Dua Puluh Lima

994 95 8
                                    

Selamat siang pemirsah yang budiman!

Bujank gumus ini sudah hadir, mari kita sama-sama meluncur.

Bujank gumus ini sudah hadir, mari kita sama-sama meluncur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis oleh: karizka94 & kimhaneul28

Suasana sunyi mencekam di ruang rawat Regan, tak hanya dirasakan oleh Tian dan Regan sendiri, tapi juga dua pasien lain di brankar yang berbatas bilik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suasana sunyi mencekam di ruang rawat Regan, tak hanya dirasakan oleh Tian dan Regan sendiri, tapi juga dua pasien lain di brankar yang berbatas bilik. Entah bagaimana, hari ini tidak ada kehangatan di ruangan itu. Padahal, kemarin Tian masih mendengar obrolan hangat pasangan suami istri di sebelah, juga bapak dan anak perempuan di brankar paling ujung. Entah, ini karena pertengkarannya dengan Regan kemarin atau memang hari ini mereka sedang ingin diam, yang jelas, suasana itu membuat Tian merasa bersalah--seolah semuanya tidak nyaman oleh karena sikapnya.

Tian menatap lurus pergerakan adiknya di brankar, ia tahu, Regan tidak baik-baik saja, sakitnya kambuh beberapa kali sejak semalam dan seolah kebal dengan segala bentuk injeksi obat yang diberikan oleh tenaga medis, tubuh Regan terus bergetar, menggeliat, dan menunjukkan gerakan tak nyaman lain yang hanya bisa Tian pandangi. Sebab apapun yang dia tawarkan untuk sedikit mengurangi bebannya, Regan menolak mentah-mentah.

"Dek, abang usap ya punggungnya?" Ia berusaha membujuk lagi.

"Nggak usah!" Tolak Regan tanpa berniat membuka matanya. Regan masih enggan bicara pada Tian, dia masih kesal. Regan tahu apa yang Tian lakukan tak lain lagi untuknya. Tapi jika semua itu membuat Tian menghancurkan harga dirinya, sampai berusaha mengemis pada ayahnya demi mendapatkan biaya untuk pengobatannya, Regan tak bisa membiarkan itu terjadi. Jika sampai Tian melakukan hal seperti itu, Regan akan dibebani perasaan bersalah seumur hidupnya.

Regan mendesis, menahan rasa sakit yang kembali menusuk ke ulu hatinya. "Regan nggak mau kemo lagi."

"Dokter Liona udah pergi, kamu nggak bisa balikin kebaikannya. Walau abang udah berusaha nolak, Dokter Liona kekeh membiayai semua proses kemo dan resepnya." Jelas Tian. "Sayang kan Dokter Liona udah bayar loh, masa di sia-sia in?"

Regan terisak dengan posisi memunggungi Tian, dia ingin mengakhiri semua rasa sakit itu, tapi sepertinya Tuhan tidak akan membiarkan semudah itu.

"Sa-kit!" Cicitnya menahan kesakitan yang tidak ada habisnya.

Kelu Berselimut SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang