Bagian Dari Kami

44 9 17
                                    

“Yaa, jika kalian mengharapkan kami memberikan keamanan, kalian harus menjadi bagian dari kami.”

Beberapa detik belakangan di rumah geng kuartet dipenuhi dengan percakapan yang canggung antara mereka berempat, Vikramaditya, Yudhisthira, dan seorang perwira ILF. Kelompok itu setuju untuk memberikan tempat tinggal dan jaminan keamanan bagi mereka. Namun sebagai imbalannya, para pria harus bergabung dalam sayap militer mereka. Yodha dan Kiaan siap untuk melakukan apa saja untuk menyelamatkan diri mereka sendiri dan dua wanita kesayangan mereka. Tapi, mereka baru bisa bergabung setelah memenuhi sebuah syarat, dan mereka tidak siap untuk itu.

“Tapi kami tidak menerima syarat itu,” ujar Yodha, masih bersikeras dengan keputusannya. Ia telah mengambil alih seluruh percakapan sejak Kiaan menolak untuk membuka mulutnya. Ia tahu Kiaan juga tidak akan menerima hal itu.

“Pilihan ada di tanganmu, Tuan," Si Perwira tersenyum. “Kami memiliki aturan dan hukum. Jika kalian ingin menjadi bagian dari kami, kalian harus mematuhinya.”

Petugas itu memberikan penghormatan terakhir kepada Vikramaditya sebelum dia meninggalkan rumah. Vikramaditya hanya menghela napas lalu bangkit dari tempat duduknya dengan bantuan Yudhisthira. Ia terlihat sangat kecewa.

“Aku akan merekomendasikan pengangkatan kalian sebagai anggota kami. Jika kalian berubah pikiran, tinggalkan pesan kepada para penjaga. Mereka akan menemukanku,” kata pria tua itu.

Mereka pergi tidak lama setelah Si Perwira. Sekarang hanya ada mereka berempat di dalam rumah. Yodha berdiri dan berjalan ke arah jendela untuk melihat situasi di sekitar rumah.

“Mereka meninggalkan dua penjaga di depan pintu,” ucapnya.

“Nah, itu berarti kita tidak harus menerima syarat itu, bukan? Mereka tetap memberi kita perlindungan bahkan ketika kita tidak memberi tanda-tanda akan bekerja sama dengan mereka,” Ishani memberikan analisisnya.

“Tapi untuk berapa lama? Tidak ada jaminan mereka akan melindungi kita selamanya. Siapa tahu suatu hari nanti mereka akan menjadi bumerang bagi kita dan...” Yodha membentuk tanda pistol dengan jari-jarinya dan mengarahkannya ke kepalanya.

Ia menoleh ke arah lain, menghadap Kiaan. “Hei, bangun, prajurit! Katakanlah sesuatu,”

Kiaan menarik napas panjang. Ia tidak memiliki pandangan lain kecuali satu. “Orang tua itu telah menolong kita. Tidak mungkin kita bisa membalas kebaikannya kecuali kita menerima syaratnya.”

“Apa?” Kavya berseru. “Jadi, kau ingin salah satu dari kita mati hanya untuk mendapatkan tempat di antara mereka?”

Kiaan menggelengkan kepalanya. “Lebih dari itu, Mahika. Dia telah menyelamatkan hidup kita. Dia adalah alasan mengapa kita ada di sini dan masih bernapas. Kita harus bersyukur.”

“Apa kau mengerti syarat yang mereka berikan?" Ishani pindah ke sisi Kiaan. Tangannya yang gemetar mencengkram lengan Kiaan.

“Mereka ingin pembuktian kita. Mereka ingin salah satu dari kita melakukan Pertarungan Kukri dengan anggota mereka. Yang hidup akan menang dan mendapatkan tempat di antara mereka, menggantikan yang mati,” Ia berhenti sejenak untuk menghirup lebih banyak udara. “Pertarungan Kukri. Kau tahu betapa berbahayanya itu.”

Kiaan menoleh, menatap Ishani tepat di matanya. Keganasan tergambar jelas di matanya.

“Mungkin ini kesempatan kita. Biar aku yang maju," ujarnya.

Ishani menggelengkan kepalanya tidak percaya. “Kau tidak mengerti apa yang kamu bicarakan.“

“Tunggu dulu,” Yodha memotong. “Samar, ini bukan keputusan yang hanya diambil olehmu. Ini tentang kita semua. Jika kau mati, lalu apa yang akan terjadi pada kami?”

Judaiyaan [DITANGGUHKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang