Bab 14(Arkan Dan Nara ke Bekasi)

34 4 0
                                    

      Happy reading
    Rasa panik Arkan semakin berkecamuk saat wanita berusia 40 tahun itu yakin jika pria yang di depannya itu benar-benar Arkan putra kyai Anwar. Arkan ingat betul siapa wanita yang sedang ada di depannya itu. Namun Arkan belum siap menceritakan semuanya kepada Nara, wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.
“Kamu Arkan kan? Cecar wanita itu kembali.
“Ahhh.... Ya saya Arkan,” jawab Arkan dengan gugup.
“Maaf kami harus pulang, permisi.” lanjut Arkan seraya menarik lengan Nara dari tempat itu.
Nara melihat wajah Arkan yang fokus ke depan.
Nara sangat ingin bertanya kepada suaminya itu tentang wanita itu. Namun ia lebih memilih Arkan mengatakannya sendiri. Karena jika Arkan ingin memberi tahunya ia pasti akan menceritakan kepada dirinya. Namun ternyata Arkan hanya diam tanpa sepatah kata pun. Ia yang mulai tak tahan menghentikan langkahnya dan melepas pegangan Arkan.
Arkan menghentikan langkahnya dan melihat ke arah Nara.
“Ada apa?” tanya Arkan.
“Mas kenal dimana dengan istri dari Mang Taufik, adik dari Bu Lasmi?” interogasi Nara.
Terlihat wajah Nara yang amat penasaran, Arkan semakin bingung akan menjawab apa. Ia melihat ke arah samping kanan dan kiri.
“Saya...”
“Nara,” teriak Fitri dan Sofia sahabat Nara.
Keduanya berlari ke arah Nara seraya langsung memeluk erat tubuh sahabatnya itu. Semenjak Nara menikah dengan Arkan membuat mereka menjadi sulit bertemu. Jika sebelumnya mereka sering bertemu karena keduanya bekerja di Bandung. Kota kelahiran Almarhum Alvaro. Namun kini Nara berada di Subang, kota kelahiran Arkan. Di tambah Arkan adalah seorang putra kyai yang mana disana mempunyai banyak santri, sehingga membuat keduanya enggan kesana karena merasa malu. Fitri dan Sofia terus memeluk erat sahabatnya itu, hingga lupa jika Arkan berdiri di samping mereka serta memerhatikan mereka. Tersadar Arkan terus memperhatikan mereka, Sofia juga Fitri mulai melepas pelukannya.
“He... Maaf,” ucap Sofia dengan cengengesan sambil melirik ke arah Arkan.
“Tidak apa-apa, jika kalian masih ingin mengobrol bersama silahkan, biar saya pulang sendiri.” terang Arkan.
“Oh sweet banget, Nara kita ngobrol ke rumah yuk!” tawar Sofia yang mana rumahnya tak jauh dari tempat itu.
“Maaf, kasian Arfan di tinggal.” papar Nara yang merasa sudah terlalu lama meninggalkan Arfan.
“Biar saya yang mengurus Arfan jika menangis, saya juga bisa membuatkan susu untuknya.” ujar Arkan yang mana ia tak keberatan jika istrinya ingin mengobrol dengan sahabatnya yang sudah lama tak bertemu. Arfan memang tidak hanya meminum asi tapi juga susu. Hal itu di karena saat Nara hamil ia menghentikan asinya dan memberikan susu bayi, namun setelah keguguran Nara kembali memberikan asinya pada Arfan yang kini masih 10 bulan.
“Memang tidak apa-apa?” tanya Nara seakan masih ragu jika membiarkan Arkan mengurus Arfan sendirian.
Namun Arkan menjelas jika ia  merasa tak masalah, ia juga berpesan jika Nara sudah ingin pulang, maka kabari dirinya  dan Arkan lah yang akan menjemputnya. Sofia dan Fitri menjadi iri dan merasa jika Nara benar-benar beruntung mendapatkan Arkan.
Itulah yang terus mereka ucapkan saat mereka bertiga mengobrol bersama di rumah Sofia. Nara hanya terdiam tanpa memberi respon atau reaksi apa pun. Tentu hal itu membuat kedua sahabatnya bingung dan khawatir. Keduanya yang sedari tadi berdiri, mulai duduk di samping Nara dan perlahan menanyakan adakah hal yang membuatnya merasa tak bahagia hidup bersama Arkan.
Nara hanya terdiam dan mulai menundukkan wajahnya. Tangisnya mulai pecah. Kedua sahabatnya menghibur Nara dan meminta Nara agar menceritakan apa permasalahannya. Nara bukanlah seorang yang suka mengumbar masalahnya. Hanya saja ia merasa bingung kepada siapa ia akan mengadu. Ia merasa tak enak hati jika menceritakan kepada kedua orang tuanya. Namun ia juga tak dapat memendam hal ini sendirian. Iya, setelah enam bulan bersama, ia merasa jika Arkan tidak benar-benar terbuka kepada dirinya dan seakan banyak rahasia yang tersimpan yang ia belum ketahui tentang suaminya itu. Keduanya semakin tidak mengerti karena Nara hanya dapat menangis. Seakan saat ingin bercerita bibirnya selalu tertahan dan tak mampu berkata apa-apa lagi. Keduanya mencoba menenangkan Nara. Dan tak apa jika Nara belum mampu bercerita kepada mereka. Nara menyeka air matanya. Perlahan dengan nada penuh terbata-bata ia mulai menceritakan tentang undangan yang ia temukan. Sebenarnya Nara tidak akan marah namun ia sedikit kecewa karena Arkan tak memberi tahu dirinya.
“Mungkin Arkan menganggap itu tidak penting.” ujar Sofia.
“Tapi itu penting bagi aku,” ujar Nara.
Fitri mengelus pundak Nara. Mencoba meyakinkan Nara jika Arkan tidak bermaksud membohonginya, hanya ia butuh waktu yang lebih tepat.
Di sisi lain Arkan terus memandangi Arfan sambil mengelus kepalanya yang tengah tertidur pulas di atas ranjang.
“Maafkan Abi ya,...belum bisa jadi suami yang baik untuk Ummi nya Arfan.” gumam Arkan dalam hatinya.
Ia kecewa marah, juga kesal kepada dirinya sendiri yang belum menjadi suami sebaik Alvaro dulu yang mencurahkan segala rasa cintanya pada Nara. Arkan melihat Arloji di tangannya, sudah jam sembilan malam, namun tidak ada panggilan dari Nara, ia kemudian menyalakan data selulernya, untuk mengecek apakah ada pesan atau panggilan dari Nara lewat WhatsApp. Namun ternyata tidak ada satu pesan darinya.
Krek...
Arkan menoleh ke arah pintu yang perlahan gagang pintu kamarnya mulai berputar. Ya Nara baru saja datang dari rumah Sofia. Arkan langsung beranjak dari duduknya mendekat ke arah Nara.
“Kenapa kamu tidak mengabari saya?” tanya Arkan yang mana sebelumnya ia sudah memberi pesan kepada Nara bahwa ia akan menjemput Nara.
“Tadi di antar Sofia dan Fitri, lagi pula Mas kan tidak tahu rumah Sofia, jadi oleh karena itu mereka mengantar saya.” terang Nara.
“Tapi saya khawatir bagaimana jika ada yang mengganggumu?”
“Maaf sudah membuat Mas khawatir, tapi tenang insyaallah jika masih di daerah kampung sini, aman Mas.”
“Lain kali jangan begitu ya.” ucap Arkan seraya mengelus kepala Nara dengan lembut.
Nara menatap Arkan berharap jika Arkan akan mengatakan sesuatu, salah satunya tentang bagaimana Arkan mengenal istri adik dari Ibu Lasmi asal Subang itu.
“Mereka sama-sama orang Subang, bisa saja mereka kenal, hanya saja Mas Arkan seperti orang yang panik saat bertemu dengannya.” gumam Nara dalam hatinya.
“Arfan sudah tidur,” ucap Arkan tiba-tiba.
Nara melihat ke arah Arfan yang tertidur pulas.
“Kita sudah sangat lama tidak melakukannya.” ucap Arkan.
“Melakukan apa?” tanya Nara yang masih belum mengerti arah pembicaraannya.
Arkan menghadapkan tubuh Nara ke arahnya. Ia mulai membuka hijab Nara secara perlahan. Iya, sebenarnya semenjak Nara selesai nifas Arkan belum menyentuh Nara sama sekali. Padahal Nara sudah selesai nifas hampir dua Minggu. Arkan mulai mendekatkan bibirnya ke arah Nara.
Aaa......
Bunyi tangisan Arfan membuat keduanya menghentikan ciuman yang hampir terjadi.




#wah hampir saja?
Tapi kira2 siapa ya wanita itu?
Jangan lupa vote dan komenannya
Terimakasih 🤗🥰

Jalan Surgaku [Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang