Semenjak Sesepuh Krus muncul di TK, pengawasan pun makin ketat. Ronan mewanti agar aku tidak ikut sembarang orang. Dih paling juga yang menjemputku selalu Ronan dan Asisten Chen, kadang Richard. Sungguh mungilnya zona bermainku ini. Padahal mereka tidak perlu cemas. Tidak perlu! Sebab di TK pun guru-guru tidak segampang itu melepas murid ke orang yang tidak mereka kenal. Pasti guru akan coba mengonfirmasi terhadap orangtua sebelum mengizinkan muridnya pergi begitu saja. TK mahal memang beda.
Lalu, kejadian lainnya yang sedikit mencurigakan. Ronan sering menerima pesan dan panggilan di ponsel. Setiap beberapa jam, pasti terdengar nada panggil dari ponsel. Aku tidak tertarik mencari tahu urusan Ronan dengan siapa pun. Satu-satunya yang kupedulikan hanyalah rencana berkunjung ke kebun binatang di hari Minggu.
Ronan janji! Dia berjanji akan membiarkanku melihat panda secara langsung. Tidak masalah bila nanti yang menemaniku Richard atau bahkan Asisten Chen. Semua oke. Oke asal aku bisa menghibur diriku dengan makhluk-makhluk berbulu, kecuali Om Genderuwo!
“Ugyuuuuuu!” seruku ketika menyaksikan gajah yang sibuk menyantap pisang. Makhluk menawan itu berkumpul dengan kelompoknya. Mereka berada aman dari jangkauan tangan nakal manusia. Ada semacam kanal buatan yang mengelilingi lahan rumput hijau. Pohon-pohon pun ditanam di beberapa titik. Secara garis besar kebun binatang di Kota Metro jauh lebih bagus daripada kebun binatang yang dulu kudatangi semasa hidup sebagai budak korporat.
Ronan terlihat seperti artis yang tengah menyamar di kalangan kaum jelata. Dia mengenakan kemeja lengan pendek, celana jins, sepatu tali (tumben dia pakai yang seperti itu), dan kacamata hitam. Sangat berbeda denganku! Buhuuuuu dari sekian pakaian yang bisa dipilih Bibi Eliza, mengapa dia harus memilih INI? Atasan lengan panjang bergambar kartun kucing, celana jins dengan bordiran bunga teratai, sepatu TUT TUT TUUUUUT, dan topi berbentuk kepala kucing lengkap dengan telinga! Oh bahkan aku mengenakan kalung berhias lonceng mungil persis milik Doraemon! Harga diriku! Harga diri balitaku!
Untung Ronan memilih menggendongku ke mana pun. Paling tidak sepatu TUUUT TUUUUUT TUUUT tidak akan mengeluarkan erangannya hingga menarik perhatian pengunjung. Bisa-bisa aku disangka anak hilang!
“Baby Kayla, ingin naik gajah?” Ronan menawarkan.
Di kebun binatang sebenarnya hanya menawarkan naik kuda poni dan unta, tidak ada gajah. Barangkali Ronan hanya sedang mempertimbangkan invasi bisnis ke suatu daerah dengan populasi gajah membeludak.
“Nggak,” jawabku sembari menggelengkan kepala, “kasihan gajah.”
“Mereka kuat, Kayla.”
Iya, mereka kuat. Namun, gajah menurutku tidak termasuk dalam kategori hewan yang boleh dijadikan sebagai alat transportasi maupun angkutan.
“Bentuk punggung gajah melengkung, Papa.”
“Lalu?”Ronan merapikan anak rambut di dahiku.
“Nanti dia bisa cacat kalau terus-menerus menahan beban! Sena pernah cerita kalau gajah yang dijadikan sebagai tunggangan secara terus-menerus mengalami cacat permanen, Pa!”
Mama Sena seorang peneliti. Dia sering bercerita mengenai kekhawatiran mamanya terkait kelestarian hewan terutama yang terancam punah. Sedikit banyak aku jadi tahu satu dua hal mengenai hewan. Oh kuliah perihal hewan ini kadang terganggu ketika Petra hadir. Bocah itu masih saja menggangguku! Cih memang susah jadi populer dan menawan dan cantik dan seksi.
“Kayla, siapa yang memberitahumu mengenai gajah bisa saja cacat?” Ronan kali ini berjalan menjauhi area gajah. Dia sama sekali tidak peduli dengan dengan seekor gajah yang menyemburkan air kepada kawannya. “Baby Kayla banyak belajar, ya?”
Aku mendengus. Hohohoho balita satu ini beda! “Sena. Dia pernah memperlihatkan foto anak gajah kepadaku.”
Kupikir Ronan akan berbelok ke stan penjual es krim, ternyata dia langsung mempercepat langkah menuju area teduh. Di sana ada banyak bangku serta pohon berbunga kuning dan ungu.
Hmmm dasar papa pelit! Cokelat tidak akan membuatnya miskin!
“Pa....”
“Es krim?” tebak Ronan. “Kamu belum makan siang, Kayla.”
“Ueeee,” ratapku, nelangsa, “tapi anak-anak yang lain boleh makan es krim.” Aku pun mulai menunjuk ke sepasang bocah lelaki yang tengah menikmati permen lolipop dan es krim. Orangtua mereka sama sekali tidak sekolot Ronan! “Cokelat, ya? Segigit!”
Ronan menatap tajam ke keluarga yang tengah bercengkerama dengan bahagia.
Sadar bahwa ada seseorang yang tengah mengutuk mereka, keluarga itu pun langsung pindah.
“...” Ronan keterlaluan! Tunggu saja ketika aku dewasa! Akan kuborong semua cokelat dan makanan manis! Ueeeee suamiku harus lebih baik daripada Ronan.
Dasar pelit!
***
Ronan mengalihkan perhatianku dari makanan manis dengan cara pindah ke area bermain. Ada beberapa anak yang tengah mengelus kelinci. Ada juga yang mulai memberi makan wortel ke bayi domba. Tidak seperti ketika berada di area gajah, Ronan membiarkanku berjalan sendiri.
TUUUUT. TUUUT. TUUUT.
Akibat suara itu, semua kelinci yang ingin kudekati langsung kabur.
“...” Apa salahku?
Aku mendelik ke arah Ronan. Semua ini gara-gara dia!
“Ada apa, Kayla?” tanyanya tanpa rasa bersalah.
Pantang menyerah, aku mulai mendekati kumpulan anak ayam.....
... yang memilih mengikuti seorang bocah yang menawari remah roti kepada mereka.
Air mataku hampir saja jatuh. Namun, seorang petugas kebun binatang pun menawarkan kelinci. “Coba belai,” katanya kepadaku.
Hiks petugas yang ini jauh lebih bisa diandalkan daripada Ronan. Tampan, muda, dan tahu cara melindungi harga diri balita.
“Ugyuuuu,” ucapku riang. Jemariku terbenam ke dalam bulu berwarna putih. si kelinci diam, terus mengunyah rumput, dan sesekali menggerakkan misai.
Samar-samar aku mendengar orang yang berkomentar mengenai diriku.
“Waaa ada bayi kucing.”
“Anak siapa sih? Boleh dibawa pulang enggak, ya?”
“Huuuu dia jauh lebih manis daripada adikku! Adikku hanya bisa membuatku marah seharian.”
“Tiba-tiba aku ingin jadi seorang mama.”
Hehehe pesonaku masih belum pudar. Kupikir aura milikku telah hilang. Ternyata masih ada!
“Ugyu, ugyu, ugyu, ugyuuuuu.” Ayo puji aku! Buwahahahaha!
Tidak lama kemudian satu per satu orang menghampiriku. Masing-masing menimang bayi domba ataupun seekor kelinci.
“...” Wait! Ada yang salah.
“Coba belai domba, ya?”
“Jangan. Kelinci hitam saja.”
“Apa sih? Lucuan anak ayam.”
Si petugas yang pada awalnya membantuku pun tergeser. Dia kini berada di luar lingkaran penggemarku dan sepertinya sedang patah hati.
“Permisi, tolong jangan ganggu putriku.”
Ronan meraihku. Dia langsung menggendongku dan memberi senyum profesional ala seorang guru yang mengetahui muridnya bertindak nakal.
Semua cewek langsung tersipu. Mereka begitu mudahnya melupakanku. Buhuuuu mereka tidak setia.
Lihatlah. Sekarang mereka seperti gadis desa bertemu pendekar tampan. Malu-malu kucing.
“Terima kasih atas pengertiannya,” kata Ronan. Dia berbalik dan mengabaikan pemujanya.
HEI ADA YANG PINGSAN SAMBIL MIMISAN DI SANA!
Begini mudahnya posisiku tergeser? Oh hatiku hancur. Aku patah hati. Balita mungil ini patah hati dan sepertinya ingin menghibur dirinya dengan cokelat.
Buhuuuu semua orang dewasa sama saja!
Selesai ditulis pada 7 Maret 2023.
Ronan ingin mengatakan sesuatu.
Ronan: Beraninya cari perhatian kepada putriku!
KAMU SEDANG MEMBACA
VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)
FantasyBagaimana bisa aku terjebak dilema sebagai antagonis sampingan? Sebagaimana takdir seorang antagonis walau kelas receh sekalipun; kalah saing dengan female lead, dicuekin male lead, kemudian mati sengsara akibat terlalu sering membuat siasat licik...