12. Balita Mudah Kena Sogok

10.4K 1.4K 31
                                    

Sekarang aku cuma bisa pasrah begitu Richard meletakkanku di pangkuannya. Ian bahkan pasang badan seolah mencoba menghalangiku mencuri pandang ke arah Sean, sekadar memastikan yandere mungil itu tidak merasa patah hati maupun tidak diinginkan oleh....

Oke, sekali lagi, LAGI, aku harus meralat omonganku mengenai Sean.

Berbeda dengan kekhawatiranku mengenai Sean yang akan merasa tidak diinginkan oleh anak-anak, ternyata dia cukup, garis miring, SANGAT populer di antara mereka. Baru juga beberapa detik, tetapi satu dua hingga akhirnya sekelompok anak mendekat dan mulai mengajak Sean dalam permainan.

Sungguh tidak adil. Ini namanya diskriminasi. Anak-anak panti tampaknya jauh lebih punya toleransi ketika bermain daripada mereka. Tidakkah aku manis dan menggemaskan? Asisten Chen saja sampai mengoleksi potretku dalam ponselnya. Oh ya, tambahkan Felix dan Dean! Apa pesonaku kalah saing daripada Sean?

Demi membuktikan prasangka yang mulai tumbuh dan mengancam kesaktian ilmu pelet balitaku, maka aku pun menoleh ke kakek, yang entah namanya siapa, yang duduk di samping Richard dan memberinya tatapan imut.

Orang yang bersangkutan pun menoleh, mengamatiku dengan senyum mengembang. Lantas aku pun membentangkan tangan dan berkata, “Peluk!”

Strike! Oknum yang kuincar pun menyentuh dada seolah terkena serangan jantung. Beberapa saat dia hanya mengamatiku dengan tatapan terpesona, lalu ketika hendak menjulurkan tangan ... seseorang menepis tangan lelaki itu.

“Jangan sentuh cucuku,” Richard melarang.

Berdasarkan percobaan aku mendapat kesimpulan. Satu, ilmu peletku mungkin hanya berlaku pada orang-orang tertentu saja. Dua, aku masih balita menggemaskan yang patut dimanja dan disayang. Tiga, sepertinya aku perlu mendirikan partai!

“Richard, kamu keterlaluan,” si kakek-korban-pelet mengeluh. “Padahal aku hanya ingin menyentuh kepalanya.”

Begitu puas mendapati ilmuku belum luntur, aku melirik Ian. Dia ternyata telah berakhir di tengah-tengah kelompok nenek-nenek yang sekarang sepertinya berusaha membujuknya sebagai calon mantu. Bahkan ada satu dua nenek yang menawarinya kue. SEJAK KAPAN PARA NENEK INI MENJAMBRET SEPUPUKU?

Hmm perlukah aku memperingatkan Ian agar tidak mudah terbujuk makanan? Bisa saja salah satu dari nenek itu merupakan nenek sihir pemilik rumah jahe yang menyebabkan Hansel dan saudaranya hampir jadi sup segentong!

“Antoni, jangan coba mencari kesempatan dalam kesempitan!”

“Collin Tua, bisakah kamu turunkan kewaspadaan terhadap sahabatmu ini!”

“Aku tidak bisa memercayaimu setelah pertemananmu dengan Lawrence,” Richard mendesah, nada suaranya terdengar kecewa dan sedikit sinis.

Aku mendongak, memperhatikan Richard yang kini menoleh ke meja nomor delapan. Di sana ada pria, yang mungkin disebut sebagai Lawrence, balas mengamati Richard. Berbeda dengan kakekku yang sepertinya tidak keberatan memulai Perang Dunia, Lawrence justru tersenyum dan mengangkat gelas seolah hendak menawarkan seteguk minuman.

“Otto Lawrence,” desis Richard, “dia tidak bisa dipercaya!”

“Berhenti memelototinya,” Antoni menasihati, “lebih baik kamu biarkan aku memeluk Kayla.”

“Tidak boleh,” Richard melarang.

Kali ini Richard mengabaikan Otto Lawrence. Dia fokus berbincang dengan Antoni. Di meja kami kebetulan hanya ada dua kakek; Richard dan Antoni. Para nenek yang tadinya memujaku kini beralih memburu Ian. ‘Hahaha. Ian, ganbatte!’

“Otto hanya sekali berseteru denganmu semasa di SMA, Richard. Sekarang dia sama seperti kita, tua. Lagi pula, kerabat Otto bukan berasal dari kalangan biasa. White dan Montez. Kedua keluarga ini sangat terkemuka di Kota Metro. Kamu pikir alasan apa yang menyebabkan Otto diizinkan membawa Sean White ke sini? Pasti karena orangtua anak tersebut yakin dan menganggap Otto sangat dekat.”

“Omong kosong,” Richard menepis argumen Antoni, “sedari dulu ketiga keluarga itu memang AKRAB. Kamu kurang belajar mengenal lingkunganmu.”

Oh senang mendengarnya. Berarti Sean tokoh utama kelas kakap. Bukan kakap, melainkan paus! Paus biru! Sebagai ikan mungil, eksistensiku pasti akan tergencet kuasa paus. Aku tidak tahu mengenai Lawrence dan Montez, tapi tampaknya terdengar mengerikan!

Aku kembali melirik ke meja nomor delapan. Di sana Otto pun tengah mengamatiku. Beberapa kali aku berkedip, mencoba mengirim ilmu pelet kepada Otto. Sedia payung sebelum hujan. Aku akan menjadikan kakek Sean sebagai pengikutku! Buwahahahahaha dengan begitu masa depanku terjamin!

Dengan malu-malu aku melambaikan tangan. “Baaaaha,” senandungku.

Hehehe lihatlah kejeniusanku. Aku memang cerdas! Keren!

Otto, sesuai dugaanku, balas tersenyum. Senyum senang yang bahkan bisa kulihat di kedua matanya.

Yei satu pengabdi berhasil kudapatkan!

Belum sempat aku menyoraki kesuksesanku, Richard (yang sadar akan siasatku) langsung memotong koneksi sihir balita dan memaksaku fokus ke puding cokelat. Huh dia pikir sepiring puding bisa membuatku terkecoh.

“Ayo, Kayla,” Antonie menawarkan sepiring puding cokelat di depanku, “makan saja.”

“Ugyaaaa!” Dengan sukarela aku pura-pura terkecoh. Dua piring puding cokelat sama dengan kebahagian! Kapan lagi bisa makan puding tanpa perlu dibatasi jumlahnya? Ronan pasti akan menceramahiku, but I don’t care!

Sesuap, dua suap, kemudian sepiring puding cokelat resmi pindah ke perut.

Aku bersiap menandaskan piring kedua, tapi ada suara baru yang menyapa kami: “Halo, Anton dan Collin.”

Otto Lawrence menarik kursi dan memilih duduk membaur dengan kami.

“Siapa yang mengundangmu ke mejaku?” sungut Richard, tidak terima.

“Ayolah,” Otto membujuk, “reuni SMA tahun lalu pun kamu enggan semeja denganku. Kita terlalu tua untuk bertengkar memperdebatkan masa lalu.”

“Dengarkan Otto,” Antoni memberi saran kepada Richard, “semangat persaingan di masa muda dan tubuh kita terlalu renta mengikuti gelora masa lalu.”

“Ugyuuu,” sahutku sembari menikmati puding, “yaaaaaa!” Saking manisnya aku sampai mengangkat kedua tangan ... ups, maaf. Sendokku mengenai dagu Richard.

Richard terdiam sedangkan Antoni dan Otto menahan tawa melihat perbuatanku.

Emmm aku, kan, cucu Richard. Dia tidak akan memukul bokongku, bukan?

“Uuuu, Kakek,” kataku dengan sepenuh hati, “maaf.”

Semoga Richard tidak mencoret namaku dari KK milik keluarga Collin!

Richard hanya mengembuskan napas. Dia kemudian mengambil sendok dari tanganku dan menggantinya dengan sendok baru. Kali ini dialah yang menyuapiku. “Pelan-pelan, Kayla.”

“Aku baru tahu kamu punya cucu perempuan.” Otto terus mengamatiku makan. “Setahuku kamu hanya memiliki Ian.”

“Jangankan kamu,” celetuk Antoni, “aku pun tidak bisa memercayai kedua mataku. Kupikir Richard menculik anak seseorang.”

“Kayla, jangan mau main dengan kedua kakek ini, ya,” senandung Richard. “Mereka bukan teman Kakek.”

Pembalasan Richard membuat kedua lelaki itu terdiam. Bahkan Otto sampai merengut karena dianggap sebagai antagonis dalam drama keluarga bahagia ini.

Hisss jadi balita memang sulit. Aku harus berusaha mencairkan suasana agar ketiga kakek ini tidak mulai lempar garpu dan adu kesaktian. (Walau itu mustahil sih.)

Sekarang aku memiliki sedikit informasi mengenai Sean. Mulai dari hubungan kekerabatan dengan Lawrence dan Montez, kemudian fakta bahwa SEAN JAUH LEBIH MENGGODA DI MATA ANAK-ANAK DARIPADA DIRIKU!

Buhuuuu aku kalah.

Selesai ditulis pada 9 Februari 2023.

Hari ini Milky berhasil mendapatkan tikus! Akhirnya! Akhirnya! Seperti biasa tikusnya nggak dimakan. Cuma dibuat mainan sampai lemas kemudian mati. Hehehe dia memang hebat.

Salam hangat,

G.C
P.S: LOVE YOUUUUUUUUU!

VILLAIN'S PRECIOUS DAUGHTER (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang