Happy Reading
Tangisan Arfan berhasil membuat moment kebersamaan Arkan dan Nara gagal. Anak kecil memang terkadang bangun entah karena merasa tidak nyaman ataupun lapar. Namun kali ini Arfan bangun lebih cepat dari biasanya. Sungguh mengejutkan saat Nara hendak menggendong nya tubuh Arfan sangat panas.
“Astaghfirullah,” seru Nara dengan panik.
“Ada apa?” Tanya Arkan mendekat ke arah Nara.
“Arfan demam,” terang Nara.
Arkan memegang dahi Arfan untuk mengecek suhu panas putranya itu.
“Saya masak air dulu, buat kompres Arfan,” ucap Arkan seraya bergegas keluar dari kamarnya menuju dapur.
Arkan sangat bingung mencari panci gagangnya untuk memasak airnya karena ia tidak pernah masuk ke dapur rumah Nara. Sebisa mungkin ia tidak ingin merepotkan ibu atau ayah mertuanya. Namun karena tangisan Arfan membuat ibu dan ayah Nara terbangun. Melihat Arkan yang bingung, Ibu Wati membantu mencarikan panci gagangnya.
“Ini Nak,” serah Ibu Wati seraya menyodorkan pancinya.
Segera Arkan mengambil pancinya dan dengan cepat mengisi panci itu dengan air untuk memasaknya.
Tak butuh lama untuk memasak airnya. Karena airnya hanya akan di gunakan untuk mengompres Arfan sehingga Arkan tidak perlu menunggu air itu mendidih. Segera ia memindahkan air itu ke dalam baskom dan membawanya ke kamarnya. Dengan telaten Arkan mengompreskan Arfan.
“Mas Arkan terlihat begitu menyayangi Arfan, apakah salah jika saya mencurigainya?” gumam Nara yang terus bertarung dengan hati dan pikirannya.
Hatinya ingin mempercayai Arkan sepenuhnya. Namun pikirannya masih di penuhi rasa keraguan karena ke tak jujuran Arkan. Yang mana kejujuran adalah dasar sebuah hubungan. Nara mengingat awal keduanya menikah yang mana saat itu Arfan masih berusia empat bulan.
*flashback on*
Di tengah malam, tubuh Nara menggigil, Arkan menyelimuti Nara dengan beberapa selimut agar Nara tidak kedinginan. Suara tangisan Arfan tak ada hentinya di karena saat itu Arfan tengah demam. Meski ia mengantuk, ia tak mengeluh akan hal itu. Ia menggendong Arfan sambil memberikan susu yang sudah Arkan buat untuk Arfan. Terlihat Arfan mulai tertidur. Perlahan Arkan meletakkan Arfan dalam babi bad. Ia mulai tidur di kursi di sebelah Arfan. Hanya sekitar lima belas menit kemudian, Arfan kembali terbangun. Tangisan itu langsung membuat Arkan terbangun, dan dengan cepat ia kembali menggendong putranya itu. Nara yang terbaring lemas di dalam selimut, melihat Arkan yang hampir semalaman tidak tidur merasa kasihan. Tak tega melihat Arkan yang terus berdiri sambil menggendong Arfan, Nara pun mencoba bangun.
“Sini biar saya yang gendong Mas,” pinta Nara mencoba duduk dan meletakkan tubuhnya di kepala ranjang. Arkan mendekat ke arah pinggir ranjang, meminta Nara untuk istirahat saja. Ya ketulusan Arkan benar-benar meluluhkan hati Nara. Kebijaksanaan nya, wibawa Arkan benar-benar mencerminkan ia adalah sosok pemimpin yang tak perlu di ragukan lagi. Rasa kagumnya benar-benar membuat benih cinta di hatinya semakin besar.
*Flashback off*
“Nara, apa kita bawa ke rumah sakit saja,” usul Ibu Wati.
Putrinya hanya diam tanpa kata seakan ia tak mendengar apa yang di ucapkan Ibu Wati.
“Sepertinya lebih baik kita bawa ke rumah sakit,” sambung Arkan.
Nara masih terlihat diam saja mematung tanpa respon apa pun.
“Sayang, kamu kenapa?” tanya Ibu Wati membuyarkan ingatan Nara.
“Ya Bu,” jawab Nara gelagapan.
“Arfan terus menangis, gimana kalau kita bawa dia ke rumah sakit?”
“Tapi ini sudah malam.”
“Jika puskesmas jam segini sudah tutup, kita bisa bawa Arfan ke rumah sakit yang buka 24 jam,” usul Arkan kembali.
“Jika itu yang terbaik, ayo,” jawab Nara.
Arkan menggendong Arfan keluar seraya menyuruh Nara membawa kunci mobilnya di atas meja. Nara mengambil kunci mobilnya dan bergegas keluar mengikuti langkah suaminya yang lebih dulu keluar bersama ayah dan ibunya. Dengan cepat Arkan menarik pedal mobilnya seraya melajukan mobilnya lebih cepat.
“Pelan-pelan Nak,” pinta Ibu Wati.
“Maaf Bu, Arkan hanya khawatir kepada Arfan,” tutur Arkan sambil mengurangi sedikit kecepatan mobilnya.
Dan beruntung mereka segera membawa Arfan ke rumah sakit. Karena Arfan tengah terkena demam berdarah sehingga ia harus opname. Demam berdarah ialah Penyakit virus yang dibawa oleh nyamuk, yang terjadi di daerah tropis dan subtropis. Arkan mendekati Nara seraya memeluk tubuhnya sambil menenangkan hati Nara yang amat khawatir. Dan setelah mendapatkan perawatan Arfan sedikit membaik dari pada sebelumnya. Saat pagi telah tiba, Arkan mengantar Ibu Wati juga Pak Rozak untuk pulang sekaligus mengambilkan baju untuk Nara. Ia mulai mengambil baju di lemari Nara dan memasukkan ke dalam Tas. Sebelum pergi ke rumah sakit ia mengabari kyai Anwar juga Ummi Arofah tentang keadaan Arfan. Tentu keduanya langsung khawatir mengetahui hal itu.
“Abi dan Ummi akan segera ke sana,” ucap Kyai Anwar.
“Baik Bi, Ya sudah Arkan tutup dulu, karena Arkan ingin mandi sebentar, lalu kembali kesana,” terang Arkan.
“Ya sudah Abi siap-siap dulu, Assalamualaikum,” tutup Kyai Anwar.
“Waalaikumsalam,” balas Arkan seraya menekan tombol merah di handphone nya.
Ia kemudian meletakkan handphone nya bergegas mengambil handuk yang di gantung di gantungan baju dekat pintunya. Ia mulai melepas baju kokonya dan mulai membersihkan tubuhnya. Dengan cepat ia kembali memakaikan tubuhnya dengan baju yang sudah Nara bawa sebelumnya dari pesantren. Ia keluar dari kamarnya dan berpamitan kepada kedua mertuanya.
“Ibu siapkan makanan dulu, agar Nara juga kamu bisa makan disana, jadi kalian tidak perlu beli,” ucap Ibu Wati meminta Arkan menunggu sebentar.
Ibu Wati paham jika Nara pasti cukup lelah menjaga Arfan dari semalaman. Arkan pun kembali duduk di sofa sambil berbincang-bincang sebentar dengan Bapak Rozak.
“Rumah tangga kalian baik-baik saja kan?” tanya bapak Rozak.
“Alhamdulillah, semua baik-baik saja Yah,” tutur Arkan dengan lembut.
“Alhamdulillah jika seperti itu, tolong jaga Nara dengan baik, dulu ketika dia ingin ikut ke rumah Al, dia terus menangis, namun kemudian dia mendapatkan kasih sayang yang utuh oleh keluarga Al, Ayah harap kamu dapat membahagiakan Nara.”
Arkan hanya terdiam, berpikir jika dirinya sudah gagal menjaga Nara dan membahagiakan Nara.
“Ini sarapan untuk kalian,” ujar Ibu Wati yang baru saja keluar dari dapur seraya membawa nasi lengkap dengan lauk pauknya yang di Taru di rantang nasi jenis plastik. Pikiran Arkan masih terhubung dengan batinnya yang merasa gagal menjadi suami yang di idamkan oleh Nara. Hingga ia tak sadar jika Ibu mertuanya telah selesai membuat bekal untuk Nara dan dirinya.
“Arkan,” tegur Ibu Wati yang heran melihat Arkan hanya terdiam.
“Arkan,” panggil Bapak Rozak sambil memegang pundak Arkan yang berhasil membuat pikirannya kembali teralih kepada mereka.
“Iya yah,” ucap Arkan gelagapan.
“Ini sarapan untuk kalian berdua,” terang Ibu Wati seraya menyodorkan rantang nasinya itu.
“Ya, kalau begitu Arkan pamit, Assalamualaikum,” pamit Arkan seraya beranjak dari duduknya.
Ia melangkah keluar dan hendak masuk mobil. Namun sebuah panggilan terdengar.
“Arkan,” panggil wanita itu berhasil menghentikan langkah Arkan yang sudah membuka pintu mobilnya.
#terima kasih untuk yang sudah mampir jangan lupa vote dan komenannya 🤗
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Surgaku [Telah Terbit)
Romance"Arkan memang menyayangi Ummi Safa, tapi Nara adalah istri Arkan." Selain akan terbit cetak Jalan Surgaku juga telah terbit di ebook 👇 https://play.google.com/store/books/details/Zeyn_Seyi_Jalan_Surgaku_Semanding_Books?id=e-WzEAAAQBAJ HARAP DI FOLL...