seorang Collin tidak akan tunduk begitu saja.”
Cara pikir Ronan sebelas dua belas dengan Felix ketika korsleting. HELP!
“Sebaiknya turunkan putrimu,” Aron menyarankan, “sebelum dia memutuskan menangis saat ini juga.”
Ronan tersentak. Dia mengalihkan pandang kepadaku dan menyadari bahwa bibirku bergetar, siap menyuarakan teriakan legendaris balita.
“Buhuuu Ian!”
***
Di luar dugaanku, ternyata Aine cukup dekat dengan Ian. Bahkan mereka berdua tidak keberatan bermain bersama. Orang dewasa yang menyaksikan kelucuan kami menganggap Aine sebagai mama, Ian sebagai papa, dan aku tetap menjadi balita.
KAMU SEDANG MEMBACA
VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)
FantasyBagaimana bisa aku terjebak dilema sebagai antagonis sampingan? Sebagaimana takdir seorang antagonis walau kelas receh sekalipun; kalah saing dengan female lead, dicuekin male lead, kemudian mati sengsara akibat terlalu sering membuat siasat licik...