Happy reading
Jangan lupa tinggalkan jejak vote serta komen.Arkan Habri Waldan atau yang sering di sapa Gus Arkan bagi para Santri putra dan Gus Korea bagi santriwati.
Pagi-pagi buta ia telah berada di dapur membuatkan susu untuk istrinya Nara.Nara yang hanya lebih banyak beristirahat di kamar merasa tersentuh karena Arkan memperlakukan dia bak tuan putri. Tidak hanya susu Arkan juga membelikan Nara buah-buahan yang baik untuk wanita yang mengalami keguguran seperti buah jeruk Avokad.
“Mas kapan yang beli buah-buahan ini?” tanya Nara.
“Tadi pagi saya sama Manaf ke pasar.” jelas Arkan.
“Terimakasih Mas.”
“Tidak perlu berterima kasih, itu sudah tugas saya sebagai suami.” tutur Arkan sambil mengusap kepala Nara.
Suara tangisan bayi pun terdengar, ya Arfan yang masih berusia enam bulan itu terbangun dari tidurnya.
Segera Nara menggendong Arfan namun terhenti saat pempes nya terasa basah.
Segera Arkan mengambil alih Arfan untuk di gantikan popoknya.
“Mungkin Allah mengambil calon bayi kami, agar kami fokus menjaga Arfan lebih dulu, dia masih terlalu kecil untuk punya adik.” gumam Arkan dalam hatinya.
Selesai mengganti popok Arfan, Arkan pamit untuk mengajar para Santri.
Sebelum keluar ia mencium kening istrinya itu. Arkan melangkah keluar dari kamarnya, namun langkahnya terhenti di ruang tamu saat suara seorang yang ia kenal memanggilnya.
“Arkan.” panggilan itu tidak asing baginya.
Iya itu suara wanita yang membuatnya kehilangan calon bayinya yaitu Ummi Safa.
Beliau mendekat ke arah Arkan sambil berkata kembali.
“Arkan,” itulah kalimat yang ia ucapkan kembali.
Arkan membalikkan tubuhnya menghadap kepada ummi Safa.
“Ya Ummi.” jawab Arkan.
“Maafkan Ummi, Ummi tahu Ummi salah tolong maafkan Ummi.” pinta Ummi Safa sambil menangis dengan wajah menunduk.
Arkan memeluk Bibik nya itu seraya menenangkan ummi Safa dengan mengajak duduk di sofa. Arkan melepas pelukannya memapah Ummi Safa ke arah sofa. Sambil menangis Ummi Safa mengungkap isi hatinya yang mana ia begitu takut jika setelah menikah dengan Nara, Arkan tak lagi peduli padanya.
Siapa yang tahu bagaimana Ummi Safa sangat menyayangi Arkan. Semenjak kecelakaan yang menimpa suami juga anaknya lima belas tahun silam, Ummi Safa hanya mencurahkan kasih sayang kepada Arkan seperti putranya sendiri. Sehingga ia begitu takut Arkan akan menjadikan dirinya nomor sekian. Oleh sebab itu meski Arkan tahu apa yang di lakukan Ummi Safa salah ia tidak bisa benar-benar marah kepadanya.
“Arkan sudah memaafkan Ummi, dan Ummi juga harus tahu meski Arkan kini sudah menikah dan punya anak, tapi Arkan juga tidak akan lupa kepada Ummi, jadi ummi jangan menangis ya!” hibur Arkan meyakinkan Ummi Safa.
Mendengar ucapan Arkan, Ummi Safa merasa lega karena Arkan tak marah kepadanya.
“Ya sudah Arkan ke mengajar para santri dulu.”
“Ya.” balas Ummi Safa.
Arkan beranjak dari Sofa menuju kelas para santri.
Ini adalah waktu dimana Arkan mengajar santri putri. Tentu setiap Arkan yang mengajar mereka semua akan heboh.
Bahkan Arkan kerap merasa malu karena di panggil Gus Korea.
“Apa saya begitu mirip dengan pria Korea?” canda Arkan.
“Ya Gus, selain putih hidung mancung dan dengan dagu berbentuk v.” jelas santri Wati itu.
Arkan terdiam dan tak mengerti seperti apa kriteria pria Korea yang sebenarnya.
“Apa kalian sering memperhatikan wajah saya sedetail itu?’’ tanya Arkan Kembali.
“Tentu bukankan melihat wajah seorang yang berilmu baik, Nabi SAW bersabda: Barang siapa memandang wajah orang 'alim dengan pandangan yang menyenangkan maka Allah akan menciptakan malaikat dari pandangan tersebut yang akan memohonkan ampunan kepada orang tersebut di hari kiamat.” jawab santri itu.
Arkan tersenyum dan tak dapat berkata apa-apa lagi.
“Benarkan Gus?” tanya Santri putri yang bernama Riska itu.
“Betul.” jawab Arkan sambil tersenyum.
Arkan juga menambahkan keutamaan orang alim
Keutamaan orang alim atas ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas umatku. Maksudnya bahwa kemuliaan seorang alim dibandingkan kemuliaan seorang ahli ibadah, adalah seperti kemuliaan Nabi ﷺ atas kemuliaan orang yang berada di bawah Nabi yaitu para sahabat. Jadi menghormati orang alim sama hal nya menghormati nabi Muhammad.
Arkan menjelaskan bagaimana Rasulullah sangat mengagungkan orang Alim.
“Saya sangat menghormati Kyai Anwar dan keluarganya.” ucap salah satu santri sambil menatap wajah Arkan dengan lekat tanpa berkedip sekalipun.
“Tapi kamu menatap saya seperti itu tidak baik.” ujar Arkan.
“berkedip” tegur santri satunya.
Santri itu cemberut sambil menyahut.
“Bukankah melihat wajah orang alim sama halnya melihat wajah Rasulullah.”
“Tapi tatapan kamu beda.” sambung satunya.
“Sudah, sudah pelajaran Sampai disini dulu, sebelum saya keluar saya ingin tanya apakah ada hal yang ingin kalian tanyakan?” tanya Arkan kembali.
“Ada,” ucap Santri yang paling belakang.
“Apa?” tanya Arkan.
“Bagaimana cara meluluhkan hati Gus Arkan?”
Sontak pertanyaannya langsung mendapatkan banyak sorakan.
“Sekarang sudah tidak bisa, jika dulu mungkin,” canda Arkan seraya membereskan kitab di meja kemudian melangkah keluar kelas.
Ia menghampiri kelas Santrian.
“Gus kenapa kesini, bukankah sekarang tidak ada kelas Gus Arkan baik MTs ataupun MA?” tanya Manaf yang baru saja selesai mengajar yang mana jika tidak kuliah Arkan akan mengajar. Manaf adalah salah satu santri senior di pesantren Al-Fallah yang mana ia kini telah menjadi mahasiswa semester 5 dan sering mengajar MTs di pesantren.
“Saya ingin bertanya sesuatu,” ucap Arkan dengan wajah bingung.
“Ada apa Gus, bicara saja.”
“Wanita itu suka apa?” tanya Arkan dengan melihat ke arah Manaf.
Manaf mengerti meski dulu Arkan hampir menikah keduanya hanya bertemu di kampus dan kemudian Arkan melamar Karin. Keduanya bahkan tidak pernah berkomunikasi lewat telepon jika memang tidak masalah mendesak.
“Setahu saya wanita itu suka jalan-jalan, suka di kasih kejutan seperti di kasih hadiah bunga juga coklat.”
“Tapikan Nara belum sehat mana mungkin saya ajak dia jalan-jalan, dia juga bukan anak kecil yang suka di kasih coklat, kamu ini ada-ada saja.” sahut Arkan yang menurutnya ide Manaf itu tidak memungkinkan untuk di lakukan.
“Gus Arkan bisa ajak Mbak Nara setelah sembuh, kejutan itu juga tidak hanya coklat, Gus Arkan bisa membelikannya baju atau sandal, skincare.” terang Manaf.
“Apa itu skincare?”
“Itu buat mempercantik diri, apa itu bedak juga yang buat merah bibir, dan banyak lagi.” terang Manaf kembali.
“Baiklah, mungkin saya akan mencobanya nanti, terima kasih.” ucap Arkan seraya beranjak dari duduknya.
Tak perlu menunda lagi, Arkan pergi ke luar mencari toko bunga. Ia tahu Nara tengah bersedih sehingga ia ingin istrinya bahagia. Melihat sebuah toko bunga ia memberhentikan mobilnya kemudian turun menuju toko itu. Ia mulai memilih bunga-bunga yang ada di toko itu.
Ia melihat bunga tulip berwarna pink dan hendak ingin meraih bunga namun seseorang juga meraih ingin bunga itu. Arkan menoleh ke arah tangan yang juga hendak mengambil bunga itu.
“Karin,” ucap Arkan terkejut.
“ Mas Arkan,” balas Karin.
“Ya sudah ambil kamu saja.” tutur Arkan.
“Tidak perlu, kamu saja, saya lebih suka bunga Anggrek hanya mencoba melihat saja tadi.” terang Karin.
“Beli apa Mas, Mbak?” tanya seorang karyawan di toko bunga itu.
“Ini berapa?” tanya Arkan seraya mengambil bunga Tulip tadi.
“Murah kok Mas, wah buat istrinya ya... istrinya cantik,” ucap karyawan toko itu seraya menunjuk ke arah Karin.
Sontak kedua langsung menoleh satu sama lain.^^btw gimana menurut kalian bab 8 nya? dan apakah jawaban Arkan kepada Mbak-mbak penjual bunganya tentang Karin?🤔
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Surgaku [Telah Terbit)
Romansa"Arkan memang menyayangi Ummi Safa, tapi Nara adalah istri Arkan." Selain akan terbit cetak Jalan Surgaku juga telah terbit di ebook 👇 https://play.google.com/store/books/details/Zeyn_Seyi_Jalan_Surgaku_Semanding_Books?id=e-WzEAAAQBAJ HARAP DI FOLL...