Bab 19(Arkan kesiangan)

31 4 4
                                    

    Happy Reading

“Lebih baik kalian istirahat,” sambung Ummi Arofah.
“Baik Ummi,” jawab Nara. Nara beranjak dari duduknya mengikuti langkah Arkan ke kamarnya. Nara tercengang melihat keadaan kamarnya yang tidak seperti biasanya.
Tertegun dengan keadaan kamarnya, Nara melangkah setapak demi setapak. Melihat kondisi kamarnya yang berbeda.
Ia tak menyangka jika Arkan bisa menjadikan kamarnya yang biasanya rapi bersih namun sekarang menjadi penuh dengan beberapa hiasan.

 Ia tak menyangka jika Arkan bisa menjadikan kamarnya yang biasanya rapi bersih namun sekarang menjadi penuh dengan beberapa hiasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arkan meletakkan Arfan ke atas baby bad kemudian melangkah mendekat ke arah Nara.
“Saya minta maaf, dan terima kasih karena masih bertahan dengan saya,” ucap Arkan seraya menggenggam dengan jemari Nara.
“Terima kasih Mas atas kejutan nya,” balas Nara.
“Saya masih punya sesuatu untuk kamu,” lanjut Arkan seraya melepas genggaman nya, melangkah ke arah laci meja di kamarnya.
Ia membuka laci itu dan mengambil sebuah benda berwarna merah, setelah ia menemukan benda itu ia pun kembali melangkah ke arah Nara. Melihat benda itu senyum Nara langsung terpancar, ia tak menyangka jika Arkan bisa menjadi pria romantis nan perhatian.
“Ini benar-benar untuk saya?” tanya Nara tak percaya.
“Tentu, apa kamu tidak mau, baiklah saya akan memberikannya pada Dinda saya,” sungut Arkan.
“Ah tentu saja Nara mau,” balas Nara kembali.
“Tapi harganya tidak mahal,” ujar Arkan dengan wajah tidak enak hati.
“Nara menyukainya,” balas Nara meyakinkan bahwa harga tidak lah masalah baginya.
Arkan tersenyum, ia mulai mengambil kalung itu dan memakainya pada Nara.
“Bagaimana jika kamu melepas hijabnya terlebih dahulu,” pinta Arkan saat hendak ingin memakaikan kalung itu. Nara mulai melepas hijabnya, Arkan pun mulai memakaikan kalung yang ia beli di leher Nara. Arkan membalikkan tubuh Nara ke arahnya. Pandangan keduanya kini semakin dekat. Sebelum keduanya melakukan hubungan suami istri, tidak lupa Arkan membaca doa yang berbunyi.
بِاسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ ، وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
Keduanya mulai hanyut dalam cinta yang sudah mulai tumbuh di antara keduanya. Hingga keduanya mulai terlelap, Arkan benar-benar mendekap tubuh Nara dengan sangat erat sehingga ia sulit bergerak, Nara mulai terbangun, namun tangan Arkan mencegahnya. Arfan yang biasanya bangun malam justru tertidur sangat lelap. Akhirnya Nara pun tidur Kembali. Bunyi  ayam berkokok pun sudah mulai saling bersahutan. Namun keduanya tak kunjung bangun. Bahkan suara adzan pun tak membuat keduanya bangun. Suara Iqamah telah di lantunkan. Mendengar itu Arkan langsung beranjak dari tidurnya.
“Sudah adzan subuh,” keluh Arkan seraya menyandarkan tubuhnya ke bagian headbord kasur.
“Maaf Mas, Nara seharusnya bangunin Mas Arkan dari jam tiga tapi saya malah tidur lagi,” ucap Nara yang juga baru terbangun.
“Tidak apa-apa, em... Kita shalat berjamaah disini ya!” ajak Arkan.
Nara tersenyum, keduanya memang sudah sangat lama tidak melakukan shalat berjamaah, di karena kan Arkan yang selalu shalat di mushalla dan Nara di kamar karena tidak bisa meninggalkan Arfan sendirian yang masih sangat kecil.
“Mandilah lebih dulu, karena wanita jika mandi itu sangat lama,” titah Arkan sedikit menyindir.
“Saya tidak lama, Mas saja yang mandinya terlalu sebentar,” balas Nara dengan ekspresi ngambek.
“Nanti Arfan keburu bangun lho, gak jadi yang mau shalat berjamaah.”
Nara pun turun dari ranjangnya dan mulai menuju ke kamar mandi. Arkan memerhatikan Nara dari tempat tidur.
“Seharusnya dari kemarin-kemarin saya mengerti perasaan Nara,” gumam Arkan dalam hatinya.
Tak sadar karena terlalu fokus pada kejadian sebelumnya, ternyata Nara telah selesai mandi.
“Kenapa Mas Arkan belum siap-siap mandi?” tanya Nara yang sudah keluar dari kamar mandi.
“Ya,” jawab Arkan yang langsung beranjak dari ranjang dan bergegas menuju kamar mandi. Nara pun memakai mukenanya, sambil menunggu Arkan, Nara pun mengambil Al-Qur’an kemudian membacanya. Kurang dari sepuluh menit Arkan sudah selesai mandi. Keduanya mulai melakukan shalat subuh berjamaah. Selesai shalat keduanya berdzikir terlebih dahulu dan berdoa. Dalam doanya Nara bersyukur, dan benar-benar merasa bahagia dapat shalat berjamaah dengan suaminya, setelah sekian lama, Nara juga merasa bersyukur karena Arkan yang menyayangi nya dengan tulus. Selesai berdoa Nara pun mencium tangan suaminya itu.
“Boleh kah saya bertanya?’’ ucap Arkan memulai pembicaraan setelah shalat.
“Boleh,” jawab Nara.
“Kamu cemburu pada Karin, lalu mengapa kamu tidak ingin saya menjelaskan tentang mengapa saya batal menikah dengan nya.”
“Karena itu tidak penting bagi saya, yang terpenting Mas Arkan telah jujur jika Karin adalah wanita yang hampir menikah dengan Mas Arkan, itu sudah cukup,” jawab Nara.
Suara tangisan Arfan mulai berbunyi, keduanya langsung beranjak dari duduk mereka untuk menghampiri Arfan di dalam baby bad.
“Lebih baik kamu ganti pakaian dulu,” titah Arkan ada Nara yang masih menggunakan mukena.
Nara segera berganti pakaian, baru setelah itulah ia memandikan Arfan. Seperti biasa mulut Ummi Safa tidak akan diam saat menemukan celah yang di lakukan Nara.
“Bagus ya, jam segini baru bangun,” sindir Ummi Safa.
“Ini bahkan belum sampai jam setengah enam,” sambung Arkan yang baru saja datang dan melangkah mendekat ke arah Nara dan Ummi Safa.
“Tapi seharusnya jam segini dia sudah bantuin Ummi di dapur para santri,” kilah Ummi Safa.
“Arkan juga baru bangun, Nara adalah istri Arkan, jadi jika hal itu biasa bagi Arkan, maka itu pun bukanlah masalah untuk Nara,” tegas Arkan.
“Tapi beda kamu itu laki-laki,” sahut Ummi Safa.
“Kalau begitu mulai sekarang Arkan perintahkan agar Nara tidak perlu memasak di dapur santri, Arkan akan menambah satu santri lagi untuk memasak, lagian Nara mulai hari ini akan mengajar, jadi biar dia fokus mengurus Arfan dan mengajar,” putus Arkan
“Nara, jika sudah selesai yang memandikan Arfan, cepat ganti pakaian Arfan, Saya sudah memberi tahu Hilmia bahwa dia yang akan menjaga Arfan saat kamu mengajar,” jelas Arkan seraya melangkah pergi dari tempat itu.
Segera Nara menggendong tubuh Arfan dan membungkus tubuh kecil Arfan dengan Handuk agar tidak kedinginan. Kali ini Arkan seakan hilang kesabaran, hal itu terlihat dari mimik wajah nya yang tanpa senyum sama sekali.
Sesampai di kamar Nara meminta Arkan untuk lebih sabar menghadapi sikap Ummi Safa. Namun kali ini Arkan sudah tidak mampu, bahkan menurutnya permintaan maaf yang di lakukan Ummi Safa tempo lalu tidak di dasari dengan ketulusan hati.
“Oia Mas, popok Arfan habis,” ujar Nara tiba-tiba yang  membuat Arkan membulatkan matanya.
Ia melihat dompetnya hanya berisi Rp 20.000. ia pun mengecek saldonya yang hanya berisi Rp82.500.
“Saya belum mengambil uang di rekening saya, bagaimana jika beli yang sasetan dulu, saya hanya ada 20.000,” usul Arkan.
“Ya Mas dari pada tidak ada.”
“Ya sudah biar saya nyuruh Manaf untuk membelikan nya,” ujar Arkan seraya keluar dari kamarnya berjalan menuju arah santri putra.
Namun Manaf membuat Arkan bingung karena terus tersenyum saat melihatnya seakan memberi tanda tanya, tak hanya Manaf tapi terlihat para santri yang ikut tersenyum saat melihat dirinya. Pandangan mereka semua seakan mengarah pada Arkan, seakan Arkan adalah orang asing yang di perhatikan dari atas hingga bawah.
“Mengapa mereka menatapku seperti itu?” gumam Arkan dalam hatinya.

 “Mengapa mereka menatapku seperti itu?” gumam Arkan dalam hatinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


#kira2 kenapa ya?🤔
Jangan lupa vote dan komen

Jalan Surgaku [Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang