Bab 1 (Pertemuan Nara dan Alvaro)

150 11 6
                                    


Nara Atila kini telah resmi di persunting oleh Alvaro Faras yang kemudian harus membuatnya meninggalkan Bekasi dan tinggal di Bandung daerah Kulon. Keduanya hidup bahagia nan harmonis, hingga sesuatu hari pria yang kerap di sapa Al itu mengungkapkan keinginan nya untuk pergi ke pesantren tempat ia menimba ilmu yaitu di daerah Subang Jawa barat.

“Mas Al hati-hati ya, jika sudah sampai jangan lupa kasih kabar,” pesan Nara pada suaminya itu.

“Pasti Mas kasih kabar, kamu juga hati-hati di rumah sendirian,” pesan Al balik.

“Nara kan tidak sendirian, ada mbok juga yang menemani Nara.”

“Itu karena kamu selalu buat Mas khawatir, di suruh jangan capek-capek, tapi semua pekerjaan rumah di kerjain sendiri sampai mbok bingung mau ngerjain apa!” balas Al yang sudah kesal karena istri yang keras kepala. Nara sendiri hanya tersenyum mendengar celotehan suaminya itu.

“Ya sudah Mas berangkat dulu, Assalamualaikum.” pamit Alvaro.
“Waalaikumsalam,” balas Nara setelah mencium punggung tangan suaminya itu.

Sekitar hampir dua jam di perjalanan akhirnya Alvaro sampai juga di pesantren Darul Falah. sesampai di pesantren ia langsung menemui kyai Anwar dan keluarganya.
“Istrimu kenapa tidak ikut?” tanya Ummi Arofah yaitu istri kyai Anwar.

Di tanya soal istrinya Alvaro hanya tersenyum malu. Pertanyaan dari istri Kyai Anwar itu membuatnya tidak bisa berkata-kata.

“Harusnya kamu bawa dia kesini,” sambung kyai Anwar.

“Mungkin lain waktu biar dia ikut,’’ jawab Alvaro dengan wajah menunduk malu.

“Ummi, Mas Arkan kapan pulang? tanya Aiyana Zulaikha adik Arkan yang masih duduk kelas enam SD.
“Sebentar lagi masih di jemput mamang ke bandara,” jawab ummi Arofah.

Akhirnya setelah empat tahun menempuh pendidikan S2 di universitas Al-azhar Kairo Mesir Arkan Habri Waldan berhasil mendapatkan gelar Sarjana S2nya.
Arkan adalah sosok yang pintar rendah hati serta sabar. oleh sebab itu banyak santri yang sangat mengaguminya tidak hanya santri putri tapi juga santri putra. Ia tak segan untuk bercengkerama dengan para santri putra seperti layaknya seorang teman bahkan ia dapat mendengarkan keluh kesah para santrinya. Tentu kedatangannya sangat di tunggu-tunggu oleh semua santri, tak terkecuali Alvaro yang Alumni pesantren Darul Falah.

Meski mereka kerap merebutkan peringkat teratas ketika masih sekolah yang mana terkadang Arkan yang mendapatkan peringkat satu adakalanya Alvaro yang mendapatkannya. Namun kedua tidak pernah mempunyai sifat saling iri, justru sebaliknya kedua tak sungkan saling bertanya satu sama lain jika ada yang tak di mengerti.
Keduanya juga berkuliah di kampus yang sama ketika menempuh pendidikan S1nya. Hanya saja Alvaro fokus mengajar setelah mendapatkan gelar Sarjana S1. Berbeda dengan Arkan, setelah lulus S1 satu tahun kemudian Arkan kembali menempuh pendidikan S2nya di Mesir.
Setelah ada waktu luang keduanya berbincang bincang bersama. Arkan menanyakan kesibukan temannya itu dan juga tentang pernikahannya.
“Ummi bilang kamu sudah menikah?” ujar Arkan pada Alvaro.

“Alhamdulillah Gus, Allah mempertemukan saya dengan wanita yang sangat luar biasa.” puji Alvaro tak henti-hentinya bersyukur karna dapat memiliki istri seperti Nara.

Alvaro ingat betul ketika pertama kali ke Bekasi untuk mengajar Bahasa Arab juga Fikih di MTs tempat kampung halaman Nara tinggal.
“Ini ustaz yang akan mengajar mata pelajaran bahasa Arab dan fikih.” jelas pak Arif kepala sekolah MTs Al-Mukarram.
Sejak pertama kali Alvaro mengajar ia mulai menaruh hati kepada Nara karena sifatnya yang lemah lembut. Tak hanya itu semua warga kampung menyebut jika Nara adalah wanita yang Shalihah dan di sebut kembang desa karena jadi rebutan para pria di kampung sana hanya saja Nara mencari pria yang paham agama dan mampu membimbingnya.
Hingga sesuatu ketika Alvaro menunjukkan iktikad baiknya .

“Maaf ustadz Al, saya tidak dapat memberi jawaban, jika ustadz Al bersungguh-sungguh maka datanglah ke rumah, temui ayah dan ibu Nara.” tegas Nara.

“Baiklah secepatnya saya akan datang bersama Abah dan ummi,” imbuh Alvaro.

Tiga hari kemudian Alvaro dan kedua orang tuanya datang ke rumah Nara untuk meminangnya.
“Sebenarnya kami menyerahkan semua keputusan kepada putri kami Nara,” jelas ayah Nara.

“Bagaimana Jawabanmu nak?” tanya ummi Salma ibu dari Alvaro.

Nara menghela nafas. sebelum memberi jawaban tak lupa ia mengucapkan kalimat Basmalah dan dengan mantap Nara menerima pinangan pria yang baru ia kenal tiga bulan lalu itu.
Kedua pihak keluarga pun sepakat untuk segera menentukan tanggal pernikahan bagi keduanya.

“Bagaimana jika tiga bulan lagi bulan sya’ban adalah bulan yang sangat baik,” saran abah Yasri, ayah dari Alvaro.

“Kami terserah pihak pria saja,” imbuh bapak Rozak ayah Nara.

“Ya kami ngikut saja.” sambung ibu Wati yaitu ibunya Nara.

Mengetahui pernikahan Nara yang sudah di tentukan, Nara pun menjadi bahan candaan teman-temannya.

“Sebentar lagi ada yang mau nikah nih!” ledek Sofia teman Nara.

“Ya nih, tidak lagi deh ngegosip soalnya nikahnya kan sama ustadz!” sambung Fitri.

“Kalian berdua apaan sih, memang nya aku tukang gosip, aku kan tidak pernah ngegosip,” sahut Nara dengan bibir mengerucut.

“Tapi beruntung sekali kamu bisa dapetin ustadz Al dari Bandung itu, sudah tampan, pintar ngaji, jago bahasa Arab, pokoknya top markotop deh!” puji Fitri sambil mengacungkan dua jempolnya.

“Tapi ustadz Al juga beruntung mendapatkan kembang desa kita ini,” sahut Sofia sambil melirik ke arah Nara.

”Tapi Nara memang sangat beruntung,” lanjut Sofia kembali.
Alvaro memang pria yang di puja-puja gadis kertarahayu sekaligus para ibu-ibu di kampung tersebut.

bagaimana tidak selain tampan Alvaro di kenal sangat santun juga pintar sehingga tentunya banyak yang mengharapkan Alvaro untuk di jadikan menantu.
Hari yang di nanti semakin dekat, perasaan Nara pun semakin cemas tak karuan. hingga Nara pun bertanya kepada sang ibu.

“Ibu apakah ketika ibu akan menikah dengan ayah ibu merasa cemas?” tanya Nara dengan wajah cemas.

“Tentu saja, di tambah lagi saat itu merasa akan berpisah dengan kakek juga nenekmu,” jelas ibu Wati.
Nara terdiam dengan wajah menunduk.

“Sayang kamu tidak perlu khawatir, ibu Salma itu sangat baik dan Al juga pria yang sangat baik, dia pasti akan menjagamu,” jelas ibu Wati kembali untuk menenangkan putrinya itu.

“Ibu.” isak Nara dengan suara tersedu-sedu.

Bagi seorang wanita pernikahan tidak hanya sebuah kebahagiaan tapi juga rasa sedih dimana ia akan lepas dari orang tuanya yang sedari kecil menggendongnya, menggenggam tangan kecilnya. Dimana tangan seorang ibu yang tak henti-henti untuk menggenggamnya di saat terjatuh hingga dapat berdiri bahkan lari.

Bagi wanita seorang Ayah adalah Cinta pertamanya. seorang pria yang akan mencintai tanpa syarat, tanpa melihat kekurangan. Seorang ayah yang gagah dan rela kalah di depan putrinya hanya untuk dapat melihat senyum putrinya.

Jalan Surgaku [Telah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang