Chapter 6: Love, Maybe

33 15 0
                                    

Hi flow, kalian bisa play lagu Love, Maybe -ver Secret Number.

•••

Kavian berdiri di depan sebuah Rumah sederhana yang bercat putih list biru. Benar apa yang dikatakan Aza, rumahnya baru direnovasi dan tampak seperti rumah yang baru dibangun. Lingkungan sekitar sini tidak terlalu padat penduduk, jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain sekitar 4 meter, jadi risiko bisikan tetangga kemungkinan tidak ada dan ini pasti aman untuk mental Reatha dan anak-anaknya.

Kavian perlahan masuk kedalam pagar yang tidak terkunci, ia memencet bel kecil yang tampak baru. Baru satu kali Kavian memencet bel tersebut sudah ada sapaan kecil dari dalam. Ia tersenyum karena itu adalah suara Reatha, pertanda bahwa ini memang tempat tinggalnya.

"Iya cari siap-" ucapan Reatha terpotong dan yang pertama kali ia lihat adalah Kavian dengan lengan baju putihnya yang sudah digulung sampai ke siku, tapi wangi tubuh lelaki itu masih sama seperti kemarin ia akan berangkat kerja. Reatha dan Kavian hanya saling menatap hampir satu menit dan ia tersadar lalu mempersilakan Kavian untuk masuk.

"Silakan duduk, Vian. Jayden dan Ruby sedang tidur di kamar baru mereka" ucap Reatha. Kavian hanya mengangguk dan ia duduk di sofa berwarna cokelat susu, isi rumah Reatha hampir seluruhnya berwarna cokelat susu dan cokelat tua.

"Maaf, Vian. Aku belum punya apapun untuk disajikan, tapi tunggu sebentar ya? Aku akan buatkan teh" ucap Reatha tidak enak hati, Kavian tersenyum mendengarnya, tapi hampir saja Reatha menuju dapur, Kavian memanggilnya.

"Ada apa, Vian?" tanya Reatha dan melihat Kavian yang menyerahkan bingkisan padanya.

"Ah enggak perlu repot-repot, Vian" lirih Reatha, Kavian hanya tersenyum manis.

"Buat anak-anak kamu" balas Kavian dan menyodorkan lebih dekat bingkisan itu, Reatha menerimanya dengan senyuman. Setelah berterima kasih ia kembali ke dapur.

Kavian kembali duduk sambil melihat-lihat isi Rumah Reatha, lalu pandangannya jatuh pada sebuah foto yang berada di meja sudut. Ia melihat Reatha yang masih sibuk di dapur dan menghampiri meja sudut itu. Kavian memegang foto itu dan melihat Jayden yang duduk di dekat sang Ayah, ada bayi kecil yang digendong oleh Reatha, Kavian yakin itu adalah Ruby, ia tersenyum kecil melihat senyuman keluarga kecil tersebut. Namun, mengingat apa yang baru saja Reatha alami beberapa hari lalu dan mengingat apa yang telah Grey lakukan pada Reatha dan anak-anaknya senyum Kavian memudar. Ia kembali duduk di tempatnya dan tak lama itu Reatha datang membawa nampan berisi dua teh hangat dan wafer yang Kavian bawa.

"Terima kasih, Rea" ucap Kavian lalu mencicipi teh hangat yang Reatha buat. Lelaki itu mendelik, lalu berhenti menyesap teh itu.

"Ada apa Vian? Apa terlalu panas? Kurang gula? Kebanyakan gula?" tanya Reatha bertubi-tubi, Kavian tersenyum lalu meminum teh itu lagi dan meletakkannya kembali di meja.

"Sangat pas, aroma nya seperti teh yang baru dipetik, Rea. Kamu memang pandai membuat minuman dan makanan ya? Semua makanan atau minuman yang beberapa hari ini kamu sajikan untukku sangat lezat, bintang lima Rea!" seru Kavian senang, pipi Reatha memerah mendengarnya, memang faktanya banyak yang bicara seperti itu, makanan atau minuman apa saja yang Reatha buat pasti akan terasa nikmat, bukan aroma nya saja tapi rasanya juga.

"Kalau kurang bilang ya? Biar aku buatkan lagi" canda Reatha dan Kavian terkekeh kecil.

"Oh ya Vian. Kamu tahu alamatku dari Aza ya?" tanya Reatha dan Kavian mengangguk.

"Iya, aku menghampirinya ke sana berharap kamu juga masih di sana, tapi ternyata sudah pindah" jawab Kavian.

"Terima kasih ya, Vian. Jauh-jauh kesini" ucap Reatha pelan, Kavian menunduk sambil tersenyum kecil.

"Rea, boleh aku pinjam ponsel kamu?" tanya Kavian dan Rea tak memiliki kecurigaan sedikitpun, ia memberikannya pada Kavian. Lelaki itu membuka telepon dan ponsel Kavian berbunyi dari saku celananya, ia mengeluarkan ponselnya dengan Reatha yang berekspresi bingung.

"Nomor kamu aku simpan ya?" tanya Kavian sambil menyimpan nomor Reatha yang masuk di panggilannya. Reatha tersenyum karena itu adalah akal-akalan Kavian agar mendapat nomor nya.

"Nanti simpan nomor ku ya, Rea" ucap Kavian dan mengembalikan ponsel Reatha. Setelah mendapat ponselnya kembali, Rea langsung menyimpan nomor Kavian, lelaki itu tersenyum setelah melihat Rea meletakkan ponselnya, pertanda nomornya sudah disimpan.

Mereka mengobrol lumayan banyak, Kavian menanyakan apapun tentang Reatha dan Reatha juga menanyakan lumayan banyak tentang Kavian, tidak terlalu membicarakan hal pribadi seperti keluarga, tapi Rea bertanya tentang bagaimana pekerjaannya, apa hal yang disukai dari pekerjaan, mengapa memilih untuk menjadi pengacara, dan kesulitan-kesulitan yang dihadapi selama berprofesi sebagai Pengacara. Sedangkan Kavian bertanya tentang anak-anaknya Rea dan orangtuanya Rea, tapi Rea tak bertanya kembali soal orang tua Kavian.

Hingga di ujung waktu, mereka kehabisan topik pembicaraan.

"Rea, maaf kalau aku lancang. Kapan kamu akan bercerai?" tanya Kavian dengan suara pelan, Reatha tersenyum kecil, Kavian tertegun melihat wanita itu tersenyum.

Orang bilang saat seseorang jatuh cinta, lalu dia patah hati dan melupakan orang tersebut, hingga ia sampai pada titik mengingat kenangan yang pernah ia lalui bersama dengan orang tersebut, entah melihatnya atau saat ada yang menyebut namanya dan ia hanya tersenyum, maka itu adalah titik dimana orang tersebut telah berhasil melupakan segala kenangan yang sudah ia lalui.

"Aku belum lupa kok, Vian. Apalagi dulu kenangan manis sama Mas Grey banyak di sini daripada di sana, tapi aku gak apa kok, ada Jayden sama Ruby di sini. Lagi pula ada Aza sama Kak Livin yang bisa bantu aku walau sekadar untuk berbagi cerita" Kavian terkejut didalam hati, bagaimana wanita ini bisa tahu apa yang sedang Kavian pikirkan dan Kavian hanya bisa tersenyum menanggapi hal itu.

"Aku akan menunggu sampai mungkin nanti ada surat cerai datang ke sini. Dia gak tau aku ada di sini, tapi kemungkinan untuk tahu pasti ada" lanjut Reatha dan Kavian mengangguk.

"Kalau dia melakukan hal yang enggak-enggak, hubungi aku juga ya Rea? Aku juga bisa bantu kamu, apalagi kalau untuk mengurus hak asuh anak"

"Terima kasih, Vian. Kamu juga kalau lagi pingin minum kopi, ke sini ya?" ucap Reatha dan Kavian terkekeh kecil.

"Tapi aku malu kalau ke sini sendiri, mungkin bisa ajak kakak nya Aza atau ajak Aza" balas Kavian dan Reatha mengeluarkan sebuah kartu namanya, ia memberikan kartu nama itu pada Kavian, lelaki itu menerimanya dan menatap Reatha.

"Kedua temen baik aku yang kasih ini, Vian. Kalau enggak ada mereka mungkin aku gak akan tau apa yang harus aku lakuin selanjutnya" ucap Reatha dengan suara sendu.

"Pasti! Aku akan datang ke sini, aku akan tawari semua ke temen-temen aku yaa!" ucap Kavian dengan penuh semangat mendengar hal itu Reatha mengangguk senang, Kavian jadi tersenyum melihatnya.






















•••

Hi flow!
Jangan lupa tinggalkan jejak ya!
See u next chapter^^

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang