Dua Puluh Empat

732 80 4
                                    

Selamat malam sobat Alstroemers yang budiman.

Regan balik nih pemirsah, yok lah kita meluncur bersama-sama.

Regan balik nih pemirsah, yok lah kita meluncur bersama-sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis oleh: karizka94 & kimhaneul28

Sejak dulu Regan tidak peduli dengan siapa ayahnya, entah masih hidup atau sudah tiada, Regan sama sekali tidak peduli

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak dulu Regan tidak peduli dengan siapa ayahnya, entah masih hidup atau sudah tiada, Regan sama sekali tidak peduli. Tapi, kenapa tiba-tiba Tian mencari ayahnya?

Regan tidak ingin menuduh Tian yang bukan-bukan, meski dia marah tapi mungkin Tian punya alasan besar di balik tindakannya. "Kenapa bang Tian tiba-tiba nyari ayah?" Tanya Regan begitu melihat Tian menyusulnya masuk ke dalam ruang rawat.

Tian menunduk, tidak berani menatap Regan karena merasa malu dengan kelakuannya. Sejak kemarin, harga dirinya sudah tidak ada artinya, dan dia melakukan semua itu demi Regan. "Maaf." Tian tidak ingin berkata apa-apa selain mengungkapkan betapa menyesalnya dia. Harusnya, ia mengemis pada Panca saja, harusnya ia mengemis pada Eyang Uti di Jogja saja.

"Apa karena biaya pengobatan Regan? Kita pulang aja ya bang? Regan nggak mau liat Bang Tian berbuat kayak gitu buat Regan."

"Jangan~ Tolong jangan minta abang nyerah dek. Abang rela ngelakuin apa aja, asal lo nggak nyerah, kalaupun lo nyerah, gue enggak akan biarin itu terjadi." Tian berlutut di depan Regan, membuatnya terkejut. "Maafin gue, maaf karena selama ini gue egois dan nggak biarin lo tahu siapa ayah lo sebenarnya."

"Bang! Gue nggak peduli siapa ayah gue. Lo aja udah cukup bagi gue." Regan menarik Tian agar berdiri.

"Gue yang seharusnya minta maaf, selama ini gue cuman bisa ngerepotin lo, bang~gue juga nggak mau nyerah. Tapi, gue sadar diri biayanya nggak murah, apalagi transplantasi. Gue tau gimana kondisi gue, kalau emang waktunya nggak banyak, Regan pengen nikmatin itu."

"Organ abang cocok buat kamu Regan, tinggal selangkah lagi. Abang tinggal nyari biayanya aja, oke?" Tian menatap kedua mata adiknya dengan penuh harap.

Regan membelalak tidak percaya, jadi Tian yang menjadi pendonornya. "NGGAK!"

Kelu Berselimut SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang