بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
۞اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ، وَعَلَىٰ آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ۞
[Allahuma sholi ala sayyidina Muhammad, wa ala ali sayyidina Muhammad.]****
Sudah pukul setengah empat pagi, setelah Athallah selesai melaksanakan salat Tahajud, ia kini langsung bergegas mencuci piring yang kotor yang tak tercuci dari kemarin. Kemudian barulah ia mandi lagi untuk segera ke masjid melaksanakan salat sunah Qobliyah subuh. Setelah pukul enam pagi, Athallah kembali pulang ke rumah untuk mencuci pakaian. Hingga kini Athallah masih sibuk di jemuran belakang rumah untuk menjemur pakaiannya.
"Masak-masak sendiri... makan-makan sendiri... cuci baju sendiri... tidurku sendiri...." Seorang pemuda yang tak lain dan tak bukan adalah Raja, ia kini bernyanyi dengan sebuah headphone di kepalanya, menyindir Athallah yang sedang menjemur pakaiannya.
Athallah akhirnya pun menoleh malas dengan tatapan datar ke arah Raja, seakan menandakan bahwa lagu yang dibawakan oleh Raja barusan emang disengaja untuk menyindirnya. "Saya curiga kalau kamu minta bantuan Mama."
"Eh." Raja melepas headphone yang dikenakan olehnya. "Enak aja! Gue nyuci pakaian gue sendiri pakai mesin cuci, ya! Jangan sembarangan. Gue bukan anak Mama yang apa-apa langsung ke Mama."
Athallah langsung terkekeh detik itu juga, ia pun telah selesai menjemur pakaian terakhirnya hingga akhirnya memutuskan duduk di kursi panjang yang disediakan di sana. "Mau saya ajarkan mencuci tanpa memakai benda mesin?"
Raja ikut duduk di samping Athallah dengan bersedekap dada. "Nggak. Makasih tawarannya. Tangan gue lecet nanti, cuma gara-gara sikatin baju."
Athallah kembali tertawa. Entah mengapa selain Ayesha yang selalu membuatnya bahagia, kehadiran satu sepupunya satu ini mampu membuatnya kembali tersenyum. Walau terkadang, lebih banyak tertekan gilanya daripada warasnya. "Kenapa pagi-pagi ke sini?" tanya Athallah setelah tawanya sudah reda.
Raja terdiam sebentar, lalu menjawab, "Nanti malam, diundang ke rumah Paman Abhi."
"Bersama?"
Raja menggelengkan kepala dengan memasang headphone-nya kembali. "Lo sendiri. Gue mager ikut acara keluarga, mending rebahan di kamar."
****
Sudah pukul tiga sore, kini Ayesha masih sibuk mengasingkan diri di kamarnya dengan duduk di pojok dinding. Matanya terpejam dengan kedua tangan yang memegang mushaf Al-Qur'an. Sedangkan Bulan yang tak lain adalah temannya, ia langsung duduk setelah merebahkan diri di kasurnya. Terheran saat Ayesha masih asyik dengan mushafnya.
"Entar lagi, Ay."
Ayesha membuka pejaman mata, lalu menoleh ke arah Bulan. "Harus sekarang, gak bisa entar-entaran."
"Kenapa harus sekarang?" Adiba ikut menimbrung percakapan mereka saat sejak tadi ia hanya fokus melipat pakaiannya.
"Biar kayak Ning Diba," jawab Ayesha tanpa mikir panjang lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALLAH AL-HABIBIE
Fiksi RemajaSUDAH TERBIT + tersedia di Gramedia dan TBO [Sekuel IMAMA AL-HAFIDZH versi Wattpad] Menjadi dewasa tanpa kedua orang tua kandung, memang tak semudah yang dibayangkan. Itulah yang dialami oleh seorang pemuda bernama Athallah Al-Habibie. Orang tuanya...