1.14. Kepercayaan dan Kebohongan

157 17 0
                                    

Sore hari setelah semua kegiatan akademi selesai, Lukas disambut Farrel dengan ekspresi kelewat ceria di kamar. Farrel tiba-tiba berubah menjadi gentleman, mengambil semua yang Lukas bawa, meletakkan semua barang itu di tempatnya, memegang tangan dengan erat, kemudian memberikan ciuman hangat. Sikap manis itu menyentuh hati namun terasa tidak beres. Peningkatan perhatian ini terlalu drastis.

"Honey, apa ada sesuatu yang terjadi hari ini?" Tanya Lukas yang sudah didudukkan di sofa dan mendapat ciuman yang begitu mesra.

"Aku cuma kangen." Jawab Farrel lembut kemudian menggigit telinga kekasihnya.

Farrel yang sedang mesra membuat Lukas pasrah saja memenuhi kemauan kekasihnya itu. Setelah membiarkan Farrel memperlakukannya manis cukup lama hingga dia merasa dicintai dan nyaman, barulah suaminya itu melaporkan sesuatu.

"Owen dan Elio sudah tahu hubungan kita." Kata Farrel setelah menyenangkan Lukas. Dia terlihat merasa bersalah dan mengatakan itu takut-takut. Dia mencoba mengurangi dampak kesalahannya dengan bersikap manis.

"Oh." sahut Lukas datar. Jadi karena itu? Jadi romantisme hari ini karena rahasia mereka sudah bocor? Suaminya yang masih remaja ini sudah makin cerdas sekarang. Dia mulai belajar caranya merayu dan melarikan diri dari masalah yang dibuatnya sendiri.

"Apa kamu marah? Tadi ngga sengaja. Aku juga ngga tahu gimana caranya Owen bisa curiga." rajuk Farrel dengan suara pelan. Wajahnya dibuat memelas agar tidak dimarahi.

Melihat Farrel yang sudah melakukan segala cara agar tidak terkena marah, Lukas menggeleng kemudian menjawab. "Minta mereka agar tidak mengatakannya pada siapapun untuk sementara ini. Aku belum mau mengejutkan Ayah."

Karena Lukas tidak terlihat marah dan malah pengertian, wajah Farrel cerah kembali. Dia bersandar ke Lukas dan mulai berani seenaknya. "Lukas, kalau kamu benar mencintaiku, kenapa kamu tidak mau mengakuinya? Setelah merayuku begitu keras hingga ke dalam mimpi, untuk apa merahasiakan ini? Apa aku cuma bisa jadi pacar rahasia?" tanya Farrel menuntut tanggung jawab lagi. dia tidak mau berstatus sebagai simpanan selamanya.

"Aku sebenarnya ngga berniat merahasiakannya, kita akui pelan-pelan. Lagipula, bukannya kamu yang bilang kalau hubungan kita tidak pantas? Kenapa tiba-tiba berubah?" Lukas bertanya balik.

Pertanyaan itu malah dibalas rajukan. Farrel merebahkan diri ke pangkuan Lukas kemudian menjawab. "Dalam beberapa mimpi terakhir, aku melihatmu pergi dengan orang lain. Kata orang itu, menghabiskan malam denganmu tidak sama dengan mendapatkan hatimu. Apa aku cuma teman ranjang makanya ngga mau diakui? Aku ngga terima. Kenapa kamu mengirim mimpi seperti itu?"

"Kamu perlu tahu kalau aku tidak pernah mengirim mimpi apapun. Menurutku, mimpi-mimpimu itu adalah memori kehidupan sebelumnya yang muncul terperca-perca dan acak. Kita memang awalnya tidak begitu dekat tapi setelah itu kita menikah dan semua orang mengetahui itu. Jadi memori-memori acak itu tidak perlu dipikirkan."

"Benarkah?"

Lukas mengangguk.

"Oke. Untuk sementara ini aku percaya padamu." jawab Farrel tanpa pindah dari pangkuan Lukas. Tanpa mengganggu kemanjaan suaminya, Lukas menyisir rambut hitam Farrel perlahan.

Merasa diperlakukan baik, Farrel mengambil satu kue kering di atas meja kemudian menjulurkan kue itu ke bibir kekasihnya. Melihat kebiasaan familiar ini, Lukas tidak langsung membuka mulut untuk memakan apa yang disuapi untuknya. Dia malah menatap wajah Farrel beberapa detik.

"Lukas, dimakan! Aku suapi." bujuk Farrel.

Tanpa mengatakan apapun, Lukas membuka mulut dan memakan apa yang diberikan. Dia mulai bingung apakah Farrel sudah ingat tentang mereka atau belum. Sejak Farrel banyak bermimpi, kebiasaan dan kepribadian suaminya itu makin mirip dengan kebiasaannya di kehidupan sebelumnya. Mengeluhkan Lukas yang menyukai wajahnya tanpa pernah memuji kepribadiannya, merengek seperti anak-anak, merajuk jika cemburu, dan menyuapi makanan, semua itu adalah kebiasaan Farrel dulu. Melihat ini Lukas mulai berharap namun masih takut.

***

Kate sibuk menyeruput jus strawberry sambil mendengarkan curhat Hana di depannya. Dia tidak perlu mendengarkan banyak untuk mengambil kesimpulan kalau temannya ini sudah dicampakkan sebelum berhasil pacaran dengan Farrel. Curhatan ini membawa dejavu. Lukas juga memperlakukannya sama sebelumnya.

"Aku rasa cowok-cowok Iksvaku emang brengsek." kata Kate setelah Hana lelah mengeluh dan menangis. Dua laki-laki itu sama menyebalkan.

"Aku ngga percaya Farrel memperlakukanku seperti ini." gerutu Hana kesal.

"Sama. Aku juga ngga percaya Lukas memperlakukanku seperti itu." Sahut Kate. Mereka adalah dua wanita kasihan yang dipermainkan laki-laki.

"Bukannya itu karena kamu sebelumnya dekat dengan Farrel jadi dia tidak serius?"

"Entah." jawab Kate. Dia tidak tertarik membahas itu lagi dan malah penasaran dengan hal lain.

"Perempuan yang masuk kamar Farrel itu, apa kamu tahu siapa?" Tanya Kate pelan.

Hana hanya bisa menggeleng. Dia tidak tahu.

Kate yang baru minggu lalu melewati usia 17 tahun, akhirnya mendapatkan kemampuan yang membuatnya bisa membedakan jika seseorang berbohong atau tidak. Dengan itu, dia mulai bisa memisahkan kaum penipu dan kaum orang-orang jujur. Hana di hadapannya termasuk jujur sehingga dia tidak bertanya lebih lanjut.

"Daripada ngurusin cowok-cowok itu, gimana kalau kita nonton besok? Aku juga butuh hiburan." Kata Kate menawarkan.

"Oke." Jawab Hana bersemangat.

Karena Hana sudah terhibur, Kate mengantar temannya itu kembali ke kamar. Di koridor, mereka berpapasan dengan siswi lain yang sedang menggosip tentang novel terbaru yang baru rilis dua hari yang lalu. Melihat dua orang siswi itu, Kate langsung bisa melihat kalau dua-duanya berbohong. Tidak satupun dari mereka yang membaca novel itu namun bisa memberi cerita seakan-akan sudah membaca berkali-kali.

Pemandangan ini sudah biasa untuk Kate. Sebagian besar manusia adalah pembohong parsial yang hanya mengulangi pembicaraan yang mereka dengar dari orang lain. Hanya beberapa orang yang tetap jujur atas apa yang diucapkan. Yang menyebalkan, Lukas yang sudah mempermainkannya adalah satu di antara orang-orang langka yang tidak dilihatnya berbohong sama sekali selama seminggu.

"Lukas, kenapa kamu mempermainkanku sebelumnya?" tanya Kate pada laki-laki kurang ajar itu sehari setelah membangkitkan kemampuannya. Dia paling penasaran masalah itu.

"Aku tidak pernah merasa mempermainkanmu." jawab Lukas atas pertanyaan itu. Anehnya, dia tidak berbohong.

"Bagaimana caranya kamu tidak merasa mempermainkanku setelah mendekat kemudian menjauh lagi?"

"Aku melakukan itu untuk kebaikanmu." kata Lukas membela diri. Dia jujur lagi. Tidak ada warna kebohongan sama sekali. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi?

"Gimana ceritanya itu untuk kebaikanku? Apa kamu bisa menjelaskan lebih baik?" tanya Kate lagi.

"Kamu masih muda. Sebaiknya berpikir baik-baik sebelum memutuskan untuk dekat dengan seseorang. Farrel maupun aku bukan orang yang cocok untukmu." jawab Lukas tenang.

Sampai obrolan terakhir, tidak ada warna kebohongan yang diutarakan oleh Lukas. Karena tidak percaya dan makin penasaran, Kate mengawasi orang itu selama seminggu dan mendapati Lukas memang tidak mencetuskan kebohongan sekalipun. Bukan hanya Lukas, Farrel pun ternyata tidak pernah berbohong. Dua orang yang dikiranya adalah penipu ulung ternyata orang-orang jujur. Gara-gara ini Kate mulai mencari-cari jika ada kelemahan dari kemampuannya. Dia mulai meragukan dirinya.

***

Eternal Sun and Moon Vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang