Chapter 15: I'm dying

18 11 0
                                    

Halo, Flower's! 2 hari aku libur hehe, sekarang aku balik lagi. Play lagu Mahalini "mati-matianku" yup! Happy Reading!

•••

Sekarang adalah waktunya Ruby dan Jayden dijemput, sebab 15 menit lagi mereka akan keluar dari kelas. Kavian dan Reatha mengobrol sambil Vian fokus pada setir mobilnya, sesekali ia menoleh ke arah Reatha. Memandang wajah cantik wanita itu dari samping, Vian menyunggingkan senyum.

"Ada sesuatu di wajahku, Vian?" tanya Reatha yang menyadari bahwa Vian memandang wajahnya diam-diam.

"Ah, tidak. Hanya ingin" jawab Vian lalu membuang muka ke arah jendela di sebelah kanannya. Reatha menahan tawa melihat Vian yang berusaha menyembunyikan pipinya yang mungkin kimi sudah seperti tomat ceri.

"Kamu sedang dekat dengan seseorang, Vian?" pertanyaan Reatha yang tiba-tiba membuat jantung Kavian berdetak lebih kencang dari biasanya. Kunjung tak mendapat balasan dari lawan bicaranya, Reatha terkekeh.

"Aku hanya bercanda, Vian." mendengar itu Vian bukan bernafas lega, namun semakin salah tingkah. Ia terlalu ketahuan bahwa ia menyembunyikan sesuatu.

"Oh ya, Vian. Aku punya pelanggan tetap, ia selalu memesan donat atau cupcakes ku dalam porsi yang lumayan banyak. Aku lupa rumahnya di mana, karena aku hanya satu kali ke sana bersama Ruby dan Jayden. Sisanya ia selalu mengambil pesanannya sendiri, sekalian memesan coklat panas kesukaannya." mendengar kata-kata coklat panas mengingatkan Kavian pada seseorang, tapi bisa saja ingatan Vian salah, yang meyukai coklat panas kan bukan hanya satu orang saja.

"Lalu? Terjadi sesuatu, Rea?" tanya Vian cemas, ia tidak bisa berpikir jernih hanya gara-gara mendengar kata coklat.

"Sebenarnya tidak, tapi ini cukup mengangguku akhir-akhir ini." Rea berhenti sejenak, raut wajahnya tampak berpikir. Seperti memikirkan apakah ia harus mengatakannya atau tidak.

"Katakan saja, Rea. Aku janji tidak akan terganggu" wanita itu menghela nafas.

"Ia mirip sekali denganmu. Kakaknya pun mirip sekali denganmu, Vian. Namun, memang keduanya lebih tinggi darimu. Aku sudah bertemu mereka sejak 1 bulan yang lalu. Itu pun karena pesanan kuenya." mendengar itu Vian jadi makin menduga bahwa tebakannya pasti benar.

"Kamu ingat sesuatu tentang mereka selain itu?" Vian hanya memastikan, sejatinya tebakannya pasti benar. Reatha tampak berpikir lagi dan ia segera menghadap ke arah Vian. Namun, perkataannya harus tertahan karena mereka sudah masuk ke pekarangan sekolah kedua anak Rea dan harus menunjukkan identitas.

Saat Reatha ingin melanjutkan, ia sudah melihat Jayden dan Ruby yang baru saja keluar kelas secara bersamaan. Wanita itu jadi mengurungkan niatnya dan turun dari mobil untuk menyapa kedua anaknya. Kavian hanya melihat dari dalam mobil, ia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang untuk melakukan sesuatu.

•••

Beberapa hari setelah hari itu, Kavian tidak datang ke Coffee Shop Reatha. Pria itupun tidak ada kabar sama sekali, Reatha juga tidak menggubris untuk bertanya. Ia fokus dengan anak-anaknya dan Coffee Shopnya. Beberapa kali juga Reatha diundang oleh sekolah-sekolah kopi untuk menjadi narasumber mereka. Hal ini tentunya membantu Rea untuk mengenalkan namanya pada orang banyak. Usahanya pun semakin hari semakin ramai, ia juga jadi sering mentraktir Jey dan Aza untuk makan di luar. Reatha tidak akan melupakan jasa kedua sahabatnya ini. Seperti sekarang ini, mereka tengah menimati makan malam di salah satu restoran terkenal. Sekali-sekali tidak masalah, pikir Rea. Terlebih lagi anak-anaknya sangat suka dengan menu makanan yang disajikan khusus untuk porsi kids.

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang