16. RENCANA ANNISA

110 31 240
                                    

Kini Nayla mondar-mandir di depan IGD, ia sangat khawatir kepada Rian, mau bagaimanapun Rian sudah membantu nya.

Pintu UGD itu akhirnya terbuka, menampakkan dokter dan para suster yang keluar dari ruangan itu.

"Dok gimana kondisi teman saya?" Tanya Nayla khawatir.

"Keadaan teman mba baik-baik saja, lukanya tidak parah dan sekarang ia sudah siuman, tetapi akan di pindahkan terlebih dahulu ke ruang rawat." Jelas dokter yang mungkin sudah berumur.

"Oh begitu ya dok, baiklah terimakasih ya dok."

Nayla ingat ia belum menyelesaikan administrasi di rumah sakit ini, akhirnya ia memilih untuk membereskan administrasi terlebih dahulu.

Rian yang kini berada di ruang VVIP, disana terdapat tv, ac dan sofa. Rian mengedarkan matanya ke sekeliling ruangan itu, sudah lama sekali ia tidak pernah mencium bau obat seperti ini pikirnya.

Knop pintu terlihat bergerak menandakan ada orang yang akan masuk, Rian buru-buru menutup matanya, agar tidak ada yang mengganggunya.

"Yan, Lo tidur ya? Syukurlah Lo gapapa, gue khawatir tau." Tutur Nayla.

"Kalau Lo kenapa-napa gue gak bisa maafin diri gue sendiri sih yan," Nayla menyeka air matanya, ia berbicara sembari menangis.

"Yan, maafin gue ya. Gara-gara gue Lo jadi terluka kaya gini."

Rian yang mendengarkan Nayla dan sesekali lengannya terkena air mata Nayla, ia tak tahan untuk terus berpura-pura tertidur.

"Lo nangisin gue hmm? Jangan nangis, nanti Lo tambah jelek mukanya." Ucap Rian.

"Apaan sih Lo," bugh Nayla memukul kepala pria itu dan memasang wajah juteknya.

"Sssh aww, gue lagi sakit malah Lo pukul." Rian meringis dan mengusap kepalanya.

"Ya lagian Lo jadi orang nyebelin banget sih!"

"Iya-iya, maafin gue udah buat Lo khawatir ya," dengan refleks Nayla memeluk Rian dan Rian hanya melongo tetapi kesempatan tidak datang dua kali, ia pun membalas pelukan itu.

"Makasih udah bertahan." Ucap Nayla.

"Hmm?" Rian bingung dengan ucapan ambigu Nayla itu.

"Lupain aja, pokoknya makasih ya Rian, gue sayang Lo," lagi-lagi Nayla membuat jantung Rian berdetak tak karuan.

"Sebagai sahabat." Sambungnya.

****

"Cen, katanya Rian sama Nayla kemarin kecelakaan." Karin membuka suara terlebih dahulu, dikarenakan kemarin ia mengunci pintu kamar dan tak ingin berdekatan dengan Husain.

"Kenapa bisa?" Tanya Husain yang wajahnya biasa saja.

"Di cegat preman waktu pulang dari bandara, katanya gitu sih."

"Ohh, yaudah nanti sebelum kerja aku ke rumah sakit."

"Aku ikut ya?" Karin menatap suaminya dan Husain pun menatap Karin.

"Khawatir ya sama bekas gebetan?" Ucap Husain dengan nada dinginnya.

"Apa sih Cen, lagian aku udah ga suka sama Rian." Balas Karin.

"Iya deh iya, ke orang lain peduli ke suami sendiri gak peduli," omel Husain.

"Kapan aku gak peduli sama kamu hmm?" Karin mendekatkan wajahnya pada Husain.

"Tadi malem aja pintu kamar malah di kunciin gitu, aku tidur di sofa dingin tau."

"Ya lagian kamu juga sih yang salah, kamu nyebelin yaudah itu hukumannya wle," Husain yang melihat itu tersenyum, ia berfikir bahwa istrinya ini cemburu.

Waiting For You [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang