Malam Pesta

111 16 57
                                    

— Alexa, mainkan lagu Besharam Rang secara berulang.

Keluarga Adani dikenal sebagai tuan rumah pesta terbaik.  Setiap pesta yang mereka selenggarakan pasti meninggalkan kesan bagi para hadirinnya. Seperti sekarang, di atas pesiar, mereka mengubah ballroom menjadi sebuah aula pesta yang megah. Banyak orang di sana. Mereka semua adalah tamu keluarga Adani. Beberapa dari mereka tampak menari berjingkrak-jingkrak di lantai dansa saat musik mulai memenuhi aula. Beberapa lainnya sedang berjudi di sekitar meja roulette. Para pria mengenakan setelan jas hitam sementara para wanita tampak cantik dengan gaun emas. Semuanya tampak begitu kaya dan mewah sehingga jika kalian berada di sana, kalian tidak akan mencium aroma apapun selain uang dan kehormatan.

Samar melangkah masuk ke area pesta dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Matanya mengenali beberapa atasannya di militer dan mitra bisnisnya di industri film. Tapi ia tidak mau bergabung dengan mereka, meski Darshan ada di sana dengan gadis-gadis di pelukannya. Ia mencoba membuat dirinya nyaman di bar dengan beberapa pria.

"Waktu yang tepat untuk penyegaran, Signore. Apa yang bisa ku hidangkan untukmu?" Tanya bartender begitu dia duduk di kursi bar.

"Buatkan yang terbaik." Samar menyalakan rokoknya dan menatap kerumunan pesta. Beberapa gadis mendekatinya tetapi ia tidak membutuhkan mereka. Ruhani sudah cukup baginya sehingga ia merasa tidak perlu main-main dengan gadis lain.

Seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya saat ia sedang menikmati minumannya. Ternyata si tuan rumah. Kunal Adani.

"Hei, aku tidak pernah berpikir aku akan menemukanmu di antara para pria peminum." Kata Kunal sambil duduk di sampingnya. Samar menjabat tangan pria itu dengan ramah. Mereka adalah teman semasa sekolah dulu.

"Selamat untuk hari jadi pernikahanmu, bung. Perjalanan yang sulit, ya?" Pertanyaan Samar dijawab dengan tawa kecil.

"Yah, kau harus tahan dengan wanita yang sama, teriakan yang sama, buah dada yang sama selama bertahun-tahun... Ya, aku rasa aku bisa menyebutnya sulit."

Kedua pria itu tertawa bersama sambil menyeruput koktail mereka. Di kejauhan, Samar melihat Darshan tersenyum lebar sambil mencium gadis-gadis itu. Ia menang banyak, sepertinya.

"Bagaimana Samaira? Apakah ia tidak marah jika kau meninggalkannya untuk sementara waktu?" Tanya Kunal, membuat Samar menoleh padanya lagi.

"Tidak. Aku berjanji padanya kalau aku akan membiarkannya memilih universitas yang dia inginkan. Di sini ataupun di luar negeri." Samar mengepulkan asap rokoknya. Dengan pertanyaan itu, ia ingat ia belum berbicara dengan putrinya hari itu. Ia lupa di mana terakhir kali ia meletakkan ponselnya.

Kunal menatapnya sambil mengernyit. "Tapi bukankah kau akan memasukkannya di universitas kami? Ia akan menjadi yang terbaik."

Samar menggelengkan kepalanya. "Tidak, teman. Ia terlalu keras kepala. Kau pasti tahu bagaimana menangani seorang gadis remaja."

"Aku tahu. Lebih sulit daripada menangani seorang istri."

Mereka tertawa lagi. Kunal menyuruh Samar untuk menikmati pesta sebelum akhirnya ia pamit. Samar sendirian lagi. Ia memilih untuk menghampiri Darshan dengan dua gelas wiski di tangannya. Ia tahu kawannya itu mencintai wiski lebih dari apapun.

"Hei, kemana saja kau, sobat? Kau hampir melewatkan pestanya." Kata Darshan saat Samar berdiri di sampingnya. Ada dua meja roulette besar di aula itu. Setiap meja diisi oleh kalangan yang berbeda. Tempat Samar berada saat ini adalah meja para bos industri film. Sementara meja yang lainnya diisi dengan para pejabat militer.

"Dalam atau luar?" Samar menyerahkan satu gelas pada Darshan. Matanya mengembara ke meja lain seolah mencari sesuatu.

"Langsung." Darshan memasang taruhannya di atas meja. "Kau ingin bertaruh? Aku menang besar malam ini."

Judaiyaan [DITANGGUHKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang