1.33. Anasuya Iksvaku

99 17 0
                                    

Ibunda Farrel, Anasuya Iksvaku adalah seorang wanita yang tenang. Seberapa tenang? Ketika Farrel berkelahi dan pulang dengan wajah babak belur, Ana masih tidak merubah raut wajah. Dia hanya meminta pembantunya untuk mengobati luka-luka anaknya. Sewaktu Lith membawa anak asing yang tiba-tiba ingin diangkat anak, Ana tidak mengatakan apapun dan hanya mengangguk. Bahkan jauh ke belakang, ketika dia yang baru berusia 17 tahun dijodohkan dengan Lith yang 13 tahun lebih tua darinya, Ana juga hanya diam karena tahu orang tuanya tidak bisa dilawan sama sekali.

Di tengah naik turun kehidupan Lith karena dia selalu diombang-ambing baginda Raja, Ana selalu tenang seperti batu karang. Ketenangan itu terlihat mirip dengan ketenangan Lukas sehingga banyak yang bergosip kalau Lukas sebenarnya anak hasil perselingkuhan Ana dengan laki-laki lain. Ekspresi mereka mirip dan keduanya memiliki mata zambrud yang indah. Ketika keduanya duduk berhadapan dan meminum teh dengan tenang, Farrel sekalipun menatap takjub karena Lukas terlihat seperti anak kandung dan dia yang dipungut. Untung saja dia mewarisi rambut hitam berkilau milik ibunya.

Meskipun menikah karena dijodohkan, Ana yang tidak bisa dipahami siapapun itu selalu mendukung suaminya dan membantu Lith dalam urusan apapun. Dia adalah penyokong Iksvaku yang sudah menarik Lith bangkit dari krisis beberapa kali. Jika Lith tidak ada, semua bawahan mereka sudah tahu kalau mereka perlu menemui Ana. Untuk mereka, posisi Lith dan Ana tidak berbeda. Lith pun beranggapan sama.

Ana sering mengalami tantangan tak terduga karena kondisi mental suaminya yang kadang tidak stabil. Sesekali, kalau terlampau stress, Lith akan berbicara pada burung merpati tanpa peduli sekitar. Kadang-kadang dia bahkan membawa burung merpati itu ke pangkuannya dan tidak tidur sampai pagi demi menghangatkan burung yang katanya lemah lembut.

Jika suaminya sedang sinting seperti itu, Ana akan menguatkan hati dan menghadapi orang-orang yang mengancam. Kali ini pun dia yang akhirnya menghadapi tiga investigator yang terlihat angker. Badan mereka mungkin dua kali lebih besar dibanding badan langsing Ana dan wajah mereka seperti tentara yang sudah membantai ribuan orang. Meskipun menghadapi orang-orang mirip preman itu, Ana tetap setenang batu karang dan menyeruput teh dengan elegan.

"Kami harus menyita binatang langka ilegal yang dibeli Tuan Muda Iksvaku." Kata Dan, yang terlihat paling kejam di antara mereka.

"Oh, aku ngga pernah dengar kalau barang ilegal yang dibeli bangsawan bisa disita. Kalian pulang saja. Kalau tidak, aku akan memenjara kalian karena berperilaku tidak sopan pada bangsawan." Jawab Ana datar.

Tentu saja tiga orang itu tidak mungkin bersedia untuk pulang sebelum apa yang mereka cari bisa didapatkan. Apalagi, yang menghalangi mereka hanya seorang wanita bangsawan yang sepertinya tidak pernah mengangkat beban yang lebih berat daripada cangkir teh. Sebagai orang yang biasa mengintimidasi para penjahat, mereka tidak akan tunduk pada wanita cantik di hadapannya.

"Kami akan memeriksa seluruh istana Iksvaku." Kata Dan tak tergoyahkan.

Melihat tiga orang yang hanya punya otot tapi tidak punya otak, Ana meletakkan cangkir tehnya kemudian memperhatikan mereka baik-baik. Ketiganya terlihat siap menghajar seorang wanita tanpa memperhatikan kehormatan sama sekali. Sayangnya mereka hanya anak buah bodoh yang tidak tahu kalau mereka sedang berhadapan dengan Iksvaku.

Sambil menatap tiga orang brutal itu, Ana menyentuh bibir cangkir dengan telunjuk. Jarinya menelusuri bibir cangkir itu dengan gerakan melingkar. Ketika jari itu kembali ke titik awal, tiga orang di hadapannya tiba-tiba hilang. Tidak ada yang tersisa dari mereka di tempat itu.

Meskipun kejadian aneh itu bisa mencopot jantung, wajah Ana tidak mengubah ekspresinya sama sekali. Dia bahkan tidak berkedip ketika keajaiban itu terjadi di hadapannya. Yang menjadi fokusnya bukan lagi tiga makhluk tolol itu melainkan tehnya yang sudah dingin. Dia memanggil pelayan untuk membawakan makanan ringan dan mengganti teh dengan yang baru.

Sambil menunggu, pikirannya melayang ke topik lain yaitu hubungan dua putranya. Dia mulai menimbang-nimbang skenario terbaik yang perlu diambil. Setelah berpikir beberapa lama, dia ingat pada salah satu putri sepupunya.

***

Suasana ceria taman bermain membawa sumringah bagi pengunjung. Dari jauh, sebuah bianglala raksasa terlihat berputar pelan seperti roda yang menjangkau langit. Warna-warna terang dan mencolok menghiasi sudut area dan sesekali akan ada badut atau manusia berkostum. Selain arena permainan, tempat itu juga dipenuhi dengan penjual makanan yang mewarnai stand mereka senada dengan sekitar.

Di depan stand permen, Farrel membeli sebuah permen kapas berbentuk beruang dengan campuran warna pink dan putih. Setelah membayar dan menerima pesanannya, dia berjalan ke salah satu bangku taman dimana Lukas menunggunya. Kekasihnya itu sudah mengenakan bando dengan sepasang telinga kelinci berwarna abu-abu. Meskipun agak malu diperhatikan anak- anak di sekitarnya, Lukas menebalkan wajah demi memenuhi permintaan suaminya. Farrel sendiri juga mengenakan bando yang mirip tapi berwarna cokelat. Mereka berdua mempermalukan diri bersama-sama jadi Lukas tidak banyak protes.

Ketika sudah dekat, Farrel langsung duduk di samping suaminya dan menjulurkan permen kapas yang baru dibeli. Lukas langsung memakan telinga beruang yang ditawarkan.

"Aku merasa, sejauh kita bersama-sama seperti ini, kesulitan apapun akan terasa lebih ringan." Kata Farrel sambil tersenyum. Lukas yang memakan permen kapas terlihat imut di matanya. Terlebih lagi masih ada sisa-sisa wajah kanak-kanak dari suaminya itu.

"Mm." Sahut Lukas tanpa membuka mulut. Dia sibuk dengan permennya.

"Mau naik bianglala? Kita belum pernah mencobanya." Tanya Farrel.

Lukas menjawab dengan anggukan kemudian memakan permen kapas di tangan Farrel lagi.

Karena jam kerja, dua siswa yang membolos sekolah itu tidak perlu mengantri lama untuk menaiki wahana yang diinginkan. Beberapa kontainer bahkan kosong karena tidak banyak yang datang untuk mengisi. Melihat itu, Lukas merasa ada sedikit ketidaknyamanan yang memasuki hatinya.

"Aku tidak pernah bolos dulu. Tapi setelah bertemu denganmu aku jadi jauh menyimpang." Kata Lukas setengah menyalahkan suaminya.

"Ini baru membolos. Aku belum mengenalkanmu pada teman-temanku terutama Owen dan Elio. Aku punya banyak teman dari kelas militer yang terkenal berandalan." Ujar Farrel mengabaikan keluhan itu.

"Aku tahu. Kamu ngga perlu membanggakan hal seperti itu." Sahut Lukas.

Bianglala mereka berjalan perlahan namun pemandangan berubah dengan cepat. Baru seperempat jalan saja Slechester Royal Academy sudah terlihat. Akademi itu terlihat tiga kali lebih luas dibanding akademi berasrama yang lain. Setengah areanya terlihat hijau sementara ada beberapa bagian yang terlihat sebagai kolam. Di belakang akademi itu, terlihat area kumuh yang jauh lebih luas.

"Kesenjangan sosial di negeri ini bahkan lebih buruk dibandingkan di Jakarta." Kata Lukas sambil menatap ke bawah.

"Iya. Itu karena para bangsawan mengira orang-orang biasa tidak berguna padahal banyak yang bisa kita berdayakan dari mereka. Untuk memutar ekonomi, harus ada banyak lapangan pekerjaan dan pendidikan yang layak. Sayangnya sekolah untuk orang-orang biasa belum banyak didirikan. Tempat ini seperti tertinggal seratus tahun" sahut Farrel menambahkan.

"Nanti kalau bahaya dari Raja terlewati, kita bisa mendirikan sekolah. Kita juga bisa membuat tempat kursus agar yang tidak punya waktu untuk ikut sekolah formal bisa mengasah keahlian."

"Tentu. Kita masih punya banyak waktu. Kita bahkan belum 20tahun sekarang."

***

Eternal Sun and Moon Vol 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang