Bab 4(Nara Hamil)

51 7 8
                                    


Siapa yang tak terguncang ketika melihat orang yang ia cintai kini sudah terkujur kaku, begitulah yang di rasakan Nara. Terasa kakinya langsung lemas, jantungnya seakan berdetak tak beraturan. Perlahan pandangan Nara mulai gelap, kepalanya pun terasa berputar-putar.
Prak...
Nara pun tak sadar kan diri, namun setelah di periksa, dokter menyatakan Jika Nara tengah hamil. Mendengar itu keluarga Alvaro benar-benar bercampur aduk entah senang atau sedih. Di hari yang sama mereka mendapat dua kabar sekaligus, kehamilan menantunya juga kematian putranya. Arkan benar-benar semakin merasa bersalah kepada keluarga Alvaro.
Arkan terus saja meminta maaf kepada keluarga Alvaro. Segala sesuatu memanglah sudah di takdir kan, namun Arkan juga paham jika Alvaro telah mengorbankan nyawanya untuk dirinya.

"Kami memang kehilangan Al, tapi kami tahu ini juga bukan salah kamu, ini adalah sebuah kecelakaan," balas Abah Yasri.

Setelah meminta maaf kepada keluarga Alvaro. Arkan juga meminta maaf kepada Nara juga keluarga Nara. Nara tak bisa menyalakan Arkan karena dalam situasi seperti itu apa pun bisa terjadi. Meski di landa kesedihan Nara mencoba ikhlas menerima keadaan itu. Nara terus mengaji di depan jenazah suaminya itu sebelum akhirnya benar-benar melepasnya kembali kepada sang khalik.

"Mas rasanya baru kemarin kamu menggenggam tanganku tapi sekarang kamu sudah pergi, kamu pernah bilang takdir Allah selalu baik jadi berprasangka baiklah namun kenapa ini begitu menyakitkan?" keluh Nara dalam hatinya.

"Nara ayo jenazah Al akan di bawah ke Masjid untuk di shalat kan," ajak ibu Wati sambil memapah putrinya itu untuk berdiri.

Jenazah Alvaro pun di bawa ke Masjid dan di imami oleh kyai Anwar. Selesai di shalatkan jenazah langsung di bawa ke TPU terdekat. Ibu Wati terus menguatkan putrinya yang terus menangis. Meski Nara mencoba mengikhlaskan kepergian Alvaro namun tetap saja hatinya terluka.

"Al kenapa kamu meninggal saya dengan keadaan seperti ini, apa yang harus saya katakan pada anakmu kelak," ujar Arkan dalam hatinya.

"Kami pamit dulu nanti habis Maghrib kami akan kembali," ujar kyai Anwar kepada Abah Yasri.

"Abi, Arkan ingin disini saja, Arkan ingin bantu-bantu persiapan untuk pengajian Al," ujar Arkan pada Abi nya.

Kyai Anwar pun memberi izin putranya itu untuk berada di kediaman Al-Marhum Alvaro.
Selama tujuh hari tujuh malam Arkan selalu berada di rumah Abah Yasri. Ia hanya pulang saat malam karena di rumah Abah Yasri ada Nara yang bukan mahram nya. Sehingga ia tidak menginap di rumah Almarhum sahabatnya itu.

Di hari ketujuh terlihat Nara begitu kelelahan. Nara hampir terjatuh namun ia masih bisa berpegangan dengan tembok.

"Hati-hati," ujar Arkan yang hampir menangkap tubuh Nara namun tidak jadi.

"istirahat lah," lanjut Arkan.
"Saya masih kuat."

"Jangan memaksa jika tidak untukmu setidaknya untuk calon bayimu," tutur Arkan mengingatkan.

Nara pun istirahat di kamar nya ia tidak ingin jika buah hatinya bersama dengan Almarhum Alvaro terjadi sesuatu. Ia kembali ke luar saat acara pengajian tujuh hari Suaminya di mulai.

"Kasihan ya istrinya, padahal mereka baru menikah tiga bulan dan katanya istrinya hamil," ujar salah satu warga yang datang.

"Benar, dan umur memang tidak tahu," sambung satunya.

Itulah takdir manusia hanya dapat berencana segala sesuatu hanya Allah lah yang menentukan. Selesai tujuh hari Alvaro, keluarga Nara ingin membawa Nara pulang, namun Ummi Salma menyarankan agar Nara tetap tinggal bersamanya atau tinggal di rumah yang ia tempati bersama dengan Alvaro sebelumnya.

Kedua keluarga menyerahkan semua pilihannya kepada Nara.
Nara akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah yang ia tempati bersama almarhum suaminya.

"Baiklah itu terserah kamu nak, tapi jika ada sesuatu kabari kami," pesan ibu Wati kepada putrinya itu.

"Mbok akan menjaga Mbak Nara," sambung Mbok pembantu yang selama ini bekerja di keluarga Alvaro.
"Ya Ibu tidak perlu khawatir dan sekarang Fitri dan Sofia mendapatkan pekerjaan di Bandung meski tidak begitu dekat mereka sering berkunjung ke rumah saat hari libur," Jelas Nara.

"Ya Bu Wati, saya juga akan sering berkunjung untuk menengok Nara," sambung Ummi Salma.

Ibu Wati pun membiarkan putrinya untuk tetap tinggal di Bandung sesuai keinginan Nara. Setelah kepergian Alvaro Nara menghidupi kebutuhannya sendiri meskipun Ummi Salma telah memberikan semua penghasilan dari usaha cuci mobil dan motor Alvaro pada Nara. Namun Nara tidak menggunakan uang itu untuk kebutuhan hidupnya. Ia justru menabungnya untuk masa depan calon bayinya kelak.

Nara menerima pesanan kue tetangga sekitar. Setiap hari ia tak pernah tak dapat orderan meski pun hanya satu kue. Entah kue kering atau pun kue bolu juga kue basah lainnya, tergantung apa yang mereka pesan.

"Wah kue buatan Mbak Nara memang enak dan kreatif," puji si Mbok.

"Mbok bisa saja, Oia mana telur yang saya minta tadi?" tanya Nara.

"Ini Mbak Nara, hari ini ada pesanan apa?"

"Pesanan ibu RT katanya buat ulang tahun anaknya," jelas Nara.

Setelah berjam -jam bergelut di dalam dapur akhirnya kuenya nya pun jadi.
"Mbok tolong antar ya," pinta Nara.

"Siap Mbak Nara." Jawab Mbok seraya mengambil kue yang di sodorkan Nara.

Mbok pun pergi mengantar kue nya ke rumah Bu RT.

"Assalamualaikum," ujar Ummi Salma yang datang berkunjung bersama dengan Abah Yasri.

"Waalaikumsalam," jawab Nara seraya mencium tangan keduanya.
"Dimana Mbok?" tanya Abah Yasri.

"Mbok mengantar kue bah."

"Jangan terlalu capek." Pesan Ummi Salma.

"Sebenarnya banyak pesanan tapi memang Nara memaksimal kan tiga kue saja per hari."

Saat berbincang -bincang Ummi Salma memberi buku. Buku itu ternyata di beri oleh Arkan untuk Nara, yaitu buku untuk wanita hamil.

"Sepertinya dia terus merasa bersalah akan kejadian yang menimpa Al," ujar Ummi Salma.

"Hati Arkan sangat lembut oleh sebab itu dia mudah bersalah," sambung Abah Yasri.

"Ummi harap kamu tidak membencinya."

"Tidak Ummi, Nara tahu Gus Arkan adalah orang yang baik."

"Eh ada Ummi sama Abah," ujar si Mbok.

"Si Mbok itu ikut-ikutan panggil Ummi sama Abah sama kita," ujar Ummi Salma.

"Biar seperti orang-orang," sahut Mbok sambil tersenyum.

Nara tersenyum, meski begitu ia masih begitu sangat terluka akan kepergian Alvaro yang begitu cepat. Bahkan sebelumnya mereka berdua berniat pergi ke Bali untuk liburan bersama. Namun takdir tak seperti yang Nara harapkan.
Kedua terpisah oleh maut. Sebuah tamu yang kapan saja bisa datang tanpa permisi dan membawanya tanpa izin. Ia akan mengambil nyawa kita tanpa persetujuan dari kita.
Beberapa bulan kemudian.
Hari Minggu banyak di gunakan oleh sebagian orang untuk liburan atau berkunjung kepada keluarga mereka.
Di hari itu sahabat Nara yaitu Sofia dan Fitri datang ke rumah Nara untuk melepas rindu. Setelah sekian lama akhirnya mereka dapat berbincang-bincang. kedua membawa oleh-oleh seperti susu dan pempers juga baju untuk calon bayi Nara.

"Bayinya belum lahir."

"Ya tidak apalah kan buat persiapan kandungan kamu sudah jalan sembilan bulan, bisa jadi itu besok brojol." ucap Sofia.

"Betul tuh," sambung Fitri.

"Menurut dokter sekitar tiga Minggu lagi," jelas Nara.

"Itu kan kata dokter, Jika Allah berkehendak sekarang pun bisa." Tutur Fitri.

"kamu sedang apa?" tanya Sofia melihat Nara yang tengah sibuk menuangkan tepung pada wadah besar.

"Ada pesenam beberapa kue, pesanan tetangga buat pengajian," jelas Nara.
"Kita bantu ya!" Ujar Sofia.

Keduanya pun membantu Nara untuk membuat kue pesanan tetangganya. Nara benar-benar beruntung karena memiliki sahabat sebaik mereka dan begitu peduli dengannya juga calon bayinya.

^^tunggu kelanjutannya besok ya🤗
Jangan lupa vote dan komennya

Jalan Surgaku [Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang