Halo, Flower's!
Kalian aku berjumpa dengan ending cerita ini. Silakan berasumsi yup! Hahaha•••
Pagi ini, Kavian bersiap untuk hadir di sidang kedua Reatha. Ia sudah menyiapkan semuanya, termasuk berkas pembuktian dan juga sudah siap berkoordinasi dengan saksi mereka hari ini. Dan sesuai janji Reatha pula, wanita itu sudah mengantarkan satu tas jinjing yang berisi makanan untuk sarapan pagi Kavian. Reatha tidak mengantarkan langsung, tapi ia memesan jasa antar makanan dan makanan itu sudah siap disantap oleh Kavian beberapa menit yang lalu bersama Ibunya. Tadi, Ibunya cukup terkejut melihat meja makan sudah dipenuhi oleh makanan, beliau mengira bahwa Kavian yang memasak semuanya. Roti panggang yang dipotong menjadi segitiga itu dilengkapi oleh telur mata sapi, beberapa buah berry dan dua jenis selai. Antara strawberry dan cokelat, Kavian bisa memilih atau mencoba keduanya. Tak lupa segelas teh hijau hangat dan kopi hangat juga Reatha siapkan. Membuat Kavian jadi mengembangkan senyuman manis terbaiknya. Beberapa kali juga ibunya memperhatikan Kavian yang sesekali mengukir senyum saat meloloskan potongan roti atau telur ke dalam mulutnya.
"Ada apa, Nak?" tanya sang Ibu. Kavian mendongakkan kepalanya, menatap sang Ibu yang memperhatikannya dengan heran.
"Ah, enggak. Enggak ada apa-apa, Bu," jawab Kavian cepat dan membereskan alat makannya. Lalu, ia menyambar tas, serta segelas kopi, dan berpamitan pada beliau yang masih menatap keheranan.
Kavian menyalakan mesin mobilnya, ia melajukan mobil sambil pikirannya terus teringat soal sarapan pagi. Beberapa kali ia mencoba menetralkan dengan minum air mineral yang selalu tersedia di dalam mobil. Sejenak, ia mencoba memikirkan hal yang lain. Hal yang harus ia katakan pada Reatha, sempat terhenti karena insiden Reatha yang merapikan dasinya kala itu. Kavian sudah pernah menahan dirinya sendiri untuk tidak bertindak lebih jauh, tapi perasaan itu semakin menghantui Kavian akhir-akhir ini. Lamunan itu tersadar saat ponselnya berdering dan tertera nama Reatha dengan emoticon angsa putih. Bagi Kavian, Reatha itu seperti angsa putih yang cantik dan anggun.
"Kavian, kamu sudah berangkat?" tanya Reatha dari seberang sana.
"Ya, Rea. Aku sudah berangkat, ada sesuatu terjadi?"
"Hm, sebenarnya aku sudah di pengadilan tadi, tapi aku akan kembali ke rumah lagi. Karena pengadilan mereshuffle jadwal sidangku. Entah sampai kapan, tapi ada surat edarannya. Ku rasa kamu lebih baik putar balik dan pulang saja, aku akan kirimkan dokumennya melalui pesan." lalu panggilan itu terputus. Kavian merasa ada yang janggal, ia memutar balik arah mobilnya. Bukan kembali ke rumah, tapi menuju ke rumah Reatha dan segera menelfon Azalea untuk lebih dulu datang.
Dan benar saja tebakan Kavian, rumah wanita itu kosong. Beberapa kali ia dan Azalea memanggil Reatha, namun tidak ada jawaban. Kavian langsung saja menghubungi Jares untuk meminta bantuan. Saat ini bukan hanya Reatha saja yang Kavian khawatirkan, tapi juga kedua anak Reatha. Kavian takut terjadi sesuatu pada mereka.
"Apakah Rea ada bilang pada mu bahwa ia akan buka Coffee shop hari ini?" tanya Kavian pada Azalea yang masih mencoba menghubungi sahabatnya itu, sedangkan Kavian masih terus fokus menyetir. Motor Aza ditinggalkan di tempat Reatha dan keduanya memilih untuk naik mobil Kavian saja. Khawatir terjadi sesuatu kalau mereka terpisah juga.
"Enggak ada. Dia enggak memberikan kabar apapun." kalimat itu lolos dari bibir Aza. Kavian semakin khawatir mendengarnya, hingga panggilan dari Jares muncul dan dengan segera Kavian menyambar ponselnya sambil mengendarai mobil dengan satu tangan. Azalea menyadari hal itu, dengan situasi dan kondisi yang penuh tekanan seperti ini, sangat tidak baik kalau Kavian menyetir sambil memegang ponsel. Maka dari itu, Azalea berinisiatif untuk mengambil alih ponsel pria itu dan mengarahkannya dekat dengan Kavian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]
Teen FictionFollow sebelum baca! Budayakan vote dan berikan komentar! SEGERA TERBIT di Teori Kata Publisher ~Blurb~ Reatha tidak tahu mengapa pernikahannya harus hancur, karena orang ketiga. Ia ingin bertahan demi dua buah hatinya, namun sesak di dada tidak bis...