Bab 17(Nara tidak pulang ke Subang)

27 3 0
                                    

     Happy Reading

    Keresahan Nara semakin menjadi saat perbincangannya dengan Arkan kemaren sore. Ia mencoba memberikan kepercayaan sebesar mungkin kepada Arkan, serta mencoba menghilangkan rasa curiganya. Namun terlihat ekspresi Arkan yang seakan tak bisa meyakinkan perasaannya sendiri, membuat Nara tak dapat mempercayai Arkan seperti sebelumnya.

“Apakah Mas Arkan masih mencintai Karin?” Gumam Nara dalam hatinya.
“Nara kata dokter Arfan sudah bisa pulang,” ucap Ibu Wati.

“Ya nak,” sambung Bapak Rozak.
“Alhamdulillah,” ucap Nara penuh rasa syukur.

“Sekarang lebih baik kamu siap-siap,” titah Ibu Wati.

“Ummi dan Abi kemana?”

“Mereka sedang ke resepsionis,” tutur Ibu Wati.

Nara mulai membereskan barang-barang nya untuk pulang ke rumah nya.

“Nara Ibu Wati, Pak Rozak, ayo kita pulang!” Ajak kyai Anwar pada mereka.

“Baik Bi,” ucap Nara seraya menggendong Arfan.

Nara juga lainnya mulai memasuki mobil kyai Anwar. Kali ini Kyai Anwar menyetir sendiri. Pria berusia 56 tahun itu masih cukup bugar untuk menyetir bahkan dari Subang ke Bekasi. Alasan ia tidak membawa salah satu santrinya meski kemarin hari libur karena ia ingin menjaga Arfan, sehingga mereka tidak tahu berapa lama ia akan berada di Bekasi. Bahkan Kyai Anwar juga Ummi Arofah masih ingin tinggal beberapa hari di Bekasi. Karena sebelumnya mereka  belum pernah menginap di kota kelahiran menantunya itu.

“Pantes Abi menyetir sendiri,” ujar Nara pada Kyai Anwar.

“Abi ini masih sehat dan kuat, lihatlah Abi masih sangat tampan kan?” puji Kyai Anwar kepada dirinya sendiri.

“Abi ini sudah tua, tapi masih sok ganteng, malu sudah punya cucu,” tegur Ummi Arofah.

“Abi tidak kalah bugar dari Arkan,” canda Kyai Anwar.

Sekitar dua puluh menit dari rumah sakit, mereka pun sampai di rumah Bapak Rozak. Warga di sana sangat menghormati para Kyai juga orang-orang yang berilmu, sehingga saat mengetahui jika ada Kyai Anwar dan Ummi Arofah di rumah Bapak Rozak ada beberapa warga yang memberikan sesuatu seperti mereka memberikan buah rambutan, sawo hingga pisang, tergantung dari buah apa yang mereka punya. Oleh sebab itu mereka selalu berkata jika Nara wanita yang sangat beruntung mendapatkan Arkan.
Tiga hari telah berlalu semenjak Arkan pulang ke pesantren, namun Nara juga Kyai Anwar juga Ummi Arofah belum kembali. Namun ada hal yang membuat Arkan sadar, ya! Dia mulai merindukan Nara, sebuah rindu yang tak pernah ia rasakan kepada Nara sebelumnya. Bahkan ia merasa jika ia merasakan hal yang berbeda saat momen terakhir kali bertemu dengan Karin dua hari yang lalu di sekolah Aiyana.
Saat Arkan mulai membantu menggendong Kiran, dengan cepat ia berpamitan kepada Karin.

*flashback on*

“Saya harus segera mengajar,” ucap Arkan kepada Karin.

“Tidak apa-apa, terima kasih telah membantu menggendong Kiran sampai mobil,” balas Karin.

“Kalau begitu saya permisi Assalamualaikum,” pamit Arkan.

“Waalaikumsalam,” jawab Karin.

Saat itu Arkan seakan tak merasakan getaran cinta lagi kepada Karin, ia merasa jika wanita yang berhadapan dengannya tak memberikan efek apa pun.

*flashback off*

“Apakah saya benar-benar telah mencintai Nara sepenuhnya?” tanya Arkan pada dirinya sendiri

“Kenapa Abi dan Ummi lama sekali baliknya, mereka menyuruh saya di sini saja mengurus pesantren,” keluh Arkan kembali dengan wajah masam.
Kyai Anwar dan Ummi Arofah mengatakan jika mereka akan kembali besok, sehingga Arkan mencoba memikirkan sesuatu hal untuk menyambut kedatangan Nara.

“Semoga dia datang sebelum saya berangkat mengajar, tapi saya harus membuat sesuatu apa yang akan membuatnya merasa ter sambut saat kembali!” pikir Arkan kembali.

Ia melangkah ke arah mejanya seraya membuka laptop miliknya. Dengan saksama ia mulai mencari tahu sesuatu di internet sesuatu yang akan ia berikan kepada Nara.
Bunga wanita sangat menyukai bunga.

Bunga menjadi salah satu yang muncul, namun karena ia telah memberikan bunga kepada Nara sebelumnya, ia kembali mencari sesuatu yang lain kembali.
Coklat
“Tidak, Nara bukan anak kecil, rasanya tidak cocok,” keluh Arkan kembali.

Ia mencoba kembali mengetik sesuatu hal lain.

“Ini sepertinya cocok,” putus Arkan.
Ia mengecek saldo rekeningnya yang tidak cukup banyak.

“Jika saya membeli ini, juga ini, tabungan saya bisa habis,” keluh Arkan dengan wajah bingung

“Tapi tak apalah, yang penting Nara senang,” ungkap Arkan.

Ia mulai beranjak dari tempat duduknya seraya bergegas mengambil kunci mobilnya. Namun entah dimana ia meletakkan kunci mobilnya itu. Ia mencari di meja hingga laci, bahkan kantong baju juga celananya, ia tak kunjung menemukan kunci mobilnya. Kepalanya seakan sudah hampir pecah karena kamarnya yang sudah berantakan namun tetap saja apa yang ia cari tak di temukan. Ia mulai mengingat sesuatu sesaat setelah datang mengajar dari kampus.
Ia berlari keluar kamar untuk mencari kunci mobilnya.

“Kamu ingin kemana? Kenapa buru-buru?” tanya Ummi Safa.

“Ada hal yang harus Arkan lakukan,” jawabnya singkat seraya bergegas keluar.

Ia berlari menuju mobilnya dan betul saja kunci mobilnya masih tertinggal disana.

Arkan bernapas lega karena akhirnya ia menemukan kunci mobilnya. Dengan cepat ia menyalakan mobilnya untuk membelikan suprise untuk istrinya. Menelusuri jalan, ia mulai melihat arah kanan kiri, mencari toko yang menjual apa yang ia cari.
Terlihat di seberang jalan ada sebuah toko yang ia cari, ia masih terus melajukan mobilnya mencari arah putar balik ke toko itu.
Arkan yang bukan tipe pria romantis sehingga ia masih tetap saja kebingungan memilih warna apa yang akan ia beli. Sesekali ia bertanya kepada pegawai toko mengenai apa yang cocok untuk wanita.

“Warna putih itu sangat bagus juga netral, di selangi warna merah atau pink,” saran pegawai toko itu.

“Ya sudah warna putih dan pink saja,” putus Arkan.

Petugas toko itu mulai membungkus beberapa barang yang di beli Arkan dan menghitung nya satu persatu.
“Totalnya jadi 273.000,” ucap si penjaga toko.

Arkan pun membayarnya dengan sistem Barcode.

“Terima kasih,” ucap di si penjaga toko.

Arkan membawa belanjaannya ke dalam mobil.
Ketika memilih si penjaga toko tadi menyarankan Arkan untuk sedikit menambahkan bunga, sehingga ia mencari toko bunga untuk membeli beberapa bunga.
Tak sampai di situ setelah membeli bunga ia membeli hadiah terakhir untuk Nara, kali ini harganya cukup menguras isi tabungan Arkan.

“Itu berapa?”

“Tujuh juta Mas,” jawab si pegawai itu.

Arkan menelan ludah, ia masih melihat isi tabungan yang tersisa 5.642.000.

“Ada yang lebih murah?” tanya Arkan.

“Ini 5.300.000,” jelas pegawai toko itu seraya menunjukkan barang yang di minta oleh Arkan.

“Baiklah ini saja,” pinta Arkan.
Ia mulai membayar barang yang ia beli itu dan kini tabungan hanya tersisa Rp 342.000.

Segera ia pulang untuk menyiapkan suprise untuk Nara. Demi menyelesaikan itu Arkan bahkan sampai begadang. Karena ia tak ingin ketika Nara datang semuanya belum selesai.

Jam terus berdetak, Arkan seakan ingin memutar jam itu agar lebih cepat pagi karena ia segera bertemu dengan Nara.
Akhirnya pagi pun telah tiba, beruntung kali ini Arkan mengajar jam sebelas siang, jadi ia punya waktu menyambut Nara. Selesai sarapan Arkan mulai menunggu kedatangan istri juga anaknya itu. Suara sebuah mobil berhenti di depan rumahnya. Arkan langsung beranjak dari duduknya keluar menyambut Nara. Namun semuanya musnah. Hanya dua orang yang datang, yaitu Kyai Anwar dan Ummi Arofah.
Arkan perlahan menghampiri kedua orang tuanya dan menanyakan tentang Nara.

“Dia tidak ikut,” jawab Ummi Arofah singkat.

“Kenapa Mi? Tanya Arkan bingung.
“Mungkin kamu lebih tahu,” jawab Ummi Arofah.

Arkan terdiam.
“Apa Nara akan meninggalkanku?” gumam Arkan dalam hatinya.

#Apakah Nara masih marah pada Arkan??🤔
Terimakasih untuk yang sudah mampir jangan lupa vote dan Komen

Jalan Surgaku [Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang