Asisten Chen barangkali menganggap omongan Dean sebagai kelakar belaka, tidak penting. Ujung bibir Asisten Chen naik, membentuk seulas senyum yang bagiku bisa diartikan bahwa dia benar-benar terhibur dengan candaan Dean. “Tuan Collin memang mengakui keahlianmu,” katanya. “Beliau bersedia menyediakan dana sekaligus dukungan apabila kamu bernaung di bawah payung Collin. Sekalipun beliau merespons baik kemampuanmu, bukan berarti kamu boleh bertindak kurang ajar.”
Brrrr. Padahal suhu ruangan seharusnya terasa sejuk, tapi bagiku seperti tengah terkena embusan badai di Kutub Selatan.
“Anda bisa meminta Tuan Collin melakukan pembuktian melalui tes DNA,” Dean menyarankan. “Saya ucapkan terima kasih atas penilaian Tuan Collin terhadap kemampuan saya. Namun, hal yang saya sampaikan merupakan kebenaran.”
Ternyata persiapan Dean benar-benar matang. Berbeda denganku yang bermodalkan nekat, asal serbu, dia bahkan sampai memperkirakan tuduhan dari Asisten Chen.
Asisten Chen tidak langsung membalas. Tatapannya masih terasa tajam dan menggigit, tetapi di balik sepasang mata yang tengah melakukan penilaian terhadap Dean aku menduga dia pun sedang membuat pertimbangan. Lalu, pandangan Asisten Chen beralih kepadaku. Kerutan di kening Asisten Chen perlahan memudar. Bibir yang terkatup rapat pun mulai menampilkan seraut senyum.
Oh yeah, pesonaku memang bukan main.
“Namanya Kayla,” kata Dean menghancurkan nuansa senyap yang beberapa detik lalu sempat melanda. “Dia tinggal bersama anak-anak di panti. Kami datang kemari karena Kayla meyakini ayahnya—”
“Tuan Collin?”
Belum sempat Dean menyelesaikan omongan, Asisten Chen berhasil menyerobot giliran-eh, maksudku memotong ucapan Dean.
Kedua mata Asisten Chen membulat, perlahan bibir membuka, dan entah ia sadar atau tidak tangan kanan pun menyentuh pelipis. Good dia tertampar fakta.
Dean merogoh saku jaket dan mengeluarkan palistik mungil berisi beberapa lembar rambut berwarna seperti jahe. HEI ITU RAMBUTKU! KAPAN DEAN MENCABUT RAMBUTKU?
“Dengan ini Anda bisa melakukan pembuktian,” katanya kepada Asisten Chen seraya meletakkan plastik berisi rambut curian di meja. “Anda akan mendapatkan kebenaran dari ucapan saya.”
Kali ini Asisten Chen tidak banyak bicara. Dia langsung meraih plastik dan mengamankannya.
Sekarang kami hanya perlu menunggu.
***
Asisten Chen menawarkan bantuan agar kami bisa menginap di salah satu hotel di Kota Metro. Namun, Dean menolak. “Bila sudah melakukan tes DNA, sebaiknya Tuan Collin lekas menjemput Kayla dari panti.” Begitu kata Dean kepada Asisten Chen.
Begitu kami pulang, Dean mendapat ceramah lengkap dengan teguran. Felix pun ternyata tidak luput dari hukuman dan peringatan. Mereka berdua harus mendekam selama sekian jam dan merasakan nikmatnya dendang berisi petuah hidup.
Berhubung aku balita imut yang memiliki privilese, maka tugasku cukup pura-pura centil. Tidak ada hukuman, ceramah, maupun teguran pedas. Perawat langsung memandikanku, mengganti pakaian, dan mengembalikanku ke habitat hutan balita.
Sepanjang malam yang hanya bisa kulewatkan selama beberapa menit sebelum jatuh tertidur, aku memikirkan kehebatan Dean dalam berdiplomasi. Devil’s Temptation mungkin tidak memberi banyak sorotan terhadap karakter Dean. Dia sekadar tokoh ekstra yang muncul seperlunya. Bocah tujuh belas tahun berani mengonfrontasi Asisten Chen yang notabene tangan kanan Ronan Collin?
Hehehehe akan kumasukkan Dean ke dalam koleksi penjaga masa depanku! Tidak akan kubiarkan male lead yandere psycho menghancurkan kehidupan damaiku!
KAMU SEDANG MEMBACA
VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)
FantasiaBagaimana bisa aku terjebak dilema sebagai antagonis sampingan? Sebagaimana takdir seorang antagonis walau kelas receh sekalipun; kalah saing dengan female lead, dicuekin male lead, kemudian mati sengsara akibat terlalu sering membuat siasat licik...