Enam Belas

875 89 12
                                    

Haii guys, selamat pagi!! Selamat memulai hari!

Anak ganteng nan manja balik nih. Yok kita lihat kelanjutan part sebelumnya.

 Yok kita lihat kelanjutan part sebelumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditulis oleh: karizka94 & kimhaneul28

Regan tercenung dan hanya menatap tangannya yang memilin selimutnya, rasanya dia tidak bisa menjelaskan perasaannya saat Tian mengatakan kalau dia divonis kanker oleh dokter

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regan tercenung dan hanya menatap tangannya yang memilin selimutnya, rasanya dia tidak bisa menjelaskan perasaannya saat Tian mengatakan kalau dia divonis kanker oleh dokter. Konyol, haruskah dia percaya dengan semua itu? Bagaimana mungkin? Dia baik-baik saja selama ini, tapi kenapa dia tiba-tiba mendapati penyakit itu bersarang pada tubuhnya.

"Regan nggak tau harus gimana. Rasanya Regan nggak mau percaya. Tapi, nggak mungkin bang Tian berbohong." ujarnya tanpa mengalihkan tatapannya.

Tian meraih kedua jemari Regan, menggenggamnya. "Nanti kita treatment ya? Biar nggak sakit lagi."

"Biayanya pasti mahal, Regan mau pulang aja."

Tian menggeleng, "Abang kan sekarang kerja di perusahaan periklanan. Gaji abang lebih gede." Ia mengusap rambut Regan yang berkeringat. "Nggak usah mikirin biaya, ya?"

"Tapi Regan nggak mau ngerepotin bang Tian. Regan pasrah aja, kita pulang. Kalau Regan bisa sembuh nggak apa-apa tapi gimana kalau Regan nggak bisa sembuh?"

"Kita usaha dulu, ya? Abang nggak mau kamu pasrah gitu aja, selama abang masih disini, abang akan usahakan apapun. Apapun itu." Tian tahu, bagaimana putus asanya saat mendengar vonis dokter. Jangankan Regan, dia saja seperti ingin menepeleng pipinya keras-kerasa agar mimpi panjang ini segera berakhir. Namun, nyatanya, mau seberapa keraspun ia menampar diri, tetap saja kenyataannya ini adalah realita, bukan sekadar mimpi.

"Regan takut semuanya hanya sia-sia." Suara Regan terdengar lirih.

Tian menggeleng, "Semua yang abang lakukan untuk kamu, enggak ada yang sia-sia."

Regan menunduk, merasa sangat tidak berguna. "Maaf ya, Regan selalu ngerepotin bang Tian."

"Enggak pernah dek~ kamu enggak pernah ngerepotin abang." Tian tersenyum di akhir kalimatnya.

Kelu Berselimut SenduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang