{39} pesan Dhea

217 15 2
                                    

Baris yang rapi, jangan lupa absen pake marga suami📝

Udah? happy reading...




"Egois banget ya?" Tanya Arkan lagi.

Dhea tampak menimang "kadang seseorang harus merasakan kehilangan dulu, baru dia bakal tau kalo dia gak bisa hidup tanpa bergantung sama orang lain"

Hening. Yang di katakan Dhea benar, selama ini Arkan mengira orang lain yang membutuhkannya, karna dia kaya, dia seorang ketua ARTASA, dia tampan, dia pintar, Arkan merasa dirinyalah segalanya, Arkan merasa bahwa orang lain yang membutuhkannya, Arkan lupa bahwa dia juga membutuhkan orang lain dalam hidupnya.

Arkan menghela nafas pelan "kalo gue minta Lo balik sama gue sebagai teman apa itu masih egois?"

Dhea menggelengkan kepalanya bersamaan dengan bahu yang di naikkan, pertanda bahwa ia tidak tau jawaban dari pertanyaan Arkan.

Arkan menarik Dhea unduk duduk lesehan, punggung keduanya bersandar pada tembok rooftop, Arkan awalnya meletakkan tangan di depan wajah Dhea agar tidak terkena paparan matahari langsung, namun saat di rasa tidak mempan Arkan berpindah duduk ke hadapan Dhea, jadi punggung Arkan bisa menghalau matahari untuk Dhea, meski sedikit.

"Gue pengen jelasin semuanya, tapi apa Lo bakal percaya, Dhe? Soalnya gue udah nyakitin Lo sejauh ini"

"Lo gak nyakitin gue, Lo cuman nyakitin diri Lo sendiri"

"Lo terlalu baik, Dhe"

"Bukan, tapi Lo yang terlalu bodoh"

Sial. Jika ada Candra dan Arga di sana mungkin tawa mereka akan terdengar dari Sabang hingga Merauke, karna sebelumnya tak ada wanita yang mengatai Arkan bodoh.

Arkan menunduk, ia bingung harus berbuat apa, rasanya serba salah, ia sedih dan ingin memeluk Dhea tapi itu sangat tidak mungkin, ia ingin menjelaskan semuanya pada Dhea tapi apa Dhea mau mendengarnya? Sangat tidak lucu jika Arkan menangis saat ini, tapi rasanya Arkan sudah tidak sanggup lagi menahan air mata itu.

"Ngapain nunduk?" Dhea mengangkat dagu Arkan dengan tangannya.

"Dhe, dengerin penjelasan gue, please"

"Jelasin ke temen-temen Lo dulu, kenapa Lo ninggalin mereka, kenapa Lo lari dari tanggung jawab, kenapa Lo diem di saat semua saksi menunjukkan kalo Arga gak bersalah, kenapa Lo tutup mata Lo, Arkan" Dhea membuang mukanya dari Arkan sejenak kemudian menatap Arkan lagi "kadang gue merasa Lo ini bukan Arkan, Arkan yang gue kenal enggak kayak gini, dia bertanggung jawab, dia inget semua hal-hal kecil yang berhubungan sama orang-orang terdekatnya, Arkan yang adil, Arkan yang peduli, bukan kayak sekarang, Arkan yang egois dan gak bertanggung jawab" lanjut Dhea.

Arkan memberanikan diri menatap Dhea kemudian mengangguk kecil "gue salah Dhe, gue baru sadar, gue mau nebus semuanya sekarang, tapi gue gak tau gimana caranya" setetes air mata Arkan jatuh, padahal sudah ia coba untuk tahan tapi tidak berhasil "pukul gue, Dhe, gue udah nyakitin Lo, gue udah nuduh Lo, gue udah ngeraguin Lo, pukul gue, Dhe! Pukul!" Arkan mengambil tangan Dhea dan memukul kepalanya sendiri, tapi Dhea segara menarik kembali tangannya itu dan-

PLAK!

Satu tamparan keras mendarat di wajah Arkan, Dhea berhak untuk itu, karna Dhea juga salah satu yang Arkan sakiti kan.

Arkan tersenyum saat Dhea menamparnya "tampar gue sampe Lo puas, Dhe, kesalahan gue besar dan gak bisa di maafkan gitu aja, lagi Dhe, ayo tampar gue lagi"

Plak!
Plak!
Plak!

Hap!

Dhea memberi 3 tamparan susulan, dan di detik berikutnya Arkan langsung memeluk Dhea dengan erat, melepaskan semua kerinduan yang selama ini ia tahan, Arkan menumpahkan tangisnya di sana, pelukan Dhea tidak pernah gagal memberikan Arkan kenyamanan, rasanya setengah beban Arkan terangkat hilang saat memeluk Dhea, sama sekali tidak ada keraguan untuk Arkan menangis dalam pelukan Dhea, pelukan yang selalu menjadi tempatnya untuk pulang.

ARKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang