Mahi

51 12 18
                                    

Yodha dan Kavya membiarkan Kiaan dan seorang tentara ILF mendahului mereka. Pria itu tampak sangat khawatir pada wanitanya. Sementara itu, Yodha tidak bisa mengikuti langkahnya yang tergesa-gesa karena rasa sakit yang luar biasa di kedua kakinya. Kavya menemaninya bersama seorang tentara ILF lainnya.

Yodha tidak membuka mulutnya setelah pertarungan selesai. Jiwanya terguncang karena peristiwa traumatis tadi. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya ia membunuh seseorang dengan tangannya sendiri. Ia masih bisa merasakan darah lawannya mengotori wajahnya hingga aromanya mengganggu indra penciumannya. Irama detak jantungnya tidak menurun sejak saat itu. Kakinya gemetar. Itu sangat menakutkan baginya.

Kavya menatap Yodha dengan penuh kekhawatiran. Dia tampak berantakan. Seluruh tengkuknya merinding melihat memar dan bekas luka di seluruh wajahnya. Beberapa bagian kemeja dan celananya juga robek dan memperlihatkan beberapa luka terbuka.

"Aku rasa kita harus menjahit ini," Ujarnya, mencoba mengajak Yodha berbicara. Ia menunjuk sebuah luka robek di dekat mata kiri Yodha.

Yodha hanya mengangguk. Ia tidak mengatakan sepatah kata pun.

"Apa terasa sakit?" Tanya Kavya sambil mengusapkan jarinya ke luka di lengannya. Yodha, seperti yang telah diduga, sedikit meringis.

"Ayolah, semangat. Kau bertarung dengan baik. Kau berhasil. Aku bangga padamu."

Yodha menoleh untuk menatap Kavya. Mereka saling melempar senyum saat mereka berjalan ke sebuah gubuk. Mereka melihat Kiaan mempercepat langkahnya, membuat mereka mau tidak mau mengikuti langkah cepatnya.

"Di mana istriku?" Kiaan bertanya kepada beberapa prajurit yang sedang duduk di ruang tamu. Mereka berdiri dengan canggung sambil saling melirik.

"Wanita yang baru saja kalian bawa kemari," lanjutnya.

"Lewat sini, Tuan," Para prajurit membawa mereka ke sebuah ruangan di mana Ishani terbaring. Wanita itu hanya bersama Yudhistira di kamar itu. Begitu mereka sampai di muka pintu, Kiaan segera menghampirinya dan mendorong Yudhistira untuk menyingkirkannya. Tidak ada seorang pun yang memprotes perilakunya, bahkan Yudhistira pun tidak. Mereka sudah mengantisipasinya.

"Ishani, apa kau bisa mendengarku?" Kiaan bertanya pada Ishani yang setengah membuka matanya. Wanita itu memandangnya. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

Kiaan mengamati lekat-lekat wajah dan tubuhnya, memastikan tidak ada luka di sana. "Apakah kau baik-baik saja? Apakah mereka memperlakukanmu dengan baik?"

Ishani tidak menjawabnya. Ia hanya meletakkan tangannya di wajah Kiaan seraya berkata, "Kau masih hidup."

"Kami memberikannya perawatan terbaik sebisa kami, Tuan. Aku pastikan tidak ada yang macam-macam dengannya," Ujar Yudhistira

"Banyak yang harus kau jawab, anak muda," Ucap Kavya dengan nada datar. Jangankan Yudhistira, Yodha pun terkejut mendengarnya.

Namun Yudhistira, orang yang dimaksud oleh Kavya, hanya tersenyum padanya. "Tentu. Tapi mari kita rawat dulu luka Tuan Yodha, ya?"

Betapapun Kavya membutuhkan jawaban atas keberanian Yudhistira membentaknya tadi, dia setuju untuk merawat Yodha terlebih dahulu. Mereka bertiga keluar dari kamar dan meninggalkan Ishani bersama Kiaan. Yodha dan Kavya mengikuti Yudhistira ke kamar sebelah.

Ternyata sudah ada seseorang di dalam ruangan itu. Seorang wanita dengan rambut putih panjang berdiri di sudut ruangan dengan punggung menghadap mereka. Yudhistira menuntun Yodha ke sebuah kursi lalu mengambil kotak P3K lengkap dari lemari.

"Kalian bisa menggunakan apa saja di kotak ini. Kalau butuh bantuan, dia bisa melakukannya," Yudhistira menunjuk wanita di sudut ruangan.

Kavya menatap wanita itu. Ia bahkan tidak peduli dengan kehadiran mereka di ruangan itu, hanya sibuk dengan hal-hal yang sedang dia lakukan.

Judaiyaan [DITANGGUHKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang