Chapter 2: Enduringly Wounded

44 20 1
                                    

Hi flow, kalian bisa play lagu Bertahan Terluka-Fabio Asher yaa

✿✿✿

Reatha duduk di sini, di sofa empuk berwarna hijau pastel dengan setiap sudut ruangan yang terdapat beberapa tanaman kecil dan rak-rak buku yang tersusun rapi, bahkan debu pun rasanya tak ada. Teh hangat yang ia sesap rasanya begitu nikmat walau hatinya masih merasa sesak, kedua anaknya diberikan susu hangat dengan cemilan cookies yang disantap kedua anaknya dengan lahap. Reatha hanya bisa menahan haru, kebaikan lelaki ini tak akan pernah Reatha lupakan sama sekali, jika dilihat-lihat rumah ini jauh lebih berwarna dan cerah dibanding isi rumahnya yang terbilang suram dan sepi, kipas angin gantung unik yang berputar pelan dengan pengharum ruangan yang memberikan wangi begitu manis membuat Reatha betah untuk berlama-lama, tapi rasanya tidak pantas karena ia harus segera pergi.

Lelaki itu kembali duduk di hadapan Reatha dan meminum teh juga, ia memberikan senyum hangat saat melihat gadis kecil itu sangat menyukai cookies coklat buatannya.

"Cantik, siapa namanya?" tanya lelaki itu dan memberikan atensinya pada gadis kecil berambut pendek itu.

"Ru-ruby"

"Ruby suka cookies nya?" tanya lelaki itu dengan lembut, sungguh pemandangan yang membuat Reatha tersentuh, seandainya Grey yang melakukan hal selembut ini pada kedua anak mereka.

"Suka-suka Ru-ruby suka!" ucap gadis kecil itu dengan susah payah. Reatha mengusap kepala Ruby dan tersenyum kecil pada lelaki yang menolong nya ini.

"Ruby memang lambat bicara, padahal umurnya sudah 3 tahun"

"Gapapa, Mbak. Setidaknya Ruby sudah berusaha, iyakan cantik?"

Reatha kembali tersenyum saat melihat bagaimana lelaki ini memperlakukan kedua anaknya dengan baik, tak henti memberikan senyuman manis nya, memberikan puzzle kecil agar kedua anaknya betah dan tidak merasa takut atas hal yang sebelumnya terjadi.

"Maaf, saya boleh tahu nama kamu?" tanya Reatha pada lelaki itu yang tengah memperhatikan Jayden dan Ruby bermain puzzle. Lelaki itu menatap dirinya dengan senyum kecil.

"Saya Kavian, umur saya masih 26 tahun, Mbak. Jadi santai aja sama saya"

"Terima kasih sudah baik membantu saya dan anak-anak saya tadi, Kavian" ucap Reatha berterimakasih dan lelaki itu hanya tersenyum menanggapinya.

"Kamu betul baru pindah?" tanya Reatha

"Iya, Mbak. Saya tinggal sama Ibu saya di sini"

"Oh ya? Di mana ibu kamu?"

"Lagi di rumah saudara, semalam nginap di sana katanya kangen kumpul saudara"

"Kamu gak ikut?"

"Haha enggak, Mbak. Cuma ngantar aja kemarin, saya banyak kerjaan kemarin jadi gak bisa lama-lama"

"Oh begitu ya? Maaf ya saya jadi merepotkan"

"Enggak kok, Mbak santai aja. Kebetulan nggak terlalu sibuk juga hari ini" jawab lelaki itu dengan tawa kecil dan Reatha hanya tersenyum canggung saja.

"Oh ya nama Mbak siapa?"

"Saya Reatha Faraditha, panggil Rea aja, anggap aja kita seumuran"

"Gapapa, Mbak?"

"Eh maaf maksud saya, Rea"

Reatha tertawa kecil, "Gapapa santai aja, saya malah merasa aneh kalau dipanggil Mbak"

Setelahnya mereka berdiam diri, dengan Reatha yang memperhatikan anak-anaknya dan Kavian yang tengah berpikir apa yang harus ia jadikan bahan pembicaraan lagi.

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang