Dua Puluh Tujuh

898 95 3
                                    

Selamat siang, pemirsah yang budiman!!

Ini republish ya guys!😉

Ini republish ya guys!😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepalanya terasa sangat berat, tapi ia kehilangan belaian yang tadi diberikan Tian di kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kepalanya terasa sangat berat, tapi ia kehilangan belaian yang tadi diberikan Tian di kepalanya. Karena itu ia penasaran dan berusaha membuka matanya walau hanya segaris, "Bang~" Lirihnya dengan suara serak. Tangannya menggapai-gapai udara, ia masih belum sadar jika yang duduk di sampingnya bukan Tian, saat menemukan sebuah tangan yang menyambutnya, tanpa pikir panjang Regan menggenggamnya. Sepersekian detik kemudian keningnya mengernyit saat menyadari ukuran telapaknya berbeda dengan biasanya, lebih kecil, lebih halus dan terasa sangat lembut. Karena itu, Regan berusaha membuka matanya lebih lebar.

Tepat saat kedua manik Regan tertuju ke arahnya, Renata menyambutnya dengan senyum. "Hai~ baru juga berapa hari, lo udah kelihatan makin jelek aja." Sambutnya dengan candaan.

"Re~ Bang Tian mana?"

"Lagi keluar." Balas Renata tanpa penjelasan lebih lanjut.

"Katanya lo sakit." Regan berusaha merubah posisinya sedikit menghadap Renata.

"Udah sembuh, lihat deh siapa yang lebih sakit."

"Kan gue emang sakit. Sakit banget malah, kayak dikulitin rasanya."

Renata mengangguk, "I know, kelihatan kok."

"Re~ bisa minta tolong panggilin dokter? Sesek."

Renata menekan tombol nurse station, lalu berdiri mendekati Regan. "Sesek banget? Gue bantu sandaran ya?"

"I-iya." Regan mau-mau saja karena hanya ada Renata yang saat ini bisa membantunya. Dia tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan Renata.

Setelah memastikan posisi Regan nyaman, Renata keluar untuk mengecek siapa tahu panggilannya kepada perawat tidak sampai. Renata baru saja menengok dari pintu saat perawat datang membawa peralatan dalam troli.

Regan meringis, menahan sakit yang kini mendera bagian perutnya. Lagi dan lagi rasa itu tak pernah mau enyah dari tubuhnya.

Berhari-hari di rumah sakit, membuatnya lebih pasrah saat Tian tidak ada seperti ini, Regan tidak bisa berteriak meluapkan ketakutannya setiap saat seperti sebelumnya, ia harus mulai membiasakan diri. Setelah memasangkan oksigen, perawat yang di panggil Renata mengatakan kalau dokter Panca akan visit. Benar saja, tak lama kemudian Panca datang menyusul.

Kelu Berselimut SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang