Setelah perceraian kedua orangtuanya dan kepergian sang ibu untuk selamanya, satu hal yang Regan takutkan di dunia ini adalah kehilangan Tian--sang kakak--sebagai satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Namun, serentetan peristiwa menghampiri mereka...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Regan buru-buru menyalakan lilin si atas cupcake yang tadi siang dibelinya saat mendengar suara motor Tian yang berhenti di garasi rumah. Sambil menunggu Tian masuk dia berdiri didekat pintu.
"Assalamualaikum~"
"Happy birthday abang gue yang paling ganteng."
Tian terkejut, ia hampir melangkah mundur saking kagetnya. Tapi begitu melihat cupcake dengan lilin-lilin dan wajah Regan yang bersinar, ia tersenyum lebar. "Gue aja nggak inget."
"Kan udah pikun." kata Regan cengengesan.
Tian menyentil kening Regan. "Adik laknat!" Katanya sambil tertawa lebar.
"Regan punya hadiah buat bang Tian, tapi janji nggak boleh marah-marah nggak boleh ngomel."
"Apa hadiahnya?"
"Janji dulu!" Regan menjulurkan kelingkingnya pada Tian.
Tian menghela napas, "Iyaa~ janji." ia menautkan kelingkingnya.
"Tiup dulu!"
"Ohh iya." Tian nyengir, nampaknya ia bahagia karena Regan tidak melupakan hari spesialnya. Ia pun memanjatkan doa dalam hati, doa yang sangat sederhana, semoga ia dan Regan selalu hidup bersama, sehat dan bahagia. Lalu ia meniup lilinnya.
Regan tersenyum melihat itu, dia lalu menggiring Tian duduk ke sofa dan memberikan hadiah yang sudah dia siapkan. "Nih hadiahnya, semoga bermanfaat."
Tian mengerutkan kening, ia menatap Regan dengan alis tertaut. Mukanya terlihat seperti akan mengomel.
"Jangan marah! Udah janji." ingat Regan sebelum Tian menyembur.
Tian nampak menarik napas panjang untuk menahan emosi. "Oke, duduk!" Ia meminta Regan duduk yang dituruti tanpa banyak protes oleh sang adik. Regan tak banyak mengeluarkan suara saat Tian membuka kardus berlabel merk laptop ternama itu.