Chapter 3: Mourning

43 20 1
                                    

Hi flow kalian bisa play lagu Duka-last Child yaa

•••

Pagi-pagi sekali Reatha sudah bangun, anak-anaknya masih tertidur lelap, memegang erat selimut yang semalam Kavian berikan. Sejenak ia tersenyum hangat melihat kedua malaikat kecilnya, tapi juga sedih karena nasib kedua malaikat kecilnya harus berakhir seperti ini. Namun, teringat bahwa ia tidak lagi berada di rumah itu, Reatha langsung mengikat rambutnya dan bersiap untuk membuat sarapan. Setidaknya ia harus sedikit menguntungkan untuk Kavian, karena kebaikan lelaki itu yang telah menyelamatkan hidup anak-anaknya untuk hari ini.

Reatha membuka kulkas dan melihat bahwa hanya ada roti tawar, susu, serta buah-buahan. Tidak butuh waktu lama untuk Reatha memikirkan apa yang harus ia lakukan, tentu saja ia membuat susu hangat dan juga roti bakar mentega sebagai sarapan. Buah-buahan itu ia cuci bersih dan mengupas apel, memotongnya kecil-kecil, menata masakannya di atas meja dan teringat bahwa Kavian tampak menyukai kopi buatannya kemarin.

Wangi kopi yang sangat mengunggah selera membuat Kavian terbangun, sejenak ia keluar dari Kamarnya. Reatha tersadar saat ia tengah menuangkan air hangat untuk susu kedua anaknya.

"Kamu ada kegiatan hari ini? Mandilah dan sarapan, sudah ada sarapan untukmu di atas meja" ucap Reatha lembut sambil mengaduk susu untuk Jayden dan Ruby. Kavian terdiam, namun bibirnya menampakkan senyuman kecil, diperlakukan seperti ini seolah sedang menjalani rumah tangga yang bahagia. Dengan cepat Kavian mengalihkan pikirannya, saat Reatha juga memperhatikannya dengan bingung.

"Makasih, Rea. Sebenarnya kamu gak perlu repot-repot" ucap Kavian sedikit malu, Reatha tersenyum dan menggeleng kecil, ia tidak masalah soal ini.

Sambil menyiapkan diri dan anak-anaknya, Kavian duduk menunggu Reatha untuk sarapan bersama, tapi yang ia lihat adalah Reatha yang sudah rapi seperti ingin segera pergi.

"Ada apa Rea, kamu buru-buru sekali? Gak mau sarapan dulu? Ruby dan Jayden pasti juga lapar kan?" Kavian bertanya dengan suara lembut sambil menghampiri mereka dan menyamakan tingginya dengan kedua malaikat kecil itu, mengusap kepala Ruby dan Jayden dengan lembut sambil tersenyum hangat yang tak membuat Jayden serta Ruby merasa takut. Keduanya malah merasa sangat diperhatikan oleh Kavian yang jelas bukan siapa-siapa mereka.

"Aku gak bisa lebih lama lagi, Vian. Kamu pasti sibuk dan aku gak bisa merepotkan kamu terus-terusan. Aku udah hubungi temanku kok, aku akan tinggal di rumahnya dulu sementara waktu sambil menunggu rumahku direnovasi sedikit dan dia temen baik aku. Dia akan jemput aku sebentar lagi" Reatha bicara panjang lebar, Kavian berdiri dan menuntun anak-anak Reatha untuk duduk di kursi makan.

"Setidaknya biarkan mereka makan dulu, Rea. Kamu juga harus makan, berpikir juga butuh tenaga" Kavian tidak merasa aneh sama sekali saat berucap kelewat lembut seperti itu pada seorang wanita di hadapannya ini.

"Jayden dan Ruby makan yang kenyang ya? Habiskan susunya ya, Nak" Reatha memalingkan wajahnya dan mengusap air matanya yang sedikit keluar, seandainya Grey yang melalukan hal ini. Mengapa harus orang lain yang lebih perhatian pada kedua anak mereka? Mengapa bukan ayah kandung nya saja?

Sarapan telah berakhir, mereka sedang duduk di ruang tamu, sofa empuk kemarin kembali menyambut Reatha dan anak-anaknya. Kavian sedang menerima telfon, dengan santainya lelaki itu meletakkan tangan kirinya kedalam saku celananya dan tangan kanannya memegang ponsel pintar itu, berbicara dengan santai dan sangat ramah, bahkan ekspresi wajahnya pun seperti menggambarkan suasana hatinya saat ini. Reatha hanya bisa tersenyum kecil, dan beralih memperhatikan Jayden dan Ruby yang senang dengan buku mewarnai yang entah darimana Kavian berikan untuk kedua anaknya.

Lima menit Kavian telah menyelesaikan panggilan suaranya, kemeja putih, celana hitam dengan rambut yang rapi sangat mencerminkan bahwa Kavian pasti seorang pegawai kantoran.

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang