Chapter 4: Go Back Home

33 15 0
                                    

Hi flow kalian bisa play lagu Kembali Pulang-Feby Putri, dan Suara Kayu yaa

•••

Kavian Ravenvis adalah orang yang tidak biasa, ia dapat dikatakan cukup berpengaruh dan setiap perkataannya dipercayai oleh banyak orang. Ia Pengacara yang jarang menampakkan diri dan hanya orang-orang tertentu yang dapat menyewa Kavian Ravenvis sebagai pengacara mereka. Tabiatnya memang baik dan terbilang cukup ramah, banyak yang menyukainya, selain tampan ia juga memiliki pesona yang dapat menarik siapa saja untuk hanya terpaku dan hanya melihat dirinya saja di antara ribuan orang.

Kavian berasal dari keluarga yang lumayan terpandang, orang tua nya memiliki banyak kebun, pertanian juga peternakan. Kavian sebenarnya adalah pewaris dari perkebunan sawit besar di salah satu kota kelahirannya. Namun, ia menolak dan memilih untuk berdiri di kakinya sendiri, ia kuliah diluar kota dan akhirnya menjadi lulusan hukum. Bahkan ia tidak menggunakan nama keluarga Ravenvis sebagai namanya saat bekerja atau pun saat orang bertanya siapa dia.

Tampan, memiliki pesona yang indah, baik, ramah, karir stabil, perhatian, tanggung jawab, jujur dan dermawan. Hampir semua sifat baik ia miliki, tapi kekurangannya hanya satu. Ia tidak mendapatkan kasih sayang orang tua, itulah mengapa ia memilih untuk pergi dan berdiri di kakinya sendiri. Tentang Ibu yang ia katakan pada Reatha kala itu sebenarnya bukan Ibu kandungnya, tapi itu adalah neneknya yang sangat sayang pada Kavian dan merawat Kavian hingga sekarang. Kavian sangat bahagia dan senang, karena ia selalu memiliki Nenek disisinya, Nenek yang ia sebut sebagai Ibu.

Kavian memiliki dua saudara laki-laki yang umurnya tak jauh dari Kavian. Tapi mereka seperti tak saling mengenal, Kavian ingin menegur, tapi kedua Kakaknya menghiraukan dirinya hingga sejak itu Kavian selalu menjawab bahwa ia anak tunggal dari Ibunya, jika ditanya dimana ayahnya maka ia akan menyebutkan bahwa Ayahnya sudah tiada yang tak lain dan tak bukan adalah Kakeknya. Nenek dan Kakek adalah Orang tua dari Mami nya Kavian.

Kini Kavian lebih merasa bahagia berada di sisi sang Nenek yang ia panggil, Ibu. Tepatnya sekarang, ia sedang dalam perjalanan ke rumah sehabis menjemput Ibunya.

"Ibu" panggil Kavian lembut, sang Ibu menoleh pada Kavian yang sibuk menyetir sambil sesekali melirik Ibunya.

"Ada apa, Vian? Katakan yang ingin kamu katakan pada Ibu" ucap sang Ibu karena melihat keraguan diraut wajah Kavian.

"Apa ada kriteria menantu idaman yang Ibu idamkan?" tanya Kavian hati-hati, sang Ibu tersenyum dan mencubit pipi Kavian gemas.

"Ya ampun, apakah anak Ibu sudah memiliki pacar, hm?" goda sang Ibu, Kavian hanya tersenyum kecil.

"Bukan pacar Vian, Bu" jawab Kavian dan menghembuskan nafasnya, menjeda ucapan yang akan ia katakan selanjutnya.

"Vian rasa, ini cinta pertama Vian setelah sebelumnya terlalu sibuk belajar dan bekerja" lanjut Kavian, sang Ibu tersenyum.

"Coba katakan pada Ibu, seperti apa gadis itu" ujar sang Ibu, senyuman itu tak pernah luntur, seolah kebahagiaan yang sedang Kavian rasakan juga terasa pada diri sang Ibu.

"Dia lebih tua dari Vian, Bu dan dia sebentar lagi akan berpisah dengan suaminya." setelah mengucapkan kalimat singkat itu, Ibunya Kavian sedikit terkejut.

"Nak, kamu enggak berbuat hal aneh kan?"

"Enggak, Bu. Awalnya Vian hanya membantu ia karena sempat ribut dengan suaminya kemarin, Vian enggak tega melihat seorang perempuan yang telah dikhianati dan dipukuli di depan mata Vian"

"Tapi entah kenapa perasaan Vian lebih daripada itu"

Sang Ibu memegang pundak anaknya, "Jangan terburu-buru Vian, kamu masih muda. Tahan sebentar lagi, sampai kamu telah meraih semua impian yang kamu inginkan" nasihat sang Ibu membuat Kavian mengangguk paham.

"Nanti Vian akan mengenalkan ia pada Ibu. Nanti bila waktunya pas, Bu. Sampai waktunya tiba, Ibu harus panjang umur dalam keadaan sehat" Kavian berucap pelan, sang Ibu tersenyum dan mengangguk sambil memegang tangan kiri Kavian dan Kavian mencium punggung tangan sang Ibu.

"Apapun pilihan kamu. Ibu akan merestui itu, Vian. Ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Kavian" ucap sang Ibu dan Kavian mengangguk, kembali ia mencium punggung tangan sang Ibu.

•••

Di sisi lain, Aza dan Reatha sedang bersantai di teras Rumah sambil memperhatikan kedua anak Rea yang tengah bermain bola dengan Kakak laki-laki Aza.

"Kamu tahu Rea. Aku kayak pernah lihat lelaki tadi, yang membantu kita" ucap Aza, Reatha yang sedang menyesap teh hangat meletakkan cangkir teh nya dan menatap Aza.

"Aku kayak pernah lihat dia di suatu tempat. Wajahnya kayak enggak asing, tapi tingginya sedikit berbeda, yang pernah kulihat itu sedikit lebih tinggi"

"Maksudmu Kavian?" tanya Reatha memastikan topik pembicaraan sahabatnya.

"Namanya Kavian?" Aza mengulangi ucapan Reatha. Dan Reatha mengangguk.

"Kamu tau nama panjangnya? Atau mungkin marganya Re? Jujur aku enggak asing dengan nama ini" lanjut Aza, dan Reatha hanya menggeleng pelan, sampai akhirnya mereka memberhentikan percakapan ini, karena Jayden dan Ruby datang menghampiri dengan peluh di dahi mereka.

"Sudah mainnya, hm? Ayo bersihkan diri dan kita makan siang ya, Bunda dan Aunty sudah masak makanan enak" ajak Reatha pada kedua anaknya, Jayden dan Ruby mengangguk semangat.

"Kak, ayo makan!" tegur Aza pada sang Kakak yang masih berdiri di lapangan dengan bola yang ia pegang.

Mereka makan dengan nikmat dan dengan perasaan senang, terlebih lagi kakaknya Aza, ia sangat menyukai anak-anak. Matanya tak berhenti menatap Jayden dan Ruby yang melahap makanan mereka. Sejenak kakaknya Aza tersenyum, ada perasaan sedih saat melihat kedua malaikat kecil itu dapat tertawa dan tersenyum, padahal mereka dikucilkan dan dibuang oleh ayah mereka sendiri.

"Jayden, sebentar lagi akan sekolah kan?" ucap Kakaknya Aza dengan senyum kecil, Jayden menoleh pada sang Bunda, dan Reatha hanya bisa tersenyum sambil mengusap kepala Jayden dan Ruby.

"Rea enggak tahu kak, Jay bisa sekolah dalam waktu dekat atau enggak. Mungkin sementara waktu, Rea aja dulu yang mengajari Jay membaca dan menulis" ucap Reatha.

"Enggak perlu khawatir, kakak salah satu donatur yayasan, nanti kakak bisa bicarakan dengan pihak yayasan agar Jayden mendapat beasiswa" jawab lelaki itu serius dan tersenyum kembali saat Jayden menatapnya senang.

"Terima kasih, Kak. Rea gak tau lagi mau balas Kakak dan Aza dengan apa"

"Ah gak perlu repot, dengan kamu jadi teman baik Aza pun udah cukup banget" ujar Kakaknya Aza, Reatha senang mendengarnya, ia sangat beruntung bisa berada pada orang-orang baik di sekitarnya.

"Oh ya, tadi yang antar kamu itu siapa?"

"Tetangga depan, Kak. Dia bantuin Rea kemarin, Aza bersyukur banget dia mau bantu Rea, abisnya si cebol itu jahat banget! Masa Rea dipuk-" Rea langsung melotot pada Aza yang hampir keceplosan, Aza segera menghentikan ucapannya dan Kakaknya Aza mengangguk, ia mengerti apa yang hendak Aza sampaikan, lagipula ada anak kecil di sini, mereka belum pantas untuk mendengar hal seperti itu.

"Bunda, Papa eng-enggak ikut kita yaa?" tanya Ruby tiba-tiba. Wajar dia masih tiga tahun, jadi belum mengerti apapun. Aza, Reatha dan Kakaknya Aza hanya bisa saling menatap. Tapi secara tak terduga pun, Jayden menggenggam tangan sang adik.

"Di sini ada Bunda dan kakak, Ruby tidak perlu takut, kakak akan menjaga Ruby dengan baik" ucap Jayden sambil mengusap kepala adiknya dengan lembut dan mencium dahi Ruby.

Reatha tidak tahu, bagaimana seorang anak kecil berusia lima tahun dapat mengatakan hal sedewasa itu.

"Betul, Ruby enggak perlu khawatir, selain ada Bunda dan Kakak, di sini juga ada Aunty Aza dan Om Livin" seru Aza berusaha menghibur Ruby. Mendengar hal itu Jayden tersenyum dan Ruby pun tersenyum sambil menatap sang kakak.

Sungguh, Reatha sangat bersyukur memiliki orang-orang ini, mereka adalah Rumah terbaik untuk Reatha jadikan tempat pulang.

•••

Hello jumpa lagi Flower's!
Komen yukk apa perasaan kamu setelah membaca part ini😊
Jumpa lagi di chapter selanjutnya🥰

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang