“Lihatlah, rumahku telah berubah menjadi sebuah taman bunga.”
Birju menggulir ke bawah beranda X-nya yang menunjukkan video-video kerumunan penggemar ibunya di depan rumah mereka di Mumbai. Sudah lebih dari sebulan sejak hilangnya Mahika Dhawan—atau harus ku katakan, kematiannya yang belum terkonfirmasi—akibat kecelakaan kapal pesiar. Tetapi jumlah penggemar yang berkumpul di gerbang rumahnya tidak pernah berkurang. Mereka meletakkan bunga, menyalakan lilin, dan mengadakan sebuah acara doa bersama untuk sang superstar. Harapan mereka tidak pernah pudar. Mereka selalu berpikiran positif bahwa ia akan kembali kepada mereka dan akan menghiasi layar perak lagi. Dan Birju yakin, situasi yang sama juga terjadi di rumah Ruhani dan Darshan.
Merasa tidak mendapatkan jawaban bahkan setelah jeda yang cukup lama, Birju mengangkat kepalanya dan mengarahkan tatapannya kepada Samaira. Gadis itu begitu gelisah di tempat duduknya dengan sepucuk surat di tangannya. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai dengan tak sabar sementara matanya melihat ke arah jam dinding setiap lima detik sekali. Ia pasti sedang menunggu waktu untuk membuka surat yang diberikan Jenderal Trivedi seminggu yang lalu. Hari itu adalah tanggal 28 Maret 2023. Birju memeriksa waktu di ponselnya. Pukul sebelas lewat sembilan.
“Bagaimana jika ... ayahku masih hidup? Bagaimana jika dia selamat? Bagaimana jika di surat ini ada titik koordinat dari suatu tempat di mana aku bisa menemuinya?” Samaira berkata lirih. Detak jantungnya semakin cepat seiring dengan berjalannya waktu yang terus berjalan. Baik Birju maupun dirinya menunggu saat dimana ia akhirnya mengetahui arti dari surat ini.
Birju mengerutkan kening, tapi kemudian tersenyum ketika Samaira menatapnya. “Kalau begitu, ini akan menjadi pertanda baik, bukan? Mungkin juga ada yang ingin ia katakan tentang ibuku. Aku akan mengikutimu kemanapun kau pergi.”
Jam tangan pintar di tangannya berkedip beberapa kali, menunjukkan pukul sebelas lewat sepuluh. Samaira melihatnya. Ia buru-buru membuka amplop itu dan mengeluarkan kertasnya. Birju menengadahkan kepalanya untuk melihatnya. Ada tulisan tangan seseorang di sana, tulisan yang terlihat familiar baginya. Samaira membaca surat itu dengan seksama. Wajahnya mengeras setiap kali ia tenggelam lebih dalam ke dalam barisan kata di surat itu.
Birju hanya memperhatikannya membaca surat itu. Sesaat kemudian, Samaira bangkit dari sofa dengan raut wajah terkejut. Birju merasa khawatir dan bahkan mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apa isi surat itu? Apa yang membuat Samaira terlihat begitu panik? Tapi ia tidak berani bertanya. Ia hanya menunggu di sana sampai Samaira selesai. Ia hanya berdiri diam, menatap Samaira dengan penuh kekhawatiran.
Matahari sudah naik di luar sana. Awan-awan putih tipis bergelayut di langit. Hari itu terlalu cerah untuk menerima kabar buruk dari orang tersayang. Tapi Samaira menerimanya di luar keinginannya.
“Apa isinya?” Tanya Birju.
“Papa...” Samaira tidak menjawabnya. Ia malah berlari ke lantai atas menuju ruang kerja Rajpal. Birju mengikutinya dengan rasa penasaran yang belum terjawab. Samaira berlari menaiki tangga sambil memanggil kakeknya dengan tergesa-gesa.
“Kakek, apakah kau akan pergi ke kantor pusat hari ini?" Ia bertanya dengan napas terengah-engah.
Rajpal baru saja meletakkan gagang telepon ketika Samaira menerobos masuk ke dalam ruangannya. Kerutan di dahinya jelas menunjukkan bahwa ia terkejut mendengar pertanyaan itu.
“Bagaimana kau bisa tahu?” Dia berjalan mengitari ruangan untuk mengambil seragamnya sambil membetulkan dasinya. “Ya, aku dipanggil. Ada hal yang mendesak yang terjadi di sana.”
“Bawa aku bersamamu!” Samaira bersikeras. Hal itu hanya menambah kebingungan Rajpal.
“Kau tahu kau benci berada di markas. Lagipula, ini hanya untuk para jenderal,” Rajpal dengan santai keluar dari ruangannya tanpa tahu apa yang dia bicarakan. Samaira dan Birju segera mengikutinya. Ia hanya menerima telepon dari kantor pusat yang mengatakan bahwa ia sangat dibutuhkan untuk sebuah situasi rahasia. Ia tidak bisa membicarakannya dengan siapapun. Bahkan dengan Samaira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Judaiyaan [DITANGGUHKAN]
Science FictionHati-hati dengan apa yang kau inginkan. Bisa saja kau memang menginginkan itu, tapi tunggulah sampai kau dipisahkan dari duniamu sendiri. Empat orang dewasa, dua pasangan, berlatar belakang sama dengan konflik berbeda, dipisahkan dari dunia mereka d...