“Apa?!” Seru Ruhani, Mahika dan Darshan bersamaan.
Samar meletakkan ponselnya dan mencoba menghubungi markas sekali lagi. Namun, tidak ada nada dering dari seberang sana.
“Aku tadi pergi menuju helipad untuk memastikan landasan telah siap untuk pendaratan. Tapi aku tidak bisa ke sana. Ada hujan badai dengan angin kencang di luar. Badai seperti itu jarang terjadi di laut Karibia pada bulan Februari, jadi aku segera memeriksa kompas. Arahnya berubah.”
Berita yang dibawa Samar membuat mereka lupa akan pertengkaran dua aktris besar yang terjadi beberapa menit yang laiu. Mereka membuang masalah itu jauh-jauh. Tidak ada penghakiman lagi. Satu-satunya hal yang mereka pikirkan adalah diri mereka sendiri dan apa yang akan terjadi pada mereka. Jika itu benar, maka hari ini akan menjadi masalah pertama mereka dalam tujuh hari terakhir.
“Lalu ke mana tujuan kita sekarang?” Tanya Mahika. Samar tidak punya jawaban untuk itu. Dia baru saja akan mencari tahu.
“Boleh aku minta sebuah peta? Apa saja. Aku akan mencoba memecahkan koordinatnya.” Samar menyimpan ponselnya kembali lalu mengeluarkan sebuah koper dari bawah ranjang. Ia melakukannya dengan tergesa-gesa, tidak peduli jika orang akan melihat perangkat rahasianya. Ia pikir, tidak ada gunanya membuang-buang waktu. Ruhani dan Mahika menatapnya dengan takjub. Di dalamnya ada mesin enigma, tumpukan file, dan perangkat telepon. Samar menggunakan mesin enigma untuk mengirim sinyal bantuan ke markas.
Darshan mengeluarkan ponselnya lalu memeriksa Google Maps. Ia hanya bisa menghela napas begitu layar kuncinya terbuka.
“Tidak ada sinyal. Petanya tidak muncul.”Ia menunjukkan ponselnya. Layar tampak hanya menampilkan sebuah halaman hijau kosong dan sedikit kabur.
Samar langsung mengecek kompas. Alat itu tiba-tiba menjadi rusak. Jarumnya terus berputar dengan cepat tanpa arah. Ia menggoyangkannya beberapa kali, berharap agar itu kembali seperti semula tapi tetap tidak berhasil. Mereka lalu saling berpandangan dengan gugup.
“Kau bilang tadi kau memakai kompas saat berada di sekitar helipad. Kenapa sekarang tidak berfungsi?” Ruhani bertanya pada Samar. Pria itu hanya menggelengkan kepalanya. Dia juga tidak tahu bagaimana itu bisa terjadi.
“Tunggu. Mengapa mereka mengubah arah kapalnya? Semuanya akan baik-baik saja jika kita tetap pada tujuan awal. Menurut jadwal, kita akan sampai di Bahama besok.” Ruhani kemudian menatap Samar. “Ini pasti ada hubungannya denganmu, 'kan?”
Samar memandang Ruhani dengan tak percaya. “Apa? Kenapa aku?”
“Kau terus memperhatikan para jendral itu dan tuan rumah kita sejak hari pertama kita di sini. Itu yang kau bicarakan dengan ayahmu. Mereka tahu tentang misimu jadi mereka ingin melenyapkanmu bersama dengan semua yang ada di kapal.”
“Bersama dengan semua yang ada di kapal? Termasuk diri mereka juga?” Samar tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari Ruhani. Itu jelas tidak berdasar dan tidak logis. Jenderal-jenderal itu bisa saja langsung menembakkan peluru ke kepalanya. Ia juga cukup yakin bahwa tidak peduli seberapa kaya keluarga Adani, mereka tidak akan menghabiskan seratus ribu dolar dengan sia-sia hanya untuk menjaga rahasia mereka agar tetap aman.
“Tapi bagaimana jika mereka tidak ada di sini lagi? Maksudku, mereka mungkin telah meninggalkan kapal ini sebelum ini semua terjadi.” Pendapat Mahika dijawab dengan tawa kecil oleh Samar.
“Kalian semua terlalu banyak menonton film Bollywood.” Katanya sambil tersenyum geli.
“Tapi dia benar. Itu bisa saja terjadi.” Suara Darshan membuat Samar berhenti tertawa. “Kita harus memeriksanya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Judaiyaan [DITANGGUHKAN]
Science FictionHati-hati dengan apa yang kau inginkan. Bisa saja kau memang menginginkan itu, tapi tunggulah sampai kau dipisahkan dari duniamu sendiri. Empat orang dewasa, dua pasangan, berlatar belakang sama dengan konflik berbeda, dipisahkan dari dunia mereka d...