Cerita

62 15 77
                                    

Keadaan di sekitar Samar, Darshan, Ruhani, dan Mahika sudah agak tenang setelah serangan tak terduga hari itu. Mereka menjadi punya banyak waktu untuk menyembuhkan luka-luka dan membangun strategi untuk bertahan hidup di dunia yang aneh ini. Mereka berhasil membuat luka di kaki Mahika membaik. Samar melakukannya dengan kemampuan pertolongan pertama yang dimilikinya sebagai seorang tentara. Ia ragu pada awalnya, tetapi akhirnya berhasil juga. Mahika hanya mengalami dislokasi setelah ia memeriksanya dengan benar. Setidaknya wanita itu sudah bisa berjalan sekarang meski harus dengan sedikit bersusah payah. Penyembuhannya akan memakan waktu.

Selama itu, Darshan merawat Mahika dengan baik. Dia tidak pernah pergi satu inci pun dari sisinya kecuali untuk urusan mendesak. Buang air, misalnya. Ia telah kehilangan wanita itu selama lima belas tahun dan tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Pria berjanggut itu benar-benar berpikir bahwa apa yang terjadi dalam hidup mereka sudah ditakdirkan sebelumnya. Ia yakin ini adalah rencana Tuhan untuk menunjukkan kepadanya jalan yang benar. Keyakinan inilah yang membawa mereka hingga ke titik ini. Ia begitu yakin akan hal itu.

“Dash, kau tidak perlu melakukan ini. Aku bisa sendiri,” ujar Mahika saat Darshan membuka sebuah kaleng ikan sarden. Ia hanya tersenyum padanya.

“Siap melayanimu kapanpun, Nyonya. Tutup percakapan ini dan makanlah.”

Mahika tersenyum saat Darshan menyuapinya sesendok ikan. Rasanya tidak enak, tetapi kehadiran prianya sudah cukup untuk membuat matanya buta terhadap apa pun. Darshan benar-benar merawatnya dengan baik. Jika ada satu hal baik yang bisa ia lihat dalam petualangan gila ini, maka itu adalah cara Darshan menebus kesalahannya lima belas tahun yang lalu.

“Bagaimana pergelangan kakimu? Sudah membaik?"

Pertanyaan Darshan membuat Mahika terkekeh. “Kau sudah menanyakan pertanyaan itu berkali-kali.”

“Maaf. Aku khawatir. Cederamu membuatku takut sekali,” Darshan tersenyum sambil menyuapinya lagi. Mahika menerimanya dengan senang hati.

“Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan lukamu? Coba aku lihat,” Mahika menarik lengannya lalu memeriksa lukanya. Itu sudah sembuh dan mengering. Hanya tinggal menyisakan bekas luka sepanjang lima sentimeter.

Mahika melihat sekeliling. Dia belum melihat Ruhani atau Samar sejak sore ini. Ada apa di antara mereka? Mereka biasanya tidak dapat dipisahkan seperti sepasang sandal, seperti dia dan Darshan. Ini adalah pertama kalinya sejak kecelakaan itu mereka menjaga jarak satu sama lain.

“Memikirkan apa?” tanya Darshan, membuatnya menoleh ke arahnya.

“Di mana Ruhani dan Samar? Aku belum melihat mereka sejak sore,”

“Ruhani ada di tepi sungai. Samar sedang berjalan-jalan.Tapi dia sudah kembali dan sedang berenang di sungai,” Darshan menunjuk ke aliran sungai di depan mereka dengan dagunya. Informasi itu membuat Mahika membulatkan matanya.

“Berenang? Di tengah kegelapan dan air yang begitu dingin?”

Darshan mengangkat bahu. “Sekarang kau baru mengenal temanku.”

“Dan apa yang dilakukan Ruhani di sana?”

“Mengapa tidak kita tanyakan saja ketika dia kembali?” Darshan menyuruh Mahika untuk makan lagi dan dia hanya menurut. Ia masih penasaran dengan tingkah aneh kedua temannya. Tanpa ia ketahui, apa yang sedang dipikirkan Ruhani jauh berbeda dari perkiraan siapapun.

Perjalanan panjang setelah kecelakaan kapal itu membuat Ruhani memiliki banyak waktu untuk memikirkan lamaran Samar. Pria itu ingin menikahinya. Ya, keduanya memang gila. Samar mengungkapkan keinginannya untuk bersamanya sejak awal perkenalan mereka. Ia sudah menjadi duda ketika mereka bertemu. Itulah salah satu alasan mengapa Ruhani masih ingin mempertahankan hubungan ini. Setidaknya, dia tidak merusak pernikahan pria lain. Dia tidak peduli jika Samar merusak pernikahannya. Dia sudah ingin itu berakhir sejak ia melahirkan Vihaan.

Judaiyaan [DITANGGUHKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang