Chapter 13: To Disturb

26 9 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen yaa guys
Happy reading🥰
B

by the way, play lagu Usik—Feby Putri yaa!

•••


Hari ini Reatha akan buka coffee shop lebih siang. Ia membuat pengumuman yang ditempelnya pada pintu masuk, ada keperluan yang harus Reatha kerjakan. Jayden akan mendaftar masuk Taman kanak-kanak, setelah dua tahun yang lalu ia sempat berhenti sekolah, karena biaya. Untungnya Jayden sudah bisa membaca dan menulis dengan baik, Reatha selalu mengajari dan menyempatkan waktu untuk Jayden maupun Ruby.

Saat tiba di sekolah, Jayden merasa senang melihat sekolah barunya. Ia juga bermain dengan beberapa anak seumuran yang menghampiri Jayden untuk sekadar bermain ayunan, lompat tali, dan lainnya. Ruby yang melihat itu jadi ingin pula, ia melepaskan genggaman tangan sang bunda dan menuju sang kakak yang asyik bermain.

Reatha tidak bisa terlalu fokus, karena harus mengisi beberapa berkas agar Jayden mendapatkan beasiswa. Di sela-sela waktu mengisi formulir, Livin keluar dari ruangan kepala yayasan dan memberikan satu lembar lagi formulir pada Reatha.

"Apa ini, Kak?" tanya Reatha bingung sambil menerima formulir yang diberikan Livin. Pria itu duduk di sebelah Reatha dan tersenyum.

"Isi juga untuk Ruby. Kamu lihat? Ruby gak kalah senang dengan sekolah dan teman-teman barunya" Reatha mengikuti arah yang dilihat seksama oleh Livin, wanita itu berkaca-kaca.

"Kak, makasih ya? Aku seneng banget, akhirnya Ruby dan Jayden bisa sekolah karena adanya Kakak dan Aza" mendengar itu Livin mengangguk dengan senyuman.

"Iya, Rea. Memang seharusnya begitu, itulah fungsi aku dan Aza ada di samping kamu"

Setelah berucap begitu, Livin kembali memperhatikan Jayden dan Ruby. Reatha menatap Livin dari samping, wanita itu merinding. Bagaimana bisa ada manusia sebaik Livin dan Aza, Reatha sangat bersyukur atas hal ini dan setelahnya ia melanjutkan untuk melengkapi semua berkas.

•••

Di sisi lain, ada Kavian dan Jares yang bertemu secara diam-diam di dekat rumah Grey. Jares mengikuti perkataan Kavian kala itu, ia tidak menggunakan seragam polisi sama sekali, tidak menggunakan atribut dan mobil polisi juga. Ia bahkan tidak menggunakan mobil dinas nya, tapi Jares lupa satu hal.

"Singkirkan ini. Sudah ku bilang jangan ada identitas mu satu barang pun" ucap Kavian dan merobek sticker lambang polisi di kaca luar. Jares menepuk jidatnya, "Aku lupa" ucap Jares tanpa berdosa sambil terkekeh kecil dan lanjut mengunyah permen karetnya.

"Kaca mobil ini hitam atau tidak sih dari luar? Kalau tidak ya percuma saja" gerutu Kavian sambil berdiri di depan mobil, lagi-lagi Jares terkekeh. Kavian mengetuk kaca mobil.

"Apa yang lucu?!" lagi-lagi membuat Jares terkekeh, sungguh humor lelaki ini aneh sekali.

"Sudah gunakan apa yang aku katakan, kan?" tanya Kavian lagi, Jares mengangguk dan mengganti permen karetnya dengan yang baru.

"Cerewet, pantes belum punya gandengan" cibir Jares.

"Bilang sekali lagi, ku sentil jidatmu" ucap Kavian dan menutup pintu mobil. Jares malah tertawa lagi.

"Kurasa kita aman di sini, tapi agak aneh kalau ada mobil parkir di rumah kosong" Kavian mengoceh sendiri.

"Tadi yang kasih saran juga siapa" celetuk Jares.

Hati yang Luka [OPEN PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang